Jimly Asshiddiqie Usulkan Hakim MK Bukan dari Kalangan Muda

"Yang muda-muda itu masih banyak akalnya."

Jakarta, IDN Times - Mahkamah Konstitusi beberapa waktu lalu menggelar Putusan Hasil Sengketa Pemilu (PHPU). Pengaturan mengenai Mahkamah Konstitusi (MK) sudah diatur dalam