Identik Jabatan Politik, Ini Jaksa Agung yang Memiliki Karier Jaksa

Hanya 6 dari 23 Jaksa Agung yang berasal dari karier jaksa

Jakarta, IDN Times - Kemarin menjadi peringatan Hari Bakti Adhyaksa ke-59. Sejak Indonesia merdeka, lembaga yang menaungi para jaksa ini sudah pernah dipimpin 23 Jaksa Agung. Posisi jabatan yang ditentukan presiden ini pernah diduduki dari beragam latar belakang, walaupun mereka tentu saja mengerti tentang hukum.

Dari 23 Jaksa Agung yang pernah menduduki posisi sebagai orang nomor satu di lembaga kejaksaan, ternyata hanya sebagian yang berlatar belakang karier sebagai seorang jaksa.

1. Singgih (3 Agustus 1990-14 Maret 1998)

Identik Jabatan Politik, Ini Jaksa Agung yang Memiliki Karier Jaksa(Ilustrasi) IDN Times/Galih Persiana

Munculnya Singgih sebagai Jaksa Agung menjadi fenomena baru di kalangan kejaksaan. Sebab, ia menjadi Jaksa Agung pertama yang berlatar belakang karier sebagai seorang jaksa. Dia dilantik Presiden Soeharto menggantikan almarhum Sukarton Marmosudjono yang meninggal dunia pada 29 Juni 1990.

Singgih yang lahir di Jombang, Jawa Timur, sebagai anak bungsu dari tiga bersaudara ini sejak remaja sudah bercita-cita menjadi penegak hukum. Sebagai penerima beasiswa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pada 1960, Singgih menyelesaikan kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya.

Kariernya dimulai sebagai jaksa di Direktorat Reserse Kejaksaan Agung. Prestasi Singgih terus menanjak. Ia pernah menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar dan Jakarta Pusat, Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB, Sulawesi Utara, dan Kejati Jakarta.

Singgih sempat ditarik Menteri Kehakiman Ismail Saleh menjadi Inspektur Jenderal Departemen Kehakiman, sebelum diangkat menjadi Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus.

Dilansir dari laman resmi kejaksaan RI, pejabat yang dikenal sejawatnya sebagai pekerja keras itu juga dikenal lihai dalam strategi. Ayah empat anak itu pernah mengendalikan persidangan berbagi kasus G3S-PKI, Malari, dan Tanjungpriok.

Sebagai jaksa karier, dia dianggap sebagai salah satu jaksa yang memberi keteladanan dalam profesionalisme.

Beberapa peristiwa penting yang terjadi pada masa Jaksa Agung Singgih di antaranya terbongkarnya kasus kredit Bapindo kepada Golden Key Grup pimpinan Eddy Tansil, peristiwa 27 Juli 1996 di kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia, dan
terbongkarnya kasus korupsi pada Bank Duta dengan terdakwa Dicky Iskandardinata.

Atas keberhasilannya, Presiden Soeharto menganugerahi Singgih dengan penghargaan Bintang Maha Putra Adipradana. Selain mendapat penghargaan itu, Singgih juga mendapat penghargaan Bintang Pratamabhorn Knight Grand Cross of The Most Exalted Order of The White Elephant dari Raja Thailand (1993).

Baca Juga: Ini Kronologi OTT Dua Jaksa Hingga Diserahkan KPK ke Kejaksaan Agung

2. Soedjono C Atmonegoro (20 Maret 1998-15 Juni 1998)

Identik Jabatan Politik, Ini Jaksa Agung yang Memiliki Karier Jaksa(Ilustrasi) IDN Times/Auriga

Soedjono Chanafiah Atmonegoro adalah Jaksa Agung RI pada Kabinet Pembangunan VII dan Kabinet Reformasi pada era Presiden Soeharto, dan merupakan Jaksa Agung  yang kedua dari kalangan sipil, setelah Singgih. Kendati, mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan ini pula yang membentuk tim pengusut harta kekayaan Soeharto saat dipercaya jadi anggota Kabinet Reformasi.

Soedjono hanya menjabat sebagai Jaksa Agung selama 88 hari. Penggantiannya yang terkesan mendadak sempat memunculkan berbagai rumor yang dikait-kaitkan dengan tim yang dibentuknya itu.

Soedjono membantah rumor tersebut dengan mengatakan dia telah mengajukan pengunduran diri. Dia menegaskan bahwa pergantian dirinya tidak mendadak dan tidak ada kaitan dengan tindakannya yang progresif dalam mengusut harta Soeharto.

3. Baharuddin Lopa (6 Juni 2001-3 Juli 2001)

Identik Jabatan Politik, Ini Jaksa Agung yang Memiliki Karier Jaksa(Ilustrasi) IDN Times/Fitang Budhi Adhitya

Baharuddin Lopa adalah Jaksa Agung RI yang menjabat sejak 6 Juni 2001 hingga wafatnya pada 3 Juli 2001. Dia meninggal dunia pada usia 66 tahun, di Rumah Sakit Al-Hamadi Riyadh, Arab Saudi, pukul 18.14 waktu setempat atau pukul 22.14 WIB, pada 3 Juli 2001. Dia meninggal akibat gangguan pada jantungnya. Pria kelahiran Mandar, Sulawesi Selatan, 27 Agustus 1935 ini juga adalah mantan Duta Besar RI untuk Arab Saudi.

Sepanjang kariernya di kejaksaan, Baharuddin pernah menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi di Sulawesi Tenggara, Aceh, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan, serta Kepala Pusdiklat Kejaksaan Agung di Jakarta.

Begitu menjabat Jaksa Agung, menggantikan Marzuki Darusman, Baharuddin langsung bekerja keras memberantas korupsi. Dia langsung memburu Sjamsul Nursalim yang sedang dirawat di Jepang dan Prajogo Pangestu yang dirawat di Singapura, agar segera pulang ke Jakarta.

Baharuddin juga memutuskan untuk mencekal Marimutu Sinivasan. Namun ketiga konglomerat 'hitam' tersebut mendapat penangguhan proses pemeriksaan langsung dari Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Baharuddin juga menyidik keterlibatan Arifin Panigoro, Akbar Tandjung, dan Nurdin Halid dalam kasus korupsi.

Gebrakan Baharuddin sempat dinilai bernuansa politik oleh berbagai kalangan, namun dia tidak mundur. Dia bertekad melanjutkan penyidikan, kecuali ia tidak lagi menjabat Jaksa Agung.

Meski menjabat Jaksa Agung hanya 1,5 bulan, ia berhasil menggerakkan Kejaksaan Agung untuk menuntaskan perkara-perkara korupsi dan mencatat deretan panjang konglomerat serta pejabat yang diduga terlibat Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), untuk diseret ke pengadilan.

Ketegasan dan keberanian Baharuddin jadi momok bagi para koruptor kakap dan teladan bagi orang-orang yang berani melawan arus kebobrokan.

4. Hendarman Supandji (9 Mei 2007-24 September 2010)

Identik Jabatan Politik, Ini Jaksa Agung yang Memiliki Karier JaksaIDN Times/Abdurrahman

Jaksa Agung Hendarman Supandji kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 6 Januari 1947 adalah jaksa karier yang mengawali kariernya di Kejaksaan RI sejak 1979. Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, serta Notariat Universitas Indonesia ini mengawali kariernya dengan menjadi jaksa di Kejaksaan Negeri Pusat.

Tiga tahun kemudian, Hendarman dilantik menjadi Staf Pusat Operasi Intelijen Kejaksaan Agung. Ini adalah tugas pertama yang mendekatkan dia dengan dunia intelijen hingga Hendarman ditempatkan di Badan Koordinasi Instruksi Presiden untuk masalah narkotika dan di Botasupal Bakin hingga 1985.

Setelah itu, Hendarman menjabat sebagai Kepala Seksi Penanggulangan Tindak Pidana Umum Intelijen Kejaksaan Agung pada selama 1985-1990. Tak sampai setahun, ia ditugaskan sebagai Atase Kejaksaan di KBRI Bangkok pada 1990-1995.

Setelah lima tahun di Bangkok, Hendarman kembali ke Tanah Air untuk menjabat sebagai Kepala Pusdiklat Kejaksaan Agung pada 1995-1996. Setelah sempat menjadi Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara di Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan pada 1996-1997, ia lantas menjadi Staf Khusus Jaksa Agung pada 1998. Pada tahun yang sama, ia juga diangkat untuk menduduki Kepala Biro Keuangan Kejaksaan Agung hingga 2002.

Kariernya bersinar saat Henderman dipilih menjadi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) pada masa kepemimpinan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh. Dia mengaku sempat kaget dan was-was. Sebab selama di kejaksaan dia lebih banyak berkecimpung di bagian intelijen dan pembinaan yang lebih cenderung berada di wilayah sumber daya manusia kejaksaan.

Pilihan Abdul Rahman Saleh tepat. Hendarman segera memperlihatkan kualitasnya dengan menuntut Wakil Direktur Utama Bank Mandiri I Wayan Pugeg, dan Corporate Banking Director M Sholeh Tasripan, yang harus meringkuk di ruang tahanan Kejaksaan Agung.

Prestasi itu membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mempercayakan Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor) ke tangan Hendarman. Presiden lalu membentuk lembaga ini untuk mengintensifkan upaya pemberantasan korupsi, untuk selanjutnya langsung dilaporkan kepadanya, dengan tembusan kepada Jaksa Agung, Polri, dan BPKP.

Saat pelantikan, Presiden SBY langsung memerintahkan Timtas Tipikor untuk langsung mengambil langkah hukum kepada 16 BUMN, empat departemen, tiga pihak swasta, dan 12 koruptor yang melarikan diri ke luar negeri.

5. Basrief Arief (26 November 2010-20 Oktober 2014)

Identik Jabatan Politik, Ini Jaksa Agung yang Memiliki Karier Jaksa(Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejagung Jan Samuel Maringka ketika memberikan keterangan pers) Dok. Kejagung

Jaksa Agung Basrief Arief merintis karier di kejaksaan. Sebelum masuk ke Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, ia sebelumnya menjadi kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Belawan, Sumatera Utara, Kajari Cibinong, Jabar, dan Kajari Jakarta Pusat.

Setelah itu, Basrief menjadi Asisten Pidum Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta. Ia sempat menjabat sebagai Wakil Jaksa Agung pada era kepemimpinan Abdul Rahman Saleh. Alumni Fakultas Hukum Pasca Sarjana Universitas Padjajaran dan Universitas Andalas itu pernah menjadi Ketua Tim Pemburu Koruptor yang dibentuk Kementerian Politik Hukum dan Keamanan.

Pada era kepemimpinan Basrief, Tim Pemburu Koruptor menangkap bekas Direktur Bank Sertivia David Nusa Wijaya, yang merupakan terpidana kasus korupsi dana BLBI senilai Rp1,3 triliun. Basrief digantikan Muchtar Arifin pada 2007, karena telah memasuki masa pensiun. Ia terpilih dan dilantik menjadi Jaksa Agung oleh Presiden Susilo bambang Yudhoyono pada Jumat, 26 November 2010.

6. Andhi Nirwanto (21 Oktober 2014-20 November 2014)

Identik Jabatan Politik, Ini Jaksa Agung yang Memiliki Karier JaksaIDN Times/Denisa Tristianty

Setelah lulus sarjana pada 1979, Andhi Nirwanto bekerja menjadi jaksa. Setelah itu, ia kembali melanjutkan pendidikannya ke jenjang S2 dan lulus pada 1998. Andhi Nirwanto memulai kariernya di Kejaksaan Republik Indonesia sejak 1981.

Andhi diangkat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Jaksa Agung pada masa Presiden Joko "Jokowi" Widodo menggantikan Basrief Arief. Kedudukannya tak berlangsung lama, hanya satu bulan dan digantikan Muhammad Prasetyo hingga sekarang.

Baca Juga: Rayakan HUT ke-59, Kejaksaan Ternyata Ada Sejak Kerajaan Majapahit

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya