Sepenggal Cerita Perlombaan Hari Kemerdekaan yang Sudah Jadi Tradisi

Hangat dan seru, di tempatmu ada?

Jakarta, IDN Times - Langit Jakarta masih seperti biasa, tak terlalu cerah dengan jarak pandang yang terbatas, lantaran pekatnya polusi udara. Sementara, di pinggir sungai di Jalan Saluran Kalimalang, Jakarta Timur terlihat mulai dipenuhi oleh warga pada Sabtu siang (17/8). Mereka mulai mengisi tanah-tanah kosong dengan tikar dan alas duduk seadanya. 

Saya ikut berdiri di pinggir jalan di bawah tol Becakayu yang berlokasi tidak jauh dari Universitas Borobudur. 

Jam ketika itu masih menunjukkan pukul 10:00 WIB. Tidak ada upacara untuk memberi hormat ke sang saka merah putih, namun di tengah sungai telah didirikan tiga buah pohon pinang untuk dipanjat. Di bagian atas, terlihat beberapa benda dipajang sebagai hadiah, antara lain tas backpack hingga kipas angin. Wah, kelihatan seru ya. 

Saya akan ceritakan ke kalian bagaimana meriahnya suasana lomba tahunan untuk memperingati kemerdekaan Indonesia. Tahun ini usianya sudah mencapai 74 tahun.  .

1. Warga terlihat antusias melihat perlombaan di tengah sungai Kalimalang

Sepenggal Cerita Perlombaan Hari Kemerdekaan yang Sudah Jadi TradisiIDN Times/Margith Juita Damanik

Setelah sejenak berbincang dengan Subagyo, pembina panitia acara Semarak Kalimalang 2019, saya sempat meninggalkan lokasi untuk berkeliling melihat-lihat wilayah Kalimalang ini.

Pukul 12.15 WIB, saya kembali ke titik awal di mana saya tadi berdiri. Masyarakat sudah ramai memadati arena perlombaan. Mereka memilih duduk di tepian kali beralaskan tikar, kertas bekas, atau koran.

Warga tampak saling berbincang, entah mereka saling kenal atau memang baru mengenal karena ingin ikut menonton. Orang tua, remaja, hingga balita mengambil tempat. Suasana tampak ramai, riuh dan hangat. 

"Saya sudah sering ke sini. Gak terhitung lah berapa kali," kata seorang warga sekitar bernama Masropah saat saya tanya pada Sabtu kemarin. 

Ia mengaku sudah lima tahun terakhir rutin datang ke perayaan 17 Agustus di pinggir Kalimalang, Jakarta Timur. Masropah bercerita, ia senang lantaran warganya, Kelurahan Cipayung Melayu, masih mau menjalankan kegiatan seru seperti panjat pinang untuk memperingati hari kemerdekaan. 

Komentar serupa juga datang dari Maryadi. Pria 34 tahun ini bahkan berharap warganya masih terus mau melestarikan tradisi perayaan HUT RI yang sudah berlangsung di Kalimalang turun temurun ini. Selain panjat pinang, panitia juga menyiapkan perlombaan meniti di atas pinang. Kata Maryadi, perminan tersebut khas Indonesia. 

Baca Juga: Cerita di Balik Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan RI

2. Warga merayakan harı kemerdekaan dengen bermain meniti di atar pohon pinang

Sepenggal Cerita Perlombaan Hari Kemerdekaan yang Sudah Jadi TradisiIDN Times/Margith Juita Damanik

Permainan warga yang biasa dilakukan di pinggir Kalimalang itu bukan disebut panjat pinang, namun meniti pinang. Mungkin kalian baru mendengar istilah tersebut. Begitu pun juga saya. 

Permainan ini unik. Kalau panjat pinang biasa dimainkan dengan cara memanjat bilah pinang yang ditancapkan vertikal menjulang tinggi ke atas, warga Kampung Melayu memainkannya dengan cara berbeda. 

Satu batang pinang ditancapkan vertikal, tapi tidak terlalu tinggi. Puncaknya juga dihiasi dengan berbagai hadiah yang dapat diperebutkan. Namun, di tengah batang pinang terikat batang pinang lainnya berlumur oli. Batang itu diikat hingga menyentuh bagian pinggir sungai. 

Kali ini Pinang tidak dipanjat tapi didaki. Lebih seru melihatnya ketika mengetahui permainan ini dimainkan secara individu bukan kelompok seperti panjat pinang pada umumnya.

Riuh sorak dan tepuk penonton bergantian dengan bunyi klakson kendaraan dari jalan raya yang mulai padat. Permainan itu sungguh membuat jantung deg-degan, karena apabila keselip, maka peserta permainan jatuh masuk ke sungai. 

Namun, para peserta terlihat tidak mudah menyerah demi bisa mengambil hadiah di atas batang pohon pinang. Riuh tepuk tangan dan tawa bergantian terdengar di udara Kalimalang. Sorak penonton semakin menjadi-jadi ketika salah satu pemain berhasil mencapai puncak Pinang.

Omong-omong, dari cerita sejumlah warga, permainan ini ternyata hasil modifikasi. Semula panjat pinang dimainkan seperti permainan pada umumnya. Namun, pembangunan tol jalan Becakayu membuat permainan panjat pinang sulit direalisasikan. 

Alih-alih berhenti membuat permainan itu, warga Cipinang Melayu justru memutar otak mencari cara agar permainan ini tetap dapat dipertandingkan. Caranya dengan membuat permainan meniti di atas batang pohon pinang. 

Sepenggal Cerita Perlombaan Hari Kemerdekaan yang Sudah Jadi TradisiIDN Times/Margith Juita Damanik

Raut wajah gembira bahagia tak bisa disembunyikan peserta. Padahal hadiah yang disediakan tergolong sederhana, mulai dari sangkar burung, ember, topi, tas, hingga sepeda. Menariknya para pemain yang ikut berpartisipasi tidak semua pemula, bahkan sebagian besar sudah punya rekam jejak ikut bertanding di tahun-tahun sebelumnya.

Alam misalnya, bocah 15 tahun warga Cipinang Melayu ini tahun lalu sudah mencoba mengikuti permainan meniti pinang untuk anak-anak. Namun, Alam belum berhasil mendapatkan hadiah dari perayaan tahun lalu. 

"Tahun lalu gak dapet apa-apa," katanya tersipu malu. "Sekarang dapat ini," katanya dengan bangga menunjukan topi yang diraihnya dari usaha keras meniti pinang.

"Mainnya terakhir-terakhirnya gampang. Awal-awalnya licin," katanya bercerita. 

Dengan polos Alam bercerita sesungguhnya ada hadiah lain yang ia incar. 

"Saya pengen dapat kipas sama dispenser tapi udah keduluan orang," katanya. 

3. Ada pula permainan pukul bantal

Sepenggal Cerita Perlombaan Hari Kemerdekaan yang Sudah Jadi TradisiIDN Times/Margith Juita Damanik

Satu lagi permainan yang unik dan digelar warga di sekitar pinggir Kalimalang yakni pukul bantal. Sayang, perlombaan ini dimainkan berbarengan dengan meniti pohon pinang, sehingga saya tidak mengikuti lebih lama keseruannya. 

Sama seperti meniti pinang, permainan pukul bantal dimainkan secara individu dan bukan berkelompok. Peserta pertama diminta untuk mendaftar ke meja panitia apabila ingin ikut bermain. Kemudian bagi mereka yang tidak bisa berenang akan dipinjamkan jaket pelampung.

Lalu dua orang duduk di bilah pohon pinang  yang sudah dipasang horizontal. Tak lupa di sepanjang batangnya dilumuri oli. Kemudian, masing-masing pemain akan diberikan bantal sebagai "senjata". Tugas mereka menjatuhkan lawan sambil mempertahankan posisi. Terdengar mudah, tapi percayalah saat saya melihatnya, ternyata sulit juga untuk dimainkan. 

Para pemain hanya memiliki satu misi yakni menjatuhkan lawan dengan bantalnya. Suporter untuk permainan ini tak kalah banyak bila dibandingkan meniti pohon pinang. 

Yang menarik, ternyata permainan ini memiliki pembagian babak. Pemenang di babak pertama akan diadu dengan pemenang di babak selanjutnya, begitu terus hingga ke babak final. 

4. Perlombaan pukul bantal dan meniti pinang sudah jadi tradisi selama bertahun-tahun

Sepenggal Cerita Perlombaan Hari Kemerdekaan yang Sudah Jadi TradisiIDN Times/Margith Juita Damanik

Perayaan 17-an warga Kelurahan Cipinang Melayu ternyata bukan baru berjalan tahun ini saja. Mereka sudah melestarikan perayaan ini sejak tahun 1960-an

Menjaga semangat kemerdekaan dan menjaga kekompakan antar warga Kelurahan Cipinang Melayu menjadi semangat dasar bagi warga terus melaksanakan perayaan ini. UMKM dari warga Cipinang Melayu juga diajak untuk ikut berpartisipasi. Mereka diizinkan untuk menjajakan barang-barang dagangannya di 15 lapak yang telah disediakan.

Ada hal lain yang menarik begitu pertandingan selesai. Sesama warga terlihat saling menyapa dan berpamitan. Mungkin terlihat kecil, namun keramahan seperti itu sudah mulai langka di zaman yang serba instan seperti sekarang.

Baca Juga: Promo Baju Merah Putih Meriahkan Hari Kemerdekaan ke-74 RI

Topik:

  • Margith Juita Damanik

Berita Terkini Lainnya