10 Pahlawan Ini Pilih Berjuang Lewat Bangku Pendidikan

Pendidikan menjadi usaha memperjuangkan kemerdekaan

Jakarta, IDN Times - Sejarah Indonesia mencatat, banyak tokoh pergerakan nasional yang berjuang dalam mewujudkan Indonesia merdeka yang bebas dari penjajah. Adapun tokoh-tokoh pergerakan tersebut tidak hanya berlatar belakang tentara atau politisi. Banyak tokoh pergerakan nasional yang berjuang dalam ranah pendidikan.

Pahlawan-pahlawan yang bergerak di bidang pendidikan ini menilai otak rakyat harus diisi jika bangsa ini ingin terbebas dari belenggu penjajahan. Maka itu, tak sedikit pahlawan nasional yang berjuang membangun lembaga-lembaga pendidikan demi mencerdaskan masyarakat yang buta ilmu pengetahuan.

Siapa saja deretan pahlawan yang berjuang di garis pendidikan?

1. Ki Hajar Dewantara

10 Pahlawan Ini Pilih Berjuang Lewat Bangku PendidikanPatung Ki Hajar Dewantara di depan Pendopo Agung Taman Siswa (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau lebih dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara adalah aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda.

Dia adalah pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.

Soewardi kembali ke Indonesia setelah dari Negeri Belanda pada September 1919. Dia segera bergabung dalam sekolah binaan saudaranya. Pengalaman mengajar ini kemudian digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada 3 Juli 1922: Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa.

Saat dia genap berusia 40 tahun--menurut hitungan penanggalan Jawa, dia mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Soewardi tidak lagi menggunakan gelar kebangsawanan di depan namanya. Hal ini dimaksudkan supaya ia bebas dekat dengan rakyat, baik secara fisik maupun jiwa.

Semboyan dalam sistem pendidikan yang dipakainya kini sangat dikenal di kalangan pendidikan Indonesia. Secara utuh, semboyan itu dalam bahasa Jawa berbunyi Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Yang memiliki arti di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan. Semboyan ini masih tetap dipakai dalam dunia pendidikan Indonesia, terlebih di sekolah-sekolah perguruan taman siswa.

2. Dewi Sartika

10 Pahlawan Ini Pilih Berjuang Lewat Bangku PendidikanDewi Sartika (duduk) di tengah guru-guru Sakola Kautamaan Isteri. (humas.bandung.go.id)

Sejak 1902, Dewi Sartika sudah merintis pendidikan bagi kaum perempuan. Di sebuah ruangan kecil, di belakang rumah ibunya di Bandung, Jawa Barat, Dewi Sartika mengajar di hadapan anggota keluarganya yang perempuan.

Dia mengajar keterampilan seperti merenda, memasak, jahit-menjahit, membaca, menulis dan sebagainya. Usai berkonsultasi dengan Bupati R A Martenagara, pada 16 Januari 1904, Dewi Sartika membuka Sakola Istri (Sekolah Perempuan) pertama se-Hindia-Belanda. Tenaga pengajarnya tiga orang, yaitu Dewi Sartika dan dibantu dua saudaranya.

Memasuki usia ke-10 pada 1914, nama sekolahnya diganti menjadi Sakolah Kautamaan Istri. Pada September 1929, Dewi Sartika mengadakan peringatan pendirian sekolahnya yang telah berumur 25 tahun, yang kemudian berganti nama menjadi Sakola Raden Déwi. Atas jasanya dalam bidang ini, dia dianugerahi bintang jasa oleh pemerintah Hindia-Belanda.

3. KH Ahmad Dahlan

10 Pahlawan Ini Pilih Berjuang Lewat Bangku PendidikanKH Ahmad Dahlan (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Kiai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis adalah pahlawan nasional Indonesia. Pada 1912,dia mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaruan Islam di bumi Nusantara.

Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaruan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia kembali hidup menurut tuntunan Alquran dan al-Hadis. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada 18 November 1912. Dan sejak awal, Dahlan telah menetapkan Muhammadiyah bukan organisasi politik, tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.

Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat. Sehingga dia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam, dan Komite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.

4. Raden Ajeng Kartini

10 Pahlawan Ini Pilih Berjuang Lewat Bangku PendidikanRA Kartini (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Raden Ajeng Kartini adalah pahlawan nasional Indonesia yang menjadi pelopor kebangkitan perempuan. Dia diperbolehkan bersekolah di ELS (Europese Lagere School) hingga usia 12 tahun. Di sekolah ini, Kartini belajar bahasa Belanda, tetapi setelah usia 12 tahun, ia harus tinggal di rumah karena dipingit.

Oleh orang tuanya, Kartini dijodohkan dengan Bupati Rembang KRM Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat, yang sudah pernah memiliki tiga istri. Kartini menikah pada 12 November1903.

Suaminya mengerti keinginan Kartini dan dia diberi kebebasan serta didukung mendirikan sekolah wanita di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang, atau di sebuah bangunan yang kini digunakan sebagai Gedung Pramuka.

5. Rohana Kuddus

10 Pahlawan Ini Pilih Berjuang Lewat Bangku PendidikanRumah Kerajinan Amai Setia yang didirikan Rohana Kudus di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat. (Google Street View)

Roehana adalah perempuan yang mempunyai komitmen kuat pada pendidikan, terutama untuk kaum perempuan. Pada zamannya Roehana, termasuk salah satu dari segelintir perempuan yang percaya bahwa diskriminasi terhadap perempuan, termasuk kesempatan untuk mendapat pendidikan adalah tindakan semena-semena dan harus dilawan. Dengan kecerdasan, keberanian, pengorbanan serta perjuangannya Roehana melawan ketidakadilan untuk perubahan nasib kaum perempuan.

Berbekal semangat dan pengetahuan yang dimilikinya dan menikah pada usia 24 tahun dengan Abdul Kudus yang berprofesi sebagai notaris, Roehana mendirikan sekolah keterampilan khusus perempuan pada 11 Februari 1911 yang diberi nama Sekolah Kerajinan Amai Setia.

Di sekolah ini diajarkan berbagai keterampilan untuk perempuan seperti keterampilan mengelola keuangan, tulis-baca, budi pekerti, pendidikan agama dan Bahasa Belanda.

Banyak sekali rintangan yang dihadapi Roehana dalam mewujudkan cita-citanya. Jatuh bangun memperjuangkan nasib kaum perempuan penuh dengan benturan sosial menghadapi pemuka adat dan kebiasaan masyarakat Koto Gadang, bahkan fitnahan yang tak kunjung menderanya seiring dengan keinginannya memajukan kaum perempuan. Namun gejolak sosial yang dihadapinya justru membuatnya tegar dan semakin yakin dengan apa yang diperjuangkan.

6. KH Hasyim Asy’ari

10 Pahlawan Ini Pilih Berjuang Lewat Bangku PendidikanKH Hasyim Asy'ari (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Kiai Haji Mohammad Hasyim Asy'arie adalah salah seorang pahlawan nasional Indonesia yang merupakan pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia. Di kalangan Nahdliyin dan ulama pesantren, ia dijuluki dengan sebutan Hadratus Syeikh yang berarti Maha Guru.

Pada 1899, sepulangnya dari Makkah, Hasyim Asy’ari mendirikan Pondok Pesantren Tebu Ireng yang menjadi pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad ke-20.

KH Hasyim Asy’ari merupakan satu-satunya penyandang gelar Rais Akbar NU hingga akhir hayatnya. Dia ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia pada 17 November 1964 berkat jasanya melawan penjajah, salah satunya dengan memutuskan NU untuk mengeluarkan Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang akhirnya ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional.

7. As’ad Syamsul Arifin

10 Pahlawan Ini Pilih Berjuang Lewat Bangku PendidikanAs’ad Syamsul Arifin (kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Pada 1908, setelah pindah ke Situbondo, Kiai As'ad dan ayahnya beserta para santri yang ikut datang dari Madura menebang hutan di Dusun Sukorejo, untuk mendirikan pesantren dan perkampungan. Pemilihan tempat tersebut atas saran dua ulama terkemuka asal Semarang, Habib Hasan Musawa dan Kiai Asadullah.

Usaha Kiai As'ad dan ayahnya akhirnya terwujud. Sebuah pesantren kecil dibangun hanya terdiri dari beberapa gubuk kecil, musala, dan asrama santri yang saat itu masih dihuni beberapa orang saja. Sejak 1914, pesantren tersebut berkembang bersamaan dengan datangnya santri dari berbagai daerah sekitar. Pesantren tersebut yang akhirnya dikenal dengan nama Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah.

Setelah KH Syamsul Arifin meninggal pada 1951, pondok pesantren tersebut ganti diasuh Kiai As'ad. Di bawah kepemimpinan Kiai As'ad, Pondok Pesantren Salafiyah Syafi'iyah berkembang semakin pesat, dengan bertambahnya santri hingga mencapai ribuan.

Kemudian, lembaga pendidikan dari pesantren tersebut akhirnya semakin diperluas tanpa meninggalkan sistem lama yang menunjukkan ciri khas pesantren. Pesantren tersebut mendirikan Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah, kemudian didirikan pula sekolah umum seperti SMP, SMA, dan SMEA.

8. KH Mas Mansyur

10 Pahlawan Ini Pilih Berjuang Lewat Bangku Pendidikan(muhammadiyahstudies.blogspot.com)

KH Mas Mansyur membentuk majelis diskusi bersama Wahab Hasbullah yang diberi nama Taswir al-Afkar. Terbentuknya majelis ini diilhami masyarakat Surabaya yang masih kolot dan sulit diajak maju. Bahkan mereka sulit menerima pemikiran baru yang berbeda dengan tradisi yang mereka pegang.

Taswir al-Afkar merupakan tempat berkumpulnya para ulama Surabaya yang sebelumnya mengadakan kegiatan pengajian di rumah atau di surau masing-masing. Masalah yang dibahas berkaitan dengan masalah yang bersifat keagamaan murni sampai masalah politik perjuangan melawan penjajah.

Aktivitas Taswir al-Afkar itu mengilhami lahirnya berbagai aktivitas lain di berbagai kota, seperti Nahdhah al-Wathan yang menitikberatkan pada pendidikan. Sebagai lanjutan Nahdhah al-Wathan, Mas Mansyur dan Abdul Wahab Hasbullah mendirikan madrasah bernama Khitab al-Wathan, kemudian madrasah Ahl al-Wathan di Wonokromo, Far'u al-Wathan di Gresik dan Hidayah al-Wathan di Jombang.

Jika diamati dari nama yang mereka munculkan, yaitu wathan yang berarti tanah air, maka dapat diketahui bahwa kecintaan mereka terhadap tanah air sangat besar. Mereka berusaha mencerdaskan bangsa Indonesia dan mengajak mereka untuk membebaskan tanah air dari belenggu penjajah.

9. Mohammad Syafei

10 Pahlawan Ini Pilih Berjuang Lewat Bangku PendidikanIlustrasi Bukittinggikota (bukittinggikota.go.id)

Mohammad Syafei mendirikan sekolah yang diberi nama Indonesische Nederland School (INS) pada 1926. Sekolah ini didirikan di atas lahan seluas 18 hektare dan di pinggir jalan raya Padang Bukittinggi. Dia membiayai sekolah itu dengan menerbitkan buku-buku kependidikan yang ditulisnya.

Sumber keuangan juga berasal dari sumbangan-sumbangan yang diberikan ayahnya dan simpatisan-simpatisan, serta dari berbagai acara pengumpulan dana seperti mengadakan pertunjukan teater, pertandingan sepak bola, menerbitkan lotre dan menjual hasil karya seni buatan murid-muridnya.

Syafei memiliki pandangan bahwa pergerakan nasional Indonesia hanya akan berhasil mencapai tujuannya dengan cepat dan tepat, karena kemerdekaan tidak mungkin diperoleh dengan beberapa orang pemimpin saja, tetapi harus didukung seluruh rakyat.

Oleh karena itu, rakyat juga harus ikut berjuang dan agar perjuangan dapat mencapai tujuan, maka rakyat perlu ditingkatkan kecerdasannya. Untuk meningkatkan kecerdasan rakyat, pendidikan harus ditingkatkan pula yaitu pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan perjuangan mencapai Indonesia Merdeka.

10. Raden Ayu Lasminingrat

10 Pahlawan Ini Pilih Berjuang Lewat Bangku PendidikanRaden Ayu Lasminingrat [nomor tiga dari kiri]. (pustaka.unpad.ac.id)

Raden Ayu Lasminingrat lahir di Garut pada 1843, atau 36 tahun sebelum RA Kartini dilahirkan. Selain menulis karyanya sendiri, dia juga banyak menerjemahkan buku-buku anak sekolah dari bahasa Belanda ke bahasa Sunda, baik menggunakan aksara Jawa maupun Latin.

Hal itu tidak aneh, mengingat Lasminingrat memang sempat diasuh teman Belanda ayahnya, Levyson Norman. Dia pun menjadi perempuan pribumi satu-satunya yang mahir menulis dan berbahasa Belanda pada masanya.

Dalam buku Semangat Baru: Kolonialisme, Budaya Cetak, dan Kesastraan Sunda Abad ke-19, Mikihiro Moriyama mencatat, sejak kecil, Lasminingrat bercita-cita memajukan pendidikan kaum hawa. Lalu, setelah dipinang Bupati Garut RAA Wiratanudatar VIII, dia memilih pensiun dari dunia kesusastraan dan fokus kepada pendidikan perempuan.

Pada 1907, Lasminingrat mendirikan sekolah keutamaan istri. Sekolah ini dianggap cukup maju karena sudah menggunakan sistem kurikulum. Materi pembelajaran diarahkan pada keterampilan rumah tangga seperti memasak, mencuci, dan menjahit.

Dia berharap, setelah menikah, muridnya telah pandai mengurus suami dan mendidik anak-anak. Dalam kurun empat tahun, jumlah murid keutamaan istri tumbuh menjadi sekitar 200 orang. Lalu, 15 ruang kelas dibangun seluruh murid dapat tertampung.

Pada 1913, sekolah ini bahkan mendapat pengakuan resmi dari pemerintah Hindia Belanda. Sejarah juga mencatat, Lasminingrat adalah tokoh di balik pendirian Sakola Istri asuhan Dewi Sartika. Jika Dewi Sartika disebut-sebut sebagai tokoh pendidikan, maka tak berlebihan jika Lasminingrat didaulat sebagai tokoh perempuan intelektual pertama Indonesia.

Baca Juga: 12 Pahlawan Nasional yang Juga Berkecimpung di Dunia Politik

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya