Menanti Senja Bersama Anak Punk yang Belajar Hijrah

Apa itu Tasawuf Underground?

Jakarta, IDN Times - Suara gesekan roda baja di atas rel, bunyi klakson angkutan mini bus biru, bersahut-sahutan dengan pedagang yang menjajakan dagangannya di depan stasiun kala itu. Sabtu (25/5) di kawasan depan Stasiun Tebe, Jakarta Selatan.

Langit Jakarta tampak terang hari itu. Saya dalam perjalanan untuk melihat sebuah komunitas yang tidak biasa. Melakukan perjalanan dengan commuter line, saya tiba di stasiun tujuan saya, Stasiun Tebet, Jakarta Selatan.

Turun dari kereta, sayup-sayup aku mendengar suara sekelompok orang sedang salawatan. Mengikuti arah suara, langkah kakiku tiba di depan sekelompok orang yang duduk tenang di bawah kolong jembatan fly over persis di depan stasiun Tebet, Jakarta Selatan.

Pelan-pelan, aku duduk mendekat ke sekumpulan orang. Sebagian besar mengenakan jins dan kaos, beberapa di antaranya bertato dan penuh tindikan di tubuhnya. Tapi beberapa di antara mereka ada juga yang mengenakan baju koko.

Mereka tengah menikmati merdunya salawatan yang dibawakan. Saya berada di tengah komunitas yang disebut Tasawuf Underground.

1. Komunitas untuk mereka yang terpinggirkan

Menanti Senja Bersama Anak Punk yang Belajar HijrahIDN Times/Margith Juita Damanik

Sambil menunggu senja di selatan Jakarta sekaligus jam berbuka, mengingat kala itu masih dalam bulan puasa, saya mengamati sekeliling. Letak kami berkumpul persis di seberang Stasiun Tebet.

Mereka adalah anak punk. Di bawah kolong jalan layang, mereka dengan caranya sendiri mendekatkan diri dan lebih mengenal Tuhan dan agama. Jika selama ini Anda hanya mendengar stigma anak punk negatif, mungkin Anda harus sesekali mengaji, salawat, berdoa bersama mereka di sini.

Tak ada yang berbeda. Gaya berpakaiannya, gaya bicaranya, aksesoris 'khas' nya, semua sama seperti anak punk pada umumnya. Namun saya dapat melihat, bagaimana mereka berbagi, menghormati sesama, terutama ustaz yang sabar mengajari mereka, ustaz Halim Ambiya.

Saya terenyuh melihat mereka begitu sopan ketika bersalaman dengan ustaz mereka. Kagum melihat dan mendengar kisah mereka mau belajar tentang agama.

Tato di tubuh mereka, anting dan giwang di beberapa titik badan mereka, gaya berpakaian mereka, stigma masyarakat tentang mereka, bersanding dengan perjalanan, keseharian, dan rutinitas mereka belajar agama. Itu semua menjadi hal kontras yang menarik bagi saya.

2. Kantong plastik itu berisi santunan untuk anak yatim

Menanti Senja Bersama Anak Punk yang Belajar HijrahIDN Times/Margith Juita Damanik

Saya datang saat bulan Ramadan. Mereka kebetulan tengah mengadakan acara istimewa. Pemberian santunan dan buka bersama dengan anak yatim. Dua orang anak punk memimpin acara, usai salawatan dan doa-doa dipanjatkan. Berjalan seru, anak-anak antusias mengikuti kegiatan.

Beberapa pertanyaan tentang rukun islam dan ajaran islam dasar lainnya ditanyakan sang ustaz. Anak yang berani dan benar menjawab akan diberikan hadiah berupa uang tunai. Tidak besar jumlahnya. Uang itu diambil dari sebuah kantong plastik bening.

Setelah saya cari tahu, uang-uang tersebut ditabung dan dikumpulkan bersama oleh seluruh anak punk untuk dibagi ke anak yatim.

Tawa anak-anak sahut bersahut dengan bunyi klakson dan knalpot kendaraan. Debu dan asap tak menghalangi semangat mereka, tak melunturkan tawa dan keseruan mereka.

3. Diajari ustaz dengan cara yang tidak biasa

Menanti Senja Bersama Anak Punk yang Belajar HijrahIDN Times/Margith Juita Damanik

Tak lama, ustaz Halim tiba. Menggandeng buah hatinya berjalan ke arah kerumunan yang sudah terlebih dahulu memulai acara. Lalu, ia memulai mengajar. Kali ini fokusnya tidak hanya bagi anak punk, namun juga untuk anak-anak yatim.

Ustaz Halim mengajar di komunitas Tasawuf Underground. Ia mengajari para anak punk yang ada dan anak-anak mereka ajaran islam. Mulai dari mengaji, salat, dan lainnya.

Alih-alih meminta anak punk merubah penampilan mereka, Ustaz Halim justru mengajar dengan cara yang berbeda. Ustaz Halim menjadi sosok yang mencoba untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan cara dan gaya anak punk.

Saya melihat ustaz Syam menjadi sosok yang dihormati di tengah komunitas. Sosoknya menjadi panutan. Beberapa pasang mata seolah memandang kagum pada ustaz Halim.

4. Berbuka bersama

Menanti Senja Bersama Anak Punk yang Belajar HijrahIDN Times/Margith Juita Damanik

Bedug Magrib berkumandang. Nasi kotak telah disiapkan. Beberapa anak punk dengan sigap membagikan pada anak yatim dan pendamping anak-anak tersebut.

Isinya sederhana, nasi dan lauk alakadarnya. Namun jamuammya terasa istimewa karena dinikmati penuh syukur bersama-sama.

Sementara beberapa membagikan nasi kotak, sisanya sigap membagikan minuman. Kemudian seluruhnya membaca doa buka puasa dan berbuka bersama.

Duduk dalam satu lingkaran cukup besar. Menikmati jamuan berbuka sederhana. Meski klakson dan deru knalpot tetap menjadi backsound suasananya.

Seorang anak punk menghampiri saya, "mbak ini makan dulu, untuk buka," katanya ramah sambil memberikan nasi kotak dan juga minuman. Bersama yang lainnya, saya berbuka.

Sesekali ada tawa tercipta. Ada pembicaraan kecil yang mengisi waktu berbuka. Ada senyum yang saling terlempar diantara satu dan lainnya.

5. Salat bersama

Menanti Senja Bersama Anak Punk yang Belajar HijrahIDN Times/Margith Juita Damanik

Lepas berbuka, ada bingkisan yang dibagikan kepada anak-anak yatim yang sudah hadir. Anak-anak yatim berbaris rapi menunggu giliran mendapatkan bingkisan. Sambil menyalami anggota komunitas Tasawuf Underground, anak-anak yatim meninggalkan kolong depan Stasiun Tebet.

Saya sempat berfikir, kegiatan akan berhenti disini saja. Ternyata tidak. Di lokasi yang sama. Beralaskan terpal seadanya, mereka salat berjamaah. Menutup hari mereka dengan bersujud di hadapan Dia yang Maha Empunya. Langit semakin gelap. Senja berganti malam.

Doa dipanjatkan oleh anak punk, anggota komunitas Tasawuf Underground. Saya dapat kesempatan untuk sedikit banyak bertanya dan bercerita, tentang komunitas ini dan orang-orang yang menjadi anggotanya.

6. Tentang Tasawuf Underground

Menanti Senja Bersama Anak Punk yang Belajar HijrahIDN Times/Margith Juita Damanik

Komunitas ini dimulai berawal dari kegundahan Halim Ambiya. Ia menilai pendidikan agama untuk anak-anak jalanan dan anak punk tergolong minim. Ia bahkan menilai, terkadang mereka yang mengaku beragama terlanjur memberikan stigma negatif pada anak punk dan jalanan bukan malah merangkul mereka. Hal ini membuatnya membulatkan tekad untuk turun tangan langsung.

Komunitas Tasawuf Underground berdiri pada 2012. Komunitas ini awalnya hanya bergerak di media sosial Facebook dan Instagram saja. Halim mengunggah ajaran-ajaran islam di akun sosial medianya yang kemudian diikuti banyak orang.

Anak punk yang tergabung dalam komunitas ini tidak hanya diajarkan salat, mengaji, dan hadis saja. Namun juga dibekali ilmu keterampilan lain. Seperti menyablon, desain grafis, serta bermain musik. Kegiatan Tasawuf Underground diadakan setiap Jumat dan Sabtu berlokasi di kolong jembatan Layang Tebet, Jakarta Selatan setiap pukul 14.00 hingga 17.00 WIB.

Baca Juga: Hapus Tato Gratis, Perjalanan Hijrah Anak Punk Kolong Jembatan Tebet

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya