Tak Bisa Sembarangan, Ini Poin Penting Ciptakan Pemberitaan Ramah Anak

Pedoman pemberitaan ramah anak

Jakarta, IDN Times - Dewan Pers mengeluarkan pedoman pemberitaan anak pada Rabu (19/6). Dari keterangan tertulis yang diterima IDN Times, ada sedikitnya 12 poin pedoman pemberitaan ramah anak yang ditentukan Dewan Pers.

Dewan Pers menyadari pemberitaan yang terkait dengan anak di Indonesia kerap kali malah mrnjadikan anak sebagai korban, obyek eksploitasi dan diungkapkan identitasnya antara lain wajah, inisial, nama, alamat, dan sekolah secara sengaja ataupun tidak sengaja sehingga anak tidak terlindungi secara baik.

1. Ada 12 poin penting yang harus diperhatikan

Tak Bisa Sembarangan, Ini Poin Penting Ciptakan Pemberitaan Ramah AnakIDN Times/Uni Lubis

Untuk menciptakan pemberitaan ramah anak, Dewan Pers merinci pedoman pemberitaan ramah anak kedalam 12 poin penting, yakni:

1. Wartawan merahasiakan identitas anak dalam memberitakan informasi tentang anak khususnya yang diduga, disangka, didakwa melakukan pelanggaran hukum atau dipidana atas kejahatannya.

2. Wartawan memberitakan secara faktual dengan kalimat/narasi/visual/audio yang bernuansa positif, empati, dan/atau tidak membuat deskripsi/rekonstruksi peristiwa yang bersifat seksual dan sadistis.

3. Wartawan tidak mencari atau menggali informasi mengenai hal-hal di luar kapasitas anak untuk menjawabnya seperti peristiwa kematian, perceraian, perselingkuhan orangtuanya dan/atau keluarga, serta kekerasan atau kejahatan, konflik dan bencana yang menimbulkan dampak traumatik.

4. Wartawan dapat mengambil visual untuk melengkapi informasi tentang peristiwa anak terkait persoalan hukum, namun tidak menyiarkan visual dan audio identitas atau asosiasi identitas anak.

5. Wartawan dalam membuat berita yang bernuansa positif, prestasi, atau pencapaian, mempertimbangkan dampak psikologis anak dan efek negatif pemberitaan yang berlebihan.

6. Wartawan tidak menggali informasi dan tidak memberitakan keberadaan anak yang berada dalam perlindungan LPSK.

7. Wartawan tidak mewawancarai saksi anak dalam kasus yang pelaku kejahatannya belum ditangkap/ditahan.

8. Wartawan menghindari pengungkapan identitas pelaku kejahatan seksual yang mengaitkan hubungan darah/keluarga antara korban anak dengan pelaku. Apabila sudah diberitakan, maka wartawan segera menghentikan pengungkapan identitas anak. Khusus untuk media siber, berita yang menyebutkan identitas dan sudah dimuat, diedit ulang agar identitas anak tersebut tidak terungkapkan.

9. Dalam hal berita anak hilang atau disandera diperbolehkan mengungkapkan identitas anak, tapi apabila kemudian diketahui keberadaannya, maka dalam pemberitaan berikutnya, segala identitas anak tidak boleh dipublikasikan dan pemberitaan sebelumnya dihapuskan.

10. Wartawan tidak memberitakan identitas anak yang dilibatkan oleh orang dewasa dalam kegiatan yang terkait kegiatan politik dan yang mengandung SARA.

11. Wartawan tidak memberitakan tentang anak dengan menggunakan materi (video/foto/status/audio) hanya dari media sosial.

12. Dalam peradilan anak, wartawan menghormati ketentuan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak.

2. Anak berhak untuk dilindungi identitasnya

Tak Bisa Sembarangan, Ini Poin Penting Ciptakan Pemberitaan Ramah Anakpexels.com/ Pixabay

Dalam keterangan tertulisnya, Dewan Pers menyebutkan anak-anak memiliki hak untuk harus dilindungi identitasnya. Hal ini menjadi salah satu unsur penting dalam mewujudkan pemberitaan ramah anak.

"Jumlah anak 82 juta, dan perlu dilindungi termasuk dari pengaruh pemberitaan media massa yang tidak baik bagi anak," kata Indra deputi aspirasi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Republik Indonesia

Identitas anak yang harus dilindungi adalah semua data dan informasi yang menyangkut anak yang memudahkan orang lain untuk mengetahui anak tersebut. Mulai dari nama, foto, gambar, nama kakak/adik, orang tua, paman/bibi, kakek/nenek dan tidak menyebut keterangan pendukung seperti alamat rumah, alamat desa, sekolah, perkumpulan/klub yang diikuti, dan benda-benda khusus yang mencirikan si anak yang dimaksud.

3. Berlaku hingga usia 18 tahun

Tak Bisa Sembarangan, Ini Poin Penting Ciptakan Pemberitaan Ramah AnakIDN Times/Kevin Handoko

Dalam pedoman pemberitaan ramah anak yang dimaksud Dewan Pers, anak dikategorikan untuk mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Sehingga pedoman tersebut berlaku bagi siapa pun yang terkategori anak hingga usia 18 tahun.

"Pedoman Pemberitaan Ramah Anak yang disepakati menggunakan batasan seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, baik masih hidup maupun meninggal dunia, menikah atau belum menikah," tulis Dewan Pers dalam keterangan tertulisnya.

4. Penulisan pemberitaan anak ada aturannya

Tak Bisa Sembarangan, Ini Poin Penting Ciptakan Pemberitaan Ramah AnakIDN Times/Uni Lubis

Pemberitaan terkait anak tidak bisa sembarang dilakukan. Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak dan membuat UndangUndang yang melindungi hak anak yakni Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Ada perbedaan dalam pengaturan batasan usia terkait perlindungan anak. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kode Etik Jurnalistik disebutkan16 tahun, dalam Undang-Undang Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak disebutkan 18 tahun. Dalam Undang-undang Tindak Pidana Perdagangan Orang disebutkan 21 tahun, sedangkan dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan disebutkan 17 tahun.

Baca Juga: Komnas Perempuan Sentil Media Soal Pemberitaan Artis Prostitusi Online

Tak Bisa Sembarangan, Ini Poin Penting Ciptakan Pemberitaan Ramah AnakIDN Times/Arief Rahmat

5. Pedoman dibentuk oleh komunitas pers Indonesia

Tak Bisa Sembarangan, Ini Poin Penting Ciptakan Pemberitaan Ramah AnakIDN Times/Uni Lubis

Pedoman penulisan ramah anak dibentuk oleh komunitas pers Indonesia yang terdiri dari wartawan, perusahaan pers dan organisasi pers yang bersepakat. Pedoman ini sekaligus menjadi panduan dalam melakukan kegiatan jurnalistik. Wartawan Indonesia menurit Dewan Pers, menyadari pemberitaan tentang anak harus dikelola secara bijaksana dan tidak eksploitatif, tentang suatu peristiwa yang perlu diketahui publik.

Bahasa pemberitaan terkait anak dinilai terkadang kerap menggunakan bahasa yang kasar dan vulgar. Media penyiaran juga kerap menampilkan sosok anak yang disamarkan menggunakan topeng atau diblur wajahnya namun masih bisa dikenali ciri-cirinya.

Baca Juga: Pemberitaan Prostitusi, Dewan Pers Sebut Banyak Media Berlebihan

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya