Pidato Lengkap Megawati di Kongres V PDIP: Cair Hingga Mengocok Perut

Megawati tak seperti biasanya

Bali, IDN Times - Pidato Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri membuat suasana pembukaan Kongres V PDIP di Sanur, Bali, Kamis (8/8) menjadi begitu cair. Pidato kali ini berbeda dari biasanya.

Megawati benar-benar berhasil mengocok perut peserta kongres dan tamu undangan yang hadir. Termasuk tamu istimewanya, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang menjadi rival politiknya pada Pilpres 2019.

Megawati memang kerap mengeluarkan guyonan-guyonan politik, meski terkadang garing. Tapi kali ini guyonan lebih banyak ketimbang teks pidatonya. Wajahnya pun terlihat lebih semringah, dipadu gerakan-gerakan tubuhnya yang mengisyaratkan kegembiraan.

Berikut teks pidato lengkap Megawati, dengan selingan-selingan guyonan politiknya:

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Salam sejahtera, shalom Namo Buddhaya,
Om Swastiastu, Selamat siang,

Yang saya hormati, Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2014-2019, Bapak Presiden Joko Widodo dan Bapak Wakil Presiden Jusuf Kalla

Yang saya hormati, Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia terpilih 2019-2024, Bapak Joko Widodo dan Bapak Kiai Haji Ma’aruf Amin.

Yang saya hormati, rekan-rekan Kabinet Indonesia Kerja yang telah hadir.

Terima kasih banyak atas kehadirannya senior partai yang menjadi saksi perjuangan PDI Perjuangan.

Para ketua umum partai dan sekiranya beserta sekjen partai. Termasuk Ketua Umum Partai Gerindra Bapak Prabowo Subianto yang juga berkenan hadir menghangatkan Kongres ke-5 PDI Perjuangan.

Jadi kan Pak Prabowo, waktu ketemu saya kan heboh ya media. Padahal saya cuman tanya gini, "Mas, nanti mau gak saya undang ke Kongres PDI Perjuangan? Kalau ndak mau ya ndak papa." Eh, ternyata Beliau mau.

Ia loh, kan capek ya kalau disuruh namanya tempur terus. Ya sudah lah. Nanti tempur lagi di 2024. Siap?

Di sini juga ada, ya karena juga sudah jadi kader PDI Perjuangan. Namanya BCP. Basuki Tjahaya Purnama. Terkenal namanya Ahok. Saya suka heran ya, kita ini bicara soal Pancasila, gotong royong, katanya itulah yang namanya dasar falsafah negara kita. Iya, terus masa gak boleh ya namaya mau Aseng, mau Ahok, mau Badu, mau apa, kalau dia warga negara Indonesia, ya sudah lah.

Ada yang bilang "Ibu jangan dong panggil Ahok lagi, Ahok lagi, Ahok lagi." Loh saya bilang, "emang namanya dia begitu." Masa terus kita gak boleh manggil? Terus musti tadi saya menghapalkan, Basuki Tjahaja Purnama. "Oh, Pak Purnama, apa kabar?"

Ya kan seneng ya kalau tertawa, ya.

Lalu, Tim Kampanye Nasional Jokowi-Pak Ma’aruf Amin. Banyak soalnya yang minta diundang, saya sendiri sampai bingung. Masih sampai terakhir pun minta, "Kenapa saya tidak diundang? Kenapa saya tidak diundang?"

Terus saya bilang dengan Sekjen (Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto), "Enak lho. Gini lho To, kalau jadi pemenang terus lho. Semua orang mau merapat. Yang tidak kenal dengan saya saja senyum manis, salaman. Kalau dulu mana mau Pak Jokowi. Saya sudah merasakan ditinggal orang."

Siapa lagi ya? Aduh. Sudah rasanya.

Tamu undangan dan rekan-rekan media yang selama ini telah membantu kami untuk terus meliput. Terutama saudara-saudara utusan Kongres V PDIP yang saya banggakan. Kader-kader dan simpatisan PDIP di pelosok negeri yang saya banggakan dan cintai, serta saudara-saudaraku se-Bangsa dan se-Tanah air.

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, kita dapat bertemu kembali di Pulau Dewata, tempat spirit keberagaman dan tradisi tetap terjaga. Selamat datang seluruhnya, terutama kembali kader-kader partai, utusan resmi Kongres V PDIP, yang bertema Solid Bergerak untuk Indonesia Raya.

Selain itu, Bapak Presiden, kalau tidak ada penggembira, tidak ada bonek, itu bukan PDIP. Jadi mereka itu sudah ada di Lapangan Matahari Terbit, jumlahnya saya kira mencapai 12-ribuan orang yang datang sudah dari dua hari yang lalu.

Sebelum saya menyampaikan pidato politik, izinkan saya sampaikan belasungkawa mendalam atas wafatnya ulama sederhana, yang sepanjang hidupnya mengabdikan diri untuk mensiarkan Islam sebagai rahmat semesta alam. Islam yang mengalun indah dalam harmoni keberagaman Indonesia.

Saya dekat dengan panggilannya Mbah Moen, Kiai Haji Maimoen Zubair, doa kami menghantar ke haribaanNya.

Saudara-saudara.


Kajian dari Pusat Analisa dan Pengendali Situasi Partai PDIP memperlihatkan satu fenomena disintegrasi yang muncul secara sistematis pada Pemilu 2019. Fenomena tersebut hampir saja mengoyak persatuan dan kesatuan bangsa. Bagi PDI Perjuangan hal ini merupakan suatu isu serius yang tidak bisa dipungkiri dan tidak boleh diabaikan.

Partai memiliki kesadaran penuh bahwa persatuan dan kesatuan adalah syarat mutlak bagi suatu bangsa. Tidak ada satu pun kebaikan yang dapat dicapai oleh bangsa ini, jika terjadi perpecahan, jika terjadi perang saudara. Atas pertimbangan tersebut, maka saya sebagai ketua umum yang mempunyai hak prerogatif, maka saya memutuskan kongres partai untuk dipercepat.

Sikap politik partai, langkah dan strategi partai, terutama menyangkut upaya mencegah terjadinya disintegrasi bangsa, harus diputuskan di dalam rapat tertinggi partai, institusi tertinggi partai, yang dinamakan kongres partai.

Saudara-saudara sekalian,
Saya secara pribadi pun melakukan perenungan yang dalam atas fenomena disintegrasi pada Pemilu 2019. Saya sehingga teringat pesan ayah saya, Bung Karno dalam amanatnya pada 17 Agustus 1954, menjelang pemilu pertama tahun 1955, saya kutip:

“Dan, sebagai sudah kukatakan berulang-ulang, janganlah pemilihan umum ini nanti menjadi suatu arena pertempuran politik demikian rupa, hingga membahayakan keutuhan bangsa. Gejala-gejala akan timbulnya pertajaman pertentangan-pertentangan antara kita, antara sesama kita telah ada, gejala-gejala akan karamnya semangat toleransi sudah muncul. Tidak kah orang sadar, bahwa tanpa toleransi maka demokrasi akan karam, oleh karena demokrasi itu sendiri adalah sebuah penjelmaan daripada toleransi.”

Kader-kader PDIP yang saya cintai

Resapi kata-kata Bung Karno tersebut. Toleransi dan demokrasi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam berpolitik. Jika sikap perilaku intoleransi kalian gunakan dalam kampanye pemilihan umum, maka demokrasi Pancasila yang kita cita-citakan akan musnah. Persatuan bangsa akan musnah. Kekuatan bangsa akan musnah. Kejayaan semangat gotong royong akan musnah dan yang nanti tinggal hanyalah teror dan anarki, kekacauan dan kepedihan.

Kalau kita lihat di dalam abad modern ini, di dalam abad 21, mereka-mereka yang telah mengalami perang saudara, di Timur Tengah, bayangkan mulainya saja dari abad 20 sampai sekarang, belum ada solusinya. Apakah kita tidak cinta Indonesia?

Ingat, tahun depan kita sudah memasuki kembali agenda pemilihan umum, yakni Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2020 atau Pilkada. Di sana termaktub pemilihan gubernur dan wakil gubernur di sembilan provinsi. Pemilihan bupati dan wakil bupati di 224 kabupaten yang berada di 32 provinsi. Pemilihan wali kota dan wakil wali kota di 37 kota yang berada di 18 provinsi. Banyak lho.

Bayangkan, jika fenomena disintegrasi pada Pemilu 2019, justru menguat di Pilkada Serentak 2020, dan kemudian menjadi air bah yang tak terbendung. Apa yang akan terjadi dengan Indonesia? Harus kita renungkan bersama. Jika hal itu terjadi, lalu apa makna dan faedah kemenangan pemilihan umum bagi rakyat, bangsa, dan negara. Siapa yang menderita? Bukan kaum elite, tapi rakyat kita.

Saya ingatkan kepada seluruh kader partai, jangan karena ambisi menduduki kursi kekuasaan, lantas membuat lupa daratan. Kader banteng tidak boleh berprinsip asal menang, lalu mainkan metode teror dan propaganda kebencian dan fitnah.

Jangan kalian merekayasa keyakinan masing-masing sebagai satu-satunya kebenaran mutlak, tidak ada kebenaran mutlak di dunia ini. Seolah kebenaran personal dan kelompok adalah kebenaran yang absolut. Padahal kebenaran absolut hanya pemiliknya yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT.

Strategi seperti itu jelas membahayakan keutuhan bangsa. Ingat anak-anakku, jika strategi itu yang kalian pilih, maka pemilihan langsung yang tekah direncanakan dan dibuat begitu sulit oleh rakyat untuk memilih pemimpin, justru akan berujung derita bagi rakyat.

Saudara-saudara se-bangsa dan se-Tanah Air.

Demokrasi yang Indonesia anut tidak sama dengan demokrasi lain negara. Demokrasi Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Dalam Pancasila demokrasi adalah suatu alat. Alat untuk mencapai masyarakat adil makmur yang sempurna. Bisakah hal itu terjadi? Bisa.

Sedangkan pemilihan umum adalah alat untuk menyempurnakan demokrasi itu. Jadi, namanya saja pemilihan umum, orang secara umum memilih. Siapa yang umum itu? Kita semua, warga negara Indonesia. Jadi pemilihan umum sekadar alat untuk menyempurnakan demokrasi Pancasila.

Kalau sikap perilaku menebarkan kebencian dan hujatan merajalela karena pemilihan umum, kalau keutuhan bangsa berantakan karena pemilihan umum, kalau tenaga bangsa remuk-redam karena pemilihan umum, maka sebenarnya dengan pikiran jernih sesungguhnya demokrasi telah dilumpuhkan.

Jika ada yang memainkan strategi itu dalam pemilihan umum, maka pemilihan umum akhirnya hanya menjadi suatu alat untuk menyeret bangsa ini pasti meninggalkan Pancasila, menjadi alat yang dengan sistematis membuat bangsa ini mengingkari amanat UUD NRI 1945.

Artinya, siapa pun yang menggunakan pola-pola tersebut telah sengaja pula memporak-porandakan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan dengan sengaja pula melenyapkan Bhinneka Tunggal Ika dari bumi Indonesia. Dapatkah kalian bayangkan, sekiranya hal ini terjadi, lalu apa solusinya? Dan adakah solusinya? Menurut saya, tidak ada. Ya sudah, porak-poranda.

Saudara-saudara.

Jas Merah. Jangan sekali-kali melupakan sejarah atau disingkat Jasmerah! Izinkan saya mengingatkan kembali warisan bagi kita dari para pahlawan, para pendiri bangsa ini. Lupa kah kita, begini banyak. Saya kira tidak di setiap negara yang namanya ada Taman Makam Pahlawan (TMP). Tidak di setiap negara. Tapi kalau di Indonesia, bisa di setiap daerah ada Taman Makam Pahlawan.

Lalu, apa artinya? Apakah kemerdekaan yang kita dapatkan itu hanya dibeli atau diberi oleh orang lain? Bukti yang paling nyata mereka lah pejuang-pejuang yang belum ada Republik ini. Di Taman Makam Pahlawan, coba kita lihat di Kalibata.

Saya dari sejak dulu kalau namanya berziarah, nyekar ke Kalibata. Di sana banyak yang namanya nisan tidak bernama, anonim. Mereka saya sering lihat tidak ada yang memberi bunga. Oleh sebab itu dari kecil, sejak anak-anak saya masih kecil sampai sekarang, cucu saya dari kecil sampai sekarang kalau saya berziarah ke Taman Makan Pahlawan, apalagi bagi mereka yang tidak bernama, selalu saya berikan doa dan bunga.

Apa artinya? Apakah kalian lupa, kemerdekaan ini artinya tidak mudah didapat. Jadi kita jangan menyia-nyiakan yang telah diperjuangkan oleh mereka, para pejuang, para pahlawan. Disebut pahlawan. Indonesia ini banyak pahlawan.

Saya sudah boleh dibilang dua per tiga dunia sudah saya kunjungi. Baik sebagai orang biasa, baik sebagai anggota DPR, baik sebagai wapres, presiden, bertemu orang penting dan lain sebagainya. Setiap kali kalau saya resmi diundang, saya selalu memasukkan acara saya. Saya harus pergi ke taman pahlawan di negara-negara tersebut.

Gunanya apa? Saya ingin menghormati mereka, dan yang kedua, saya ingin tahu berapa banyak? Indonesia ini banyak. Banyak. TMP artinya mereka rakyat yang tidak bernama, rakyat yang tahu arti kemerdekaan. Jadi jangan setelah menikmati, lalu kita mencoba-coba dengan ilmu baru, itu tidak cocok. Pancasila itu apa? Tidak ada artinya? Kita harus rombak. Kita harus dirikan yang lain sifatnya. Mari, kalau mau seperti itu saya berkata jangan main di jalanan hanya menyengsarakan rakyat. Datang ke DPR.

Ada kan sudah yang namanya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kita bicara dari yang kalau mereka mengaku tetapi tinggal di bumi pertiwi Indonesia ini, apakah mereka tidak merasa sebagai warga negara Indonesia? Mari datang. Kita bicara. Tapi bagi saya, sudah ndak ada pembicaraan. Final. Untuk apa dibicarakan? Sudah seperti begini kita. Apa tidak tergugah hati mereka? Di mana mereka menghirup udara? Bukan di negara lain, mereka menghirup udara Republik Indonesia tercinta.

Makanya kalau kita diwariskan Pancasila, kan orang suka ribut, ya. Aduh saya ini masa sudah pensiun, pensiunan presiden. Wah, kan udah paling top di Indonesia ini. Sama Pak Jokowi, tahu-tahu saya ditelepon sama Pak Seskab (Sekretaris Kabinet Pramono Anung), waktu itu saya sedang di luar negeri.

Beliau bilang, "Ibu, Ibu diberi tugas."
"Tugas apa?"
"Untuk menjadi ketua dewan pengarah sebuah badan baru. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila."

Wah keren ya saya pikir.
"Terus seperti apa itu badan?"
"Itu berupa unit kerja presiden."

Terus saya spontan bilang dengan Pak Pram, Seskab itu Pak Pram, Pramono Anung. "Pram, kamu mbok ya jangan main-main lho. Jelek-jelek saya ini Presiden ke-5 lho."

Lha mosok melorot. Melorot unit. Unit kerja Presiden, aku bilang. Kasih tahu dong sama Presiden, biar sedikit keren.

"Itu sudah diputuskan bu."
"Ya Allah," saya bilang.
"Bagaimana ya?"
"Saya mikir dulu, ya."

Pak Pramono itu kan tahu adat saya. Tapi terus saya mikir tapi kok itu Pembinaan Ideologi Pancasila. "Yaudah deh Pram, tak terima deh. Biar cuma unit doang." Coba, Pak Jokowi kan kebangetan ya. Gak lihat saya, ee..."

Bayangkan, sampai saya waktu ketemu beliau, "Pak yang bener aja dong, masa saya udah keren Ketua Dewan Pengarah, eh tahu-tahu itu kerja. Menteri aja saya panggil pasti gak mau. Pasti yang dateng apa, Dirjen mungkin gak dirjen deh, apa sih di bawahnya? Direktur? oalah, eselon piro iku?"

Jadi begitu langsung saya bilang, "Pak, kalau saya, saya disuruh kerja buat Pancasila. Terus hanya unit kerja gak usah pak. Saya gak mau."

Saya bilang, "Insyaallah Bapak kan mau saya pilih lagi, saya suruh terpilih lagi. Tolong dong, ini unit kerja ini dikerenin dikit, deh," saya bilang.

Terus Beliau bilang, "jadi apa bu?"
"Ada dua, Pak," saya langsung begitu.
"Kalau tidak badan, lalu dewan."

Tapi saya jawab sendiri, "Kalau dewan kebanyakan ngomong. Jadi kayak think tank. Gak deh pak. Saya pilih badan, lah."

"Kenapa kok badan bu?"
"Kan badan langsung ke bapak."
"Oh gitu ya?"
"Iya."

Terus sampai hari ini susah banget lho ketemu Pak Jokowi. Aduh, payah, deh. Padahal kalau orang Jakarta bilang saya ini kan mpoknya. Tahu mpok? Mpok tahu? Mpok itu ibu, bukannya mbak. Udah ibu'e. Bayangkan. Aduh aku garuk-garuk kepala, deh. Jangan ketawa, lah. Bayangkan. Keren banget ya tadinya unit kerja.

Udah gitu belum apa-apa, Bang! Saya kalau ingat ketawa sendiri. Gak ada hujan gak ada angin. Kan sekarang kerennya viral, ya. Masak langsung, gaji Ibu Megawati di BPIP Rp120 juta. Lha saya langsung cingak-cinguk.

Padahal di situ bayangkan tadinya ada Pak Ma'ruf, sekarang sudah pensiun dia. Karena saya pilih juga supaya dampingi Pak Jokowi. Bayangin, ada Pak Mahfud (Mahfud MD), ada Pak Tri (Tri Sutrisno), ada Pak Safi'i Ma'arief, ada saya, kok yang ditembak urusan gaji cuman saya, Ibu Megawati Soekarnoputri.

Saya kan tanya ya sama bagian keuangan, "Apa benar sih sudah keluar gaji BPIP?" Padahal kita satu tahun lebih dompleng sama Seskab, itu lho keuangannya.

Terus saya bilang, "eh si Pram pulang gak belain saya."
Ya saya bilang, saya sendiri kaget. "Hah gede banget Rp120 juta."
"Bener itu?"

Kan saya pernah presiden. Ngerti, gaji pokok berapa, gitu-gitu. Tiba-tiba dong Rp120 juta. Saya suruh tanya sama Ibu Sri (Sri Mulyani), Menteri Keuangan. Keren banget, emangnya bener, jadi gaji pokoknya itu Rp120 juta? Eleh...eleh... Orang yang ngablak itu banyak banget sekarang. Enak aja.

Dalam batin saya kalau gak ada yang belain, eh Pak Mahfud untung belain saya, "Bu, diem aja." Gak tahu ada atau gak, gak kelihatan Pak kena lampu. Ada tapi kayaknya BPIP di situ. Dibelain. Pak Mahfud wah pinter juga, "kenapa cuman Ibu Mega yang ditanya?" Tanya itu dirut-dirut itu. Gajinya berapa? Seett.... hilang sudah. Aduh kebayang gak ya? Hehe...

Ini kalian ini supaya tahu lho, saya ini dirindu tapi dibenci. Intermezo sedikit. Aduh capek juga ya jadi ketua umum (PDIP). Lama lho pak saya jadi ketua umum ini.

Mereka wariskan pada kita Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika. Kenapa coba orang seneng ke Bali? Padahal kalau ngomong agama, di sini kan Hidu lho. Tapi kan orang senang datang ke sini? Makanya kenapa sih suka ribut-ribut? Udah aja datang. Semaunya mau datang ke sini.

Keempat prinsip tersebut bersifat final and binding. Final itu gak ada koma, titik. Binding itu gaka ada yang bisa merobek-robek. Sudah final dan mengikat seluruh elemen bangsa, tidak dapat ditawar-tawar lagi.

Saya tegaskan pula bahwa Pancasila adalah ideologi, jalan hidup bangsa Indonesia. Jangan diperdebat-debatkan lagi. Juga kalau debat pasti kalah. Pasti kalah.

Saya pernah kok, mahasiswa datang, "saya mau diskusi sama ibu mega." "Disuksi soal opo?"
"Diskusi soal Pancasila."
"Apa itu Pancasila, Bu?"
"Eh, eh... anak muda, nanti dulu. Kamu pernah baca tidak buku lahirnya Pancasila?"

Mulai begini. "Gini ya, janjian. Baca dulu yang baik. Kalau sudah, cari saya. Kita debat."
Bener, kapan itu datang lagi. Tapi udah gak yang sok-sok teu gitu. "Gimana? Mau debat?"
"Iya bu"
"Sudah baca bukunya?"
"Sudah bu."
"Ayo apa yang mau ditanyakan?"
"Gak jadi debat, bu. Ternyata bagus Pancasila itu ya bu."
"Ya iya lah, apa yang kamu mau cari dari satu sampai lima sila itu?" "Jangan sok hebat toh, yo."

Saya yakin, tidak ada satu pun dari kita yang sedang berupaya 'mengakal-akali' pemilihan umum sebagai tumpangan ideologi lain. Saya percaya, tidak ada satu pun dari kita yang sedang meretas jalan, berkolaborasi dengan siapa pun mereka, yang ingin menggantikan Pancasila.

Rakyat Indonesia yang saya cintai.

Pemilu 2019 telah usai, saatnya kita duduk bersama dalam semangat Pancasila, demokrasi melalui jalan musyawarah mufakat. Saatnya kita bermusyawarah mencari cara agar Pancasila dapat dibumikan.

Saya sebenarnya menulis ini lalu membaca dapat membumikan, itu sebetulnya saya sendiri merasa agak salah. Sebenarnya dia itu udah ada di dalam bumi Indonesia. Bung Karno tidak pernah mengatakan dia adalah pembuat Pancasila, Beliau adalah penggali Pancasila. Tapi ya sudah lah, harus menulis sebuah kata. Jadi, mari kita bumikan kembali.

Saatnya bermufakat menemukan jalan konkret untuk implementasi Pancasila, agar Pancasila dapat dirasakan dan dinikmati secara nyata oleh rakyat.

Dalam perspektif ideologis yang diajarkan Bung Karno kepada saya, Pancasila itu bukan suatu ideologi yang utopis, bukan? Pancasila adalah ideologi terbuka, yang kehadirannya dapat dirasakan oleh rakyat dalam wujud kesejahteraan dan keadilan sosial.

Karena itu, sudah saatnya Pancasila dijalankan dalam kebijakan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan, baik itu dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, mental dan spiritual, maupun dalam bidang lingkungan hidup.

Kebijakan pembangunan tersebut harus berdasarkan pada kebutuhan riil rakyat, dan dijalankan dengan memanfaatkan seluruh kekuatan dan potensi bangsa, melalui riset yang terencana, terarah, dan terukur.

Saya memang sedang secara internal diskusi terus-menerus mengenai masalah penelitian kita, riset kita. Kita negara besar ini aneh. Kalau bicara riset itu terus banyak sekali yang bicara. Tapi gak ada tujuan akhirnya. Jadi saya minta kepada presiden.

Mbok ya, kalau kita ini mau jadi negara besar, musti ada yang namanya sebuah saya minta lagi badan, supaya langsung ke presiden. Lembaga, jangan deh, Badan. Badan Riset Nasional. Jadi jelas tujuannya mau apa.

Umpamanya orang pinter, dari pada cetak sawah juta-jutaan, kenapa bukan padinya yang dibikin? Umpamanya apa gak bisa? Bisa. Yang namanya padi segede telor ayam. Lho jangan ketawa itu hanya rekayasa. Dibuat melalui ilmu genetika.

Makanya kalian itu pinter. Supaya kalau ditanya ngerti, Bu Ketum tuh bilang bisa yang namanya satu butir nasi yang sak iprit menjadi satu butir sebesar telor ayam. Nah, kalau itu bisa dilaksanakan toh perut orang makan nasi tiga telor ayam. Kenyang sudah.

Begitu dong tujuan ke depan itu, lho. Mulek aja. Mulek tahu mulek? Kalau kita ngulek sambel itu kan muter aja. Tapi enak. Tapi ini gak ada hasilnya. Aduh, mabok dah.

Maaf deh Pak Jokowi dan Pak Wapres. Saya ini kalau disuruh pidato berbahasa Indonesia yang baik, kadang-kadang suka gak sabaran lagi. Terlalu sudah biasa berbahasa rakyat.

Saya sangat mengapresiasi satu undang-undang yang telah diputuskan bersama oleh Pemerintah dan DPR RI. Waah... saya seneng banget. Yaitu Undang- Undang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Ya iya lah. Ngapain toh, yo? Nanti kalau sudah selalu dibilang "Beras kurang," jalannya itu cuman jalan pintas, impor beras.

Saya tuh cuma bilang, katanya mau berdikari. Katanya mau berdiri di atas kaki sendiri. Kok ya mesti selalu kalau kurang langsung impor. Aneh. Kalau nanti itu yang punya beras, yang dia nya ekspor ke Indonesia bilang, suatu saat gak bisa lagi ekspor, atau kita terimanya jadi impor, kita mau makan apa coba? Pikir.

Mau makan apa? Nanti kan gitu. Oh, Ibu Megawati tidak memikirkan kehidupan rakyat. Ibu Mega hanya maunya seperti apa pikirannya untuk melaksanakan berdiri di atas kaki sendiri. Tapi kalau sedang terjadi kekurangan lalu harus dibuat seperti apa? Itu kan pikiran orang pendek pikir itu.

Bunyak makanan Indonesia ini banyak. Maaf ya, waktu zaman Orde Baru aneh lho. Saya itu di DPR di Komisi IV, urusan pertanian, perkebunan, kehutanan, ini sama temen-temen saya ini yang baju-baju kuning. Wah, istilahnya dirindu tetapi dibenci.

Karena saya itu bilang, masa bagian timur yang makanannya sagu, ubi, singkong, disuruh makan nasi. Nah susah dah. Seperti sekarang, kalau sedang ada angin, gak tahu itu angin barat atau angin timur, banyak pulau-pulau lho tidak bisa men-supply beras. Karena apa? Ya ndak ada sawah di sana. Ndak ada sawah, adanya sagu. Nah kalau, mana yang dari Maluku? Irian? Papua? Mana angkat tangan?

Lucu, lho orang sana. Kalau saya datang ke sana, "Kamu udah sarapan?" panggil saya kan Mama.
"Belon mama."
"Kenapa kok belon udah jam 10-an begini?"
"Saya sudah makan."
"Terus apa yang kamu makan?"
"Roti."
"Lho itu bukan makan?"
"Belum Mama. Nanti saya akan makan nasi."
"Lho, jadi kalau udah makan nasi sudah makan atau belum?"

Lucu kan ya debat sama rakyat kecil, nih.

"Belum mama."
"Belum?"
"Lha apa kamu udah kenyang sudah makan nasi?"
"Kenyang mama."
"Tapi belum makan?"
"Belum mama."
"Jadi kalau kamu sudah makan tuh makan apa?"
"Makan sagu."

Hebat, ya. Jadi roti, ya, nasi, ya, sagu, ya. Lha ya piye toh yo? Saya cuman mikir kalau ada sagu, ya sagunya dibuat roti, gitu lho. Terus ya makan siangnya, ya sagu. Enak kok sagu. Saya suka ko papeda apo, opo itu?

Undang-undang ini mematrikan kehendak kuat untuk melahirkan kebijakan pembangunan yang berlandaskan pada hasil riset ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan berpedoman pada haluan ideologi Pancasila.

Artinya, Pancasila itu tidak hanya sebagai pedoman bagi kehidupan bermasyarakat, tetapi harus menjadi pedoman pula dalam perencanaan pembangunan nasional di segala bidang kehidupan.

Semoga peraturan turunan dari undang-undang ini segera lahir, sehingga Indonesia kembali memiliki haluan negara berdasarkan Ideologi Pancasila. Sehingga pembangunan berjalan di atas rel ideologi, yang dapat dipertanggung jawabkan secara etis dan ilmiah, bukan sekadar memenuhi aspek kepatuhan atas prosedur formal teknokratis.

Formal teknokratis itu yang seperti tadi. Musti teknisnya ya, begitu saja.

Kader-kader PDI Perjuangan.

Kongres adalah ruang musyawarah mufakat untuk merumuskan dan memutuskan strategi, yaitu berupa langkah konkret partai untuk memupuk kembali rasa persaudaraan dan semangat kebangsaan. Itulah tanggung jawab yang kita pikul sebagai partai politik.

Kongres akan memutuskan satu pedoman untuk melakukan evaluasi, sekaligus menjadi ajang konsolidasi tiga pilar partai, yaitu kader partai yang ditugaskan di struktur, legislatif, dan eksekutif.

Kongres pun akan memutuskan satu pedoman interaksi politik antara partai dan pemerintah, untuk melahirkan suatu sinkronisasi kebijakan politik pembangunan yang etis, ilmiah, dan sekaligus ideologis, seperti telah saya sampaikan di atas.

Dengan contohnya. Apa bisa? Harus bisa. Bikin beras cilik itu segee telor ayam. Bukan sebuah hal yang megawang-awang. Saya pernah belajar genetika. jadi saya tahu hal itu bisa.

Kader-kader partai.

Kongres V PDIP bukan hanya untuk mencari jalan perubahan menuju perbaikan lahir. Partai ini tidak sekadar mencari “naiknya semangat”. Ingat, perubahan yang lahir setiap waktu bisa luntur, dan semangat pun setiap saat bisa luntur.

Berupaya lah menemukan satu jalan perubahan yang lebih dalam daripada itu. Temukan jalan perubahan untuk menyongsong regenerasi di internal bangsa maupun global. Untuk itu semua, tiga pilar partai harus mampu mengukuhkan kristalisasi kesadaran politik ideologis yang sedalam-dalamnya.

Kristalisasi itu opo toh? Kalau air kotor, disaring, menjadi jernih, itu kristalisasi. Yang jeleknya, hitamnya dibuang. Gampangnya begitu. Kristalisasi itu harus masuk tulang, masuk sumsum, masuk pikiran, masuk rasa, masuk roh, masuk jiwa. Kristalisasi kesadaran ideologis tersebut dibutuhkan untuk menjadikan PDIP sebagi partai pelopor.

Mau tidak menjadi partai Pelopor? Mau tidak menjadi partai pelopor? Mau tidak menjadi partai pelopor? Belum makan siang, ya? Mau tidak menjadi partai pelopor? Ya begitu dong, banteng.

PDIP harus menjadi partai yang memiliki satu kedisiplinan penuh, satu disiplin ideologi, satu disiplin teori, satu disiplin tindakan dan satu disiplin gerakan.

Jadi kalau solid bergerak itu satu. Bap! Kan asik. Masak gini-gini, kan gak. Langsung Bak! Tinju aja mana ada tinju begini, bener apa tidak? Kan pas tinju diajarin gini, dag! dag! Sayang saya perempuan, cantik lagi. Masa terus saya tinju-tinju. Masa saya tinju sama Pak Prabowo. Aduh bayangin.

Dengan kata lain, PDIP harus menjadi satu partai ideologis yang solid. Maka ditulisnya solid bergerak, jadi maju. Ngomong-ngomong kan ada baja, ya. Baja itu kan katanya barang nya kuat banget. Kita itu mustinya, kan sudah ada di atas itu, saya juga kayaknya sih, masa sama pengetahuan mau membantah.

Ada satu jenis logam namanya titanium. Dia tuh ya keras tapi luwes. Jadi gak patah dengan kalau baja gitu lho. Jadi itu solid bergerak, kita itu. Jadi kalau nonjok umpamanya, biar gak berasa, gimana caranya nonjoknya kayak kapas, tapi begitu kena pipi orang, orangnya gak berasa, tapi tiba-tiba sakit. Keren kan? Iya dong. Mbok pakai khayalan, bukan khayalan, imajinasi.

Kan kalau kungfu aja bisa lompat gitu. Nah kalau nonjok kan gitu, bap! padahal gitu, dag! Kelenger dah orangnya. Kita terus diem-diem manis-manis kan. Itu orang kan mikir "Siapa yang nonjok gua, ya?"
"Ibu Mega?"
"apa!?"
Gak, saya cantik kok. Gitu lho.

Telah saya katakan berulang kali, “jika kita tidak solid, sudah lah gak usah debat kusir, pasti akan kalah. Tetapi jika kita solid, setengah pertarungan politik telah kita menangkan dari awal.”

Kemaren ini keren kan? Ketika saya hanya bilang "Stop banteng merumput." Mana Jawa Tengah? Angkat tangan.

Wah, waktu itu Pak Prabowo, udah kita udah begini. Katanya kan dipindahkan poskonya, iya emang, ini terus terang. Dipindahkan posko (Gerindra) ke Jawa Tengah. Saya udah mikir nih, "Hmm... gue datengin juga nih si Bowo." Sorry.

Iya dong, jengkel dong. Orang udah tahu itu tempatnya Banteng lho. Terus apa? Jadi saya bilang gini, aja. Pak Jokowi juga udah begini, "kayaknya aku Jawa Tengah... Gimana bu?"
"Kalem."
Saya bilang, "Pak, kalau dia gak ada musuh, namanya juga banteng, Pak. Dia ngerumput, Pak. Dia cari deh makan. Nanti Pak, ketum turun ke Jawa Tengah."

Saya cuman perintahnya gini, "Hei kalian iku Banteng opo udhu?" Langsung, "Banteng bu" gitu.
"Kalo ngono, berhenti merumput. Gosok tanduk kamu."

Aduh, capek juga lho, Pak. Situ sih bikin-bikin capek saya. Abis coba enak aja, banteng bisa menang. Ini anak-anak bilang "Jawa Barat bisa menang."

Saya bilang "Aduh berhenti dulu deh. Bisanya Jawa Barat, Banten menang, ntar dulu deh. Yang menjadi barometer makanya pindah posko itu Jawa Tengah. Tempat Banteng ku. Jadi gak bisa deh. Tak suruh Banteng itu meluruk, Serbu!" Gitu lho.

Bener loh Pak, Mas. Saya manggilnya Mas. Mas Bowo (Prabowo). Makanya kalau, kalau nanti ya gak tahu dong, tolong deket-deketin saya ya. Ya masak sih serius terus? Ya boleh juga lah. Mbak puan kan saya jadikan pengampu. Pengampu kan dia, tanggung jawab ya sama Jawa Tengah. "Awas lu."

Terus saya perintahnya "Arek-arek, wero iki sopo?"
"Mbak Puan Maharani,"
"Iyo. Sopo de'e?"
"Anaknya ibu Mega."
" Iyo, musti dapat untuk suaranya 500 ribu," gitu.
Menang dah dia.

Pak Airlangga, itu yang baju hijau juga. Jangan lagi mblenjani lho. MD3 (UU MD3) lho. Dilihat sama anak-anak ku. Zaman dulu kita dikibulin terus lho. Untung Ibu Mega lapang dada. Katanya partai pemenang itu lah yang akan jadi Presiden Republik Indonesia. Eh, gue dipotong. Gile deh. Ini Republik Indonesia yang kita cintai, gile dah.

Saya cuman ngomong sama bapak gue yang ada di atas, "Biarin pak, gak apa-apa. Sabar, pak."

Kesabaran refolusioner. Hadiahnya sekarang dua kali menang. Mau gak menang tiga kali akan datang? Itu namanya PDIP. Ya gitu dong. Aduh jangan ditipu terus lah. Itu perpolitikan Indonesia lho Pak Jokowi. Mentang-mentang aku perempuan.

Tidak bisa presiden itu perempuan. Gue sekarang Presiden ke-5. Keren kan? Siapa yang gak mau ngangkat perempuan jadi presiden, awas lu ya. Lho yang orang udah kejadian lho. Masyaallah. Capek juga tuh ya.

Karena itu, dalam tema kongres ditetapkan satu terminologi “solid bergerak”. Jadi dia kuat tapi dia bisa bergerak. Secara harfiah, solid berarti kuat, kokoh, padat, berisi. Gunakan imajinasi politik kalian, partai ini harus bergerak dalam kondisi solid. Solid bergerak sebagai partai yang berideologi Pancasila.

Tentu saja tidak mudah. Tetapi jangan mengeluh, karena keluh sudah pasti mengeluarkan setengah energi dan itu adalah tanda kelemahan jiwa. Musti seperti saya, seperti tadi, dibohongi, ditipu. Jalan terus. Saya bilang, "No, silakan siapa yang mau nipu saya, bohongin saya segala, gak apa-apa, saya jalan terus. Satu saat kemenangan di tangan kita."

Begitu.

Banyak kesulitan yang harus kita hadapi sebagai partai politik. Tetapi, perjalanan yang telah kita lampaui, membuktikan bahwa kita bisa survive. Waktu presidennya Pak SBY, saya bilang sama Beliau, "Pak, saya gak masuk kabinet." Eh ditawari delapan apa piro lho, menteri, 10 tahun, hidup juga kok.

Meski pun anak-anak tadinya menggerutu, "ibu gimana sih udah susah-susah berjuang masa sih gak ada yang masuk, "Gampang saya."
"Kalau lu kepingin jadi menteri, keluar dari PDIP." Gak paten!

Tapi nanti kalau Pak Jokowi musti ada menterinya. Musti banyak. Orang kita pemenang dua kali. Betul apa tidak? saksikan, ya. Ya iya lah. Iya dong. Jangan nanti, "Ibu Mega, saya kira karena PDI sudah banyak kemenangan, sudah ada di DPR, sudah begini, nanti saya kasih cuman empat, ya." Emoh!

Tidak mau! Tidak mau! Tidak mau!
Iya dong. Orang yang gak dapat aja minta. Hore! Hore!
Ini di dalam kongres partai Bapak Presiden. Saya meminta dengan hormat, bahwa PDIP akan masuk ke dalam kabinet dengan jumlah menteri yang harus terbanyak. Sip!

Itu namanya baru pukulan.

Selama kita solid, kita dapat mengatasi kesulitan-kesulitan itu. Yakin lah. Selama kita solid untuk tidak pernah tinggalkan rakyat sebagai sumber dan sebagai tujuan politik, yakin kan lah kita tak akan pernah surut.

Haqqul yakin, Bung Karno tuh selalu begitu. Kalau saya dapat rapot tiga, aduh mau teken Bapak saya gimana ya? Karena dia kalau itu, aduh itu bunderan apa tuh? Tintanya, pulpennya, tiga tuh diuwet-uwet. Sret... Terus tanda tanya. Saya udah tahu dia marah. Biarin aja.

Tapi terus gini, "Kamu tahu artinya haqqul yakin, ainul yakin?“
Aku tuh mikir kan dulu, yakin yakin opo sih? Artinya disuruh perbaiki. Udah cuman gitu aja. Jadi artinya apa? Musti yakin. Haqqul yakin, ainul yakin, apa? Ada Bung Karno bersama kita.” Yakin gak? Bener nih?

Dia pasti ada nih. Dia ketawi-ketawi. Iya terus nanti aku dibilang "oh ibu Mega sekarang supranatural." Gak lah.

Ada Bung Karno bersama kita, karena sesungguhnya kita berjuang dengan Pancasila untuk kemenangan rakyat, bangsa, dan negara!

Terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia yang telah memberikan kepercayaan kepada PDIP. Kepercayaan itulah yang membuat kita selalu bangkit. Kader-kaderku, jangan ingkari kepercayaan rakyat. Setia lah pada sumbermu, setia lah kepada rakyat sebagai sumbermu. Jadikan kesetiaan itu sebagai energi bagi PDIP untuk membangkitkan semangat rakyat.

Bangkit lah banteng-banteng di seluruh Tanah Air. Bangkit lah seluruh rakyat Indonesia! Bangkit dengan jiwa Pancasila! Berderap serempak! Bergerak serentak! Satukan jiwa pengabdian, mengabdi kepada Allah SWT, mengabdi kepada Tanah Air, dan mengabdi pada bangsa Indonesia!

Solid Bergerak untuk Indonesia Raya, Indonesia yang sejati-jatinya merdeka!

Merdeka! Merdeka! Merdeka!

Demikianlah, Terima Kasih.
Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Om Shanti Shanti Shanti Om

Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, maka dengan remi kongres kelima PDIP dengan resmi saya buka.

Baca Juga: Cerita Lucu di Kongres V PDIP, Megawati: Jokowi Kebangetan

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya