[WAWANCARA KHUSUS] Putra Nababan: Jadi Politikus, Ini Panggilan Hati

Sejak SD ternyata Putra sudah mengidolakan PDI Perjuangan

Denpasar, IDN Times - Puluhan tahun malang melintang di industri media tanah air, tak membuat Putra Nababan berpuas diri. Sosok jurnalis senior ini kini mencoba peruntungan baru dengan memasuki dunia politik.

Berkarier di dunia politik dan memilih PDI Perjuangan sebagai kendaraan politik, ternyata bukan sesuatu yang baru direncanakan oleh Putra. Dijumpai IDN Times di Hotel Grand Inna Bali Beach, Sanur, Bali pada Jumat (9/8), putra politus senior Panda Nababan ini bercerita sudah mengenal PDI Perjuangan sejak masih duduk di bangku sekolah dasar.

Berikut cerita jejak perjalanan Putra Nababan, dari seorang jurnalis menjadi politikus.

1. Kenapa bang Putra akhirnya memutuskan untuk pindah ke dunia politik?

[WAWANCARA KHUSUS] Putra Nababan: Jadi Politikus, Ini Panggilan HatiDok.IDN Times/Istimewa

Ya, kalau saya kan dari kecil memang cita-citanya ingin jadi wartawan. Sekolah jurnalistik, meniti karier di bidang jurnalistik, sampai setelah itu menjadi pemred (pemimpin redaksi) dan saya melihat bahwa keinginan saya untuk menjadi wartawan dan memimpin sebuah redaksi itu sudah paripurna.

Tentunya ada panggilan lain untuk menjalankan peran lagi sebagai seorang politisi. Utamanya sih sebenarnya bukan hanya hanya sekadar mau jadi politisi, tapi mau jadi bagian dari PDI Perjuangan. Kalau politisi itu bisa di mana saja, tapi kalau menjadi bagian dari PDI Perjuangan, ya hanya satu tempat, di PDI Perjuangan.

Biar bagaimanapun ini adalah partai yang saya idolakan sejak saya kecil. Saya pertama kali pernah hadir dalam kampanyenya itu ketika saya masih, kalau nggak salah, kelas 6 SD.

Waktu itu di Lapangan Banteng. Ada kampanye PDIP waktu itu, dan saya sangat mengidolakan kepala banteng. Ini menjadi cita-cita besar dari saya. Jadi selain menjadi jurnalis, saya juga ingin menjadi politisi di PDI Perjuangan.

Yang kedua, kenapa PDI Perjuangan? Karena PDI Perjuangan yang konsisten menjaga ideologi Pancasila, menjaga marwahnya Bung Karno, dan menjaga NKRI serta kebhinekaan.

Sekali lagi saya mengatakan, kalau cuma mau terjun di politik, partai politik itu banyak. Tapi kalau namanya terjun dan ikut menjadi anggota dari PDI Perjuangan, itu nggak banyak, itu cuma satu.

2. Kenapa berpindah ke ranah politik, bukan ranah lainnya, seperti bisnis mungkin?

[WAWANCARA KHUSUS] Putra Nababan: Jadi Politikus, Ini Panggilan HatiIDN Times/Margith Juita Damanik

Karena saya selama 25 tahun menjadi wartawan saya tahu bahwa politik itu, terutama politik negara, yang mengatur dan menciptakan banyak urusan-urusan di republik ini.

Partai politik itu bukan hanya bisa menelurkan mulai dari duta besar siapa, tapi juga bisa menentukan atau mengusung presidennya siapa. Bahkan memilih anggota-anggota dewan, anggota majelis yang memilih presiden.

Jadi banyak sekali hal-hal yang baik yang ditelurkan oleh partai politik yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak.

Termasuk kenapa tidak bisnis, karena politik itu adalah hulunya kita bernegara. Kalau bisnis itu kan hilirnya.

Jadi termasuk politik kebudayaan, bagaimana kita menentukan anggaran untuk keberpihakan kepada rakyat, bagaimana kita menentukan tokoh-tokoh yang akan melayani masyarakat, dan lain sebagainya. Itu semuanya ada di partai politik.

Jadi kenapa politik? Karena politik itu adalah hulunya. Hulunya kita bernegara, hulunya kita bermasyarakat, termasuk berbudaya, sosial kemasyarakatan dan lain sebagainya.

