Qanun Poligami Aceh, Komnas Perempuan Ingatkan UU Perkawinan
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menanggapi Peraturan Daerah (Perda) Aceh atau yang disebut Qanun, Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengingatkan adanya Undang-Undang Perkawinan yang mengatur perihal syarat, alasan, dan prosedur perkawinan di Indonesia.
Hal ini disampaikan Komisioner Komnas Perempuan Sub Komisi Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan, Sri Nurherwati di kantor Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (8/7).
1. Komnas Perempuan mengingatkan adanya Undang-Undang Pernikahan
Sri mengatakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah mengatur perihal poligami, termasuk syarat bagi laki-laki yang akan memiliki istri lebih dari satu.
"Sehingga tidak perlu lagi diturunkan dalam perda, karena semua pengaturannya ada di dalam UU Perkawinan, syarat, alasan, dan prosedur," kata dia.
Menurut Sri kalau beristri lebih dari seorang tidak memenuhi syarat, alasan, dan prosedur, maka hal itu menjadi tindak pidana. "Kejahatan tentang asal-usul perkawinan," ujar dia.
Baca Juga: KPI: Perkawinan Anak Salah Satu Pemicu Ketimpangan Ekonomi
2. Pemerintah harus merapikan pencatatan pernikahan
Maraknya pernikahan siri di Aceh disebut-sebut menjadi salah satu sebab perda mengenai poligami direncanakan untuk diberlakukan. Menanggapi hal tersebut, Sri berpendapat, seharusnya langkah yang diambil adalah merapikan pencatatan perkawinan.
"Negara yang harus pro aktif untuk mencatatkan sebuah perkawinan. Antara persoalan dan penyelesaiannya sudah berbeda," kata dia.
Editor’s picks
Menurut Sri kebanyakan nikah siri dilakukan hanya untuk beristri lebih dari seorang. Hal tersebut melanggar UU Perkawinan.
"Itu artinya jangan sampai qanun mengesahkan praktik-praktik pelanggaran terhadap undang-undang. Qanun harusnya memperkuat implementasi undang-undang, sehingga tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap undang-undang," kata dia.
3. Komnas Perempuan mengingatkan adanya konvensi penghapusan diskriminasi pada perempuan
Maraknya pernikahan siri dijadikan alasan untuk melegalkan poligami, menurut Sri, bukan pertimbangan keliru. "Bukan keliru, kita kan sudah meratifikasi konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan."
"Di pasal dua itu memandatkan negara untuk mempunyai kebijakan-kebijakan yang menghapuskan diskriminasi. Itu di antaranya negara punya kewajiban untuk memberikan fasilitas," lanjut Sri.
Menurut dia semangat untuk mengatur perihal poligami di dalam qanun harus disesuaikan dengan kebutuhan. "Kalau marak nya nikah siri maka infrastruktur yang dibangun bagaimana, untuk memudahkan pencatatan perkawinan, sehingga nikah siri itu bisa dikurangi atau bahkan bisa dihentikan," kata Sri.
4. Sistem pencatatan perlu diperbaiki
Selain infrastruktur yang perlu dibangun, Sri menilai, sistem pencatatan pernikahan juga harus dipahami sebagai hak setiap warga negara, bukan hanya sebagai kewajiban.
Menurut Sri, penting untuk menyiapkan dalam regulasi bagaimana perempuan dan laki-laki dalam perkawinan dapat mengakses sistem pencatatan yang ada. Sistem juga diharapkan tidak mempersulit masyarakat.
Baca Juga: Jalan Berliku untuk Menggugat Batas Usia Perkawinan