Baca Juga: Pidato Lengkap Megawati di Kongres V PDIP: Cair Hingga Mengocok Perut

3. Mengenal politik sejak kecil, siapa yang mengenalkan?

[WAWANCARA KHUSUS] Putra Nababan: Jadi Politikus, Ini Panggilan HatiDok.IDN Times/Istimewa

Yang memperkenalkan politik kepada saya itu bapak saya. Jadi bapak saya itu memperkenalkan dengan mengajak anaknya.

Waktu itu mungkin dia adalah simpatisan, dia waktu itu ada liputan dan lain sebagainya, saya ikut. Waktu itu saya bahkan masih pakai celana pendek, saya ingat banget. Saya pakai celana pendek, saya pakai pergi kampanye itu pakai kopiah ada logo PDI-nya di kopiah saya.

Jadi saya ya ada di lapangan Banteng, dan ikut menyaksikan. Waktu itu masih nggak ngerti, ramai-ramai, warna merah, kepala banteng kok gagah, segala macam. Masih hal-hal seperti itulah.

Terus ke depan saya melihat bahwa PDI secara konsisten dan terbukti bukan mengejar kemenangan elektoral saja, tapi bagaimana mempertahankan ideologi Pancasila, itu yang paling penting.

4. Siapa sosok politikus idola seorang Putra Nababan?

[WAWANCARA KHUSUS] Putra Nababan: Jadi Politikus, Ini Panggilan HatiDok.IDN Times/Istimewa

Politikus idola saya ya Ibu Megawati. Ibu Megawati, teguh, dan beliau itu meniti kariernya dari bawah.

Dari pengurus DPC, terus beliau itu anggota DPR, beliau itu juga sebagai wakil presiden, beliau sebagai presiden, beliau konsisten menjadi ketua umum

Beliau menjadi ketua umum karena memang itu kehendak kami, kita semua pengurus dari PDI Perjuangan. Warga PDI Perjuangan menghendaki Bu Megawati, bukan maunya Bu Megawati sendiri.

5. Satu setengah tahun di dunia politik. Bagaimana politik Indonesia dari kacamata seorang Putra Nababan?

[WAWANCARA KHUSUS] Putra Nababan: Jadi Politikus, Ini Panggilan HatiDok.IDN Times/Istimewa

Macam-macam ya, beragam ya. Artinya politik Indonesia itu ada yang memaknai politik Indonesia sebagai sesuatu elektoral. Elektoral, yang penting menang, menghalalkan segala cara.

Tapi ada juga dunia politik seperti yang ada di PDI Perjuangan, kita berjuang untuk sesuatu yang benar. Bahwa kemudian menang atau kalah itu urusan nomor dua. Jadi PDI Perjuangan itu tidak membatasi dirinya.

Padahal itu menghalalkan segala cara untuk kemenangan. Jadi kita bersyukur masih ada PDI Perjuangan yang memperjuangkan kebenaran dengan hasil bisa menang bisa kalah.

Kita bersyukur PDI Perjuangan untuk kedua kalinya secara berturut-turut menang dalam pemilu legislatif. Di era reformasi sudah menang tiga kali.

Jadi kita berharap apa yang kita lakukan ini bisa mewarnai politik Indonesia. Bukan hanya sekadar kepentingan elektoral, tapi juga ada kepentingan ideologi.

Apa yang kita saksikan, kedatangan Prabowo Subianto ke ajang kongres itu adalah satu puncak keadaban dalam berpolitik. Ibu Megawati mau menunjukkan bahwa kita berpolitik ini ada kegembiraan, ada keadaban.

Itu ditunjukkan oleh Pak Prabowo juga. Itu yang Ibu Megawati bilang, "capek ya tempur terus ya, tapi nanti kita tempur lagi di 2024". Enggak apa-apa, pada waktunya kita tempur lagi, tapi ada waktunya kita berangkulan kita selesai kita membangun bangsa dan negara ini bersama-sama tidak terus-terusan kita bertempur.

6. Bagaimana pengalamannya lebih kurang delapan bulan bertempur di "dapil neraka" menuju Senayan?

[WAWANCARA KHUSUS] Putra Nababan: Jadi Politikus, Ini Panggilan HatiDok.IDN Times/Istimewa

Dapil neraka banget. DKI 1 Jakarta Timur memang jadi tantangan buat PDI Perjuangan. Waktu itu selama reformasi kita selalu memperoleh satu kursi dan perolehan suaranya tidak terlalu banyak tidak lebih dari 35.000 atau 40.000.

Kemarin saya diperintahkan sebagai petugas partai untuk maju dari DKI 1 Jakarta Timur, di mana tantangannya buat PDI Perjuangan dan Pak Jokowi di sana tidak mudah. Tentunya saya berterima kasih atas kepercayaan yang diberikan dan saya berterima kasih kepada pemilih yang ada di sana, dan kepada simpul-simpul yang membantu saya, dan kepada pengurus partai yang di sana kita bergotong royong, kita bekerja sama, bersama-sama untuk meraih kepercayaan masyarakat, itu yang paling penting.

Meraih kepercayaan masyarakat melalui berbagai platform, bukan hanya pidato tatap muka, tapi juga menggunakan sosial media berkomunikasi dengan kalangan millennials.

Berkomunikasi dengan kalangan ibu-ibu. Ibu di sana adalah pemilih yang menurut saya sangat perlu diperhatikan diambil simpatinya.

Mereka yang belum mengenal PDI Perjuangan, ya kita tidak perlu bercerita dulu tentang PDI Perjuangan, tapi kita bercerita tentang ideologi PDI Perjuangan dan hasil kerja PDI Perjuangan.

Kalau mereka menerima penerima PKH Program Keluarga Harapan, penerima kartu Kartu Indonesia Pintar, Indonesia sehat, Indonesia Sejahtera, kita enggak usah cerita PDI Perjuangannya dulu tapi kemudian di ujung cerita saya menyampaikan bahwa itu adalah program Pak Jokowi yang di siapkan oleh PDI Perjuangan.

Baru keluar PDI Perjuangannya, baru kita cerita PDI Perjuangan. Jangan kita bertemu dengan semua orang langsung ngomong teriak merdeka, merdeka, jangan. Narasinya harus diatur sehingga orang itu bisa menerima.

Dan kita bersyukur dalam hal ini mereka bisa menerima. Kalau tidak bisa menerima saya, mereka bisa menerima PDI Perjuangan, yang penting kita masuk dulu.

Kalau tidak bisa menerima saya, dia bisa menerima Pak Jokowi, yang penting kita masuk dulu. Nah, itu cara mengambil simpati dari masyarakat seperti itu.

Yang meringankan beban kita dalam bertugas adalah karena PDI Perjuangan dan Pak Jokowi sudah berbuat. Jadi saya itu kerjanya nggak terlalu berat di dalam menyosialisasikan. Kecuali saya berada dalam partai politik yang tidak berbuat apa-apa, belum ada hasilnya, itu lebih berat.

Tapi ketika saya berada di PDI Perjuangan, saya punya presiden namanya Pak Jokowi punya ketua umum namanya Ibu Megawati, terus bercerita tentang kader-kader Ibu Megawati yang sudah jadi kepala daerah, maksud saya kok ngomongnya jadi ringan, ceritanya jadi banyak, ngoceh jadi enak.

Jadi ada buktinya. Gak ngapusi. Gak bohong. Itu yang menurut saya membuat langkah kita menjadi ringan, menjadi optimis bersosialisasi di tengah masyarakat Jakarta Timur.

Baca Juga: Megawati Lantik Risma Jadi Ketua DPP PDIP

7. Saat berjuang di Jakarta Timur memang punya ambisi sendiri untuk menang?

[WAWANCARA KHUSUS] Putra Nababan: Jadi Politikus, Ini Panggilan HatiDok.IDN Times/Istimewa

Enggak, ini bukan masalah ambisius, ini target kemenangan. Kita harus menang.

Bahkan Puji Tuhan, bahwa di sana itu bukan hanya menang, tapi menang kepercayaan yang cukup besar. (Suara) 101.769 itu besar sekali.

Kedua, PDI Perjuangan dua kursi, sesuai dengan target yang diberikan partai kepada kita. Tidak pernah dalam sejarah PDI Perjuangan di sana memperoleh raihan suara sebanyak itu.

Yang kedua, untuk memperoleh tambahan kursi itu yang paling penting dan sekali lagi itu bisa terjadi karena memang PDI Perjuangannya, ibu ketua umum, dan Pak Jokowi. Saya itu cuman menjadi petugas partai yang meyakinkan masyarakat bahwa pilihan kamu itu benar.

Kalau yang baik maju cuma Putra Nababan gak bakal jadi. Jadi jangan merasa bisa, merasa jago. Merasa bisa karena yang kita bawa ini adalah nama besar.

Dari jualannya itu agar lebih mudah dibandingkan kalau kita bawa nama yang lain dan saya sadar penuh soal hal ini. Saya sebagai seorang komunikator, belajar media, saya pelaku media, dan segala macam, saya sadar betul bahwa content is the king. Kontennya PDI Perjuangan dan Pak Jokowi.

8. Apa saja kesulitan selama masa-masa kampanye untuk menjadi anggota dewan?

[WAWANCARA KHUSUS] Putra Nababan: Jadi Politikus, Ini Panggilan HatiDok.IDN Times/Istimewa

Kesulitannya adalah di sana kan kita tahu mereka tidak terlalu banyak terpapar oleh PDI Perjuangan, dan mereka juga tidak terlalu terpapar oleh Pak Jokowi.

Karena di sana kan adalah mereka yang banyak mereka yang kontra dengan Pak Jokowi, dan banyak yang kontra dengan partai. Kesulitannya adalah itu. Kita harus menjelaskan ulang, kita harus berkomunikasi ulang, dan kita bergaul di tengah masyarakat yang memang asing dengan ideologi partai, dengan program kerjanya pemerintah, memperkenalkan lagi, dan kita harus punya militansi.

Saya itu bisa masuk sampai di satu rumah minimal 30 menit. Itu bisa 400 rumah, minimal 30 menit. Tapi yang di bawah 30 menit, 20 menit sampai 15 menit tuh banyak.

Tapi yang menurut saya bisa menggaet hati masyarakat itu harus 30 menit saya ngomong. Karena yang saya jelaskan itu banyak dari mulai Pancasila, siapa PDI Perjuangan, kenapa saya menjadi calon anggota legislatif, karena orang akan mengenal saya di TV, kenapa sudah enak-enak di TV sekarang mau jadi politisi dan maju dari PDI Perjuangan? Saya kan harus jelaskan kepada mereka kenapa saya bangga menjadi PDI Perjuangan.

Itu yang paling penting, dan itu saya sampaikan kenapa Saya bangga menjadi PDIP Perjuangan.

9. Apakah sudah punya persiapan khusus untuk menduduki kursi parlemen nanti? Adakah komisi yang diincar?

[WAWANCARA KHUSUS] Putra Nababan: Jadi Politikus, Ini Panggilan HatiDok.IDN Times/Istimewa

Kalau di PDI Perjuangan, sekali lagi kita bangga menjadi petugas partai, kita pasti harus ditempatkan di manapun kita mampu. Namanya politisi itu harus bisa di segala lini.

Mau di komisi pertahanan, komisi ekonomi, komisi budaya, olahraga, sumber daya manusia, dan sebagainya.

Tapi memang dengan disiplin ilmu yang saya miliki, ada keinginan saya juga ingin ngurusin manusia, kali ini di sumber daya manusia. Saya lihat partai, Ibu Megawati, dan serta Pak Jokowi itu punya perhatian yang khusus terhadap sumber daya manusia. Jadi sejalan. Saya ingin berjuang di sana.

Kebetulan waktu saya di Metro TV dan di RCTI saya itu banyak memimpin. Banyak memimpin baik departemen, divisi, menjadi pemimpin redaksi, dan segala macam itu banyak mengorganisir orang. Yang saya ingin itu saya lanjutkan.

Bagaimana bisa bergerak mengelola orang, mikirin soal manusia, pengembangan talenta Indonesia, itu yang saya inginkan.

Tapi sekali lagi, dengan senang hati saya mengikuti keinginan arahan dari partai. Karena partai yang bisa melihat strategi besar. Kalau kita subjektif, kalau partai melihatnya objektif.

Saya waktu jadi Pemred juga begitu. Saya tanya banyak orang mau kok, aku mau liputannya politik, aku maunya olahraga, aku maunya ekonomi, itu maunya dia, boleh, tapi saya sebagai pemimpin redaksi, saya melihat kebutuhan.

Kamu boleh di politik tapi nanti, setahun lagi. Sekarang liputan kamar mayat dulu, liputan kriminal dulu, supaya kamu berkembang. Itu supaya sebagai pimpinan melihatnya secara objektif.

Kadang jauh dari angan-angan. Tapi kita tahu kok keinginan dia ke mana. Jadi nanti kita arahkan secara pelan-pelan

10. Kehidupan pribadi Putra Nababan berubah tidak setelah terjun ke dunia politik?

[WAWANCARA KHUSUS] Putra Nababan: Jadi Politikus, Ini Panggilan HatiDok.IDN Times/Istimewa

Gak juga sih ya. Saya waktu jadi wartawan juga totalitas ya, dan keluarga itu sudah mewakafkan saya untuk publik. Ya dan sekarang pun dengan segala kebanggaan istri dan dua anak saya juga mau wakafkan saya kepada kegiatan-kegiatan partai.

Dan meskipun istri saya sekarang sedang mengandung juga, dia juga tidak tiba-tiba merengek-rengek, tidak menuntut dan segala macam, tapi tetap membiarkan saya untuk beraktivitas seperti halnya ketika saya menjadi wartawan

Baca Juga: [WAWANCARA KHUSUS] Tina Toon Buka-bukaan Soal Megawati dan PDIP

11. Saat meninggalkan dunia jurnalistik dan terjun ke dunia politik, apakah keluarga langsung mendukung?

[WAWANCARA KHUSUS] Putra Nababan: Jadi Politikus, Ini Panggilan HatiDok.IDN Times/Istimewa

Kalau istri saya kan anak politisi ya, tapi dia selalu mengatakan dia menanyakan motivasi saya apa. Kalau motivasi saya itu benar, dia mendukung, kalau motivasi saya adalah bukan masuk PDI Perjuangan, motivasi saya mengawal Pancasila.

Didukung dan anak-anak mendukung. Itu yang paling penting buat saya, karena kalau tanpa motivasi yang benar niscaya dukungan itu akan datang.

Tapi ketika saya menyampaikan bahwa keyakinan saya di balik saya masuk politik itu ada cerita a,b,c,d mereka langsung bilang oke, kita dukung.

12. Sebagai seorang politisi, bagaimana bang Putra melihat media saat ini?

[WAWANCARA KHUSUS] Putra Nababan: Jadi Politikus, Ini Panggilan HatiIDN Times/Margith Juita Damanik

Saya melihat media itu, bahwa media itu tetap bertumbuh dan berkembang di dalam menyampaikan keinginan masyarakat, dan menyampaikan pandangan dari pemerintah, ataupun pandangan dari pejabat yang ada.

Sekarang cuma karena saya juga politisi yang pernah praktik di media, saya juga melihat bahwa media itu sendiri harus berkembang.

Media itu harus berkembang karena saat ini media itu tidak hanya sekadar online tapi media itu mempunyai platform yang berbeda-beda. Bukan hanya di sosial media dia, tapi di grup-grup chat, jadi itu banyak sekali platformnya.

Dibandingkan ketika saya jadi reporter dulu sampai saya pensiun menjadi pemred, platformnya sangat besar. Jadi untuk itu menurut saya pengelola media itu juga harus punya cita rasa kekinian di dalam pengemasan, dan pengelolaan, dan penyampaian.

Ini tantangan berat bagi teman-teman pengelola media. Baik itu dia redaktur, ataupun dia pemimpin redaksi, ataupun dia pengelola bisnis, dan sebagainya. Karena apa? Karena jangan sampai mereka ditinggal oleh pembacanya, oleh penontonnya, dan lain sebagainya.

Jadi saya melihat ada kegundahan di tengah-tengah pengelola media. Banyak sekali kegundahan, itu bahkan kalau mau dibilang ada kebingungan juga bagaimana ini kita bisa menguasai opini publik sekarang ini, bagaimana kita menguasai pembaca.

Menurut saya itu tantangan dari media dan tantangan politik juga bagaimana kita menyuarakan suara partai di tengah-tengah masyarakat.

13. Jika ada jurnalis yang mejadi kader partai, apakah sebaiknya dia berhenti sebagai jurnalis atau melanjutkan dan hanya ambil cuti jika harus kampanye?

[WAWANCARA KHUSUS] Putra Nababan: Jadi Politikus, Ini Panggilan HatiDok.IDN Times/Istimewa

Kalau saya, kalau dia statusnya hanya sebagai anggota, punya KTA, nggak ada masalah. Tapi kalau dia menjadi pengurus, ya dia harus berhenti. Kalau dia jadi pengurus, nggak boleh memang.

Makanya saya pensiun dulu, baru saya aktif total di partai. Kalau punya kartu anggota nggak apa-apa. Saya juga punya kartu anggota dari tahun 2008.

Saya menjadi simpatisan PDI Perjuangan sejak saya selesai kuliah. Simpatisan, anggota, dan sekarang kader, nggak ada masalah.

Kalau misalnya teman-teman di IDN Times punya kartu anggota yang nggak masalah. Yang penting tidak jadi pengurus.

Kalau dia jadi kader, jadi caleg, segala macam, ya memang harus berhenti. Supaya dia objektif dalam memberitakan.

Baca Juga: 10 Potret Karisma Putra Nababan, Mantan Jurnalis yang Lolos ke Senayan

Topik:

  • Margith Juita Damanik
  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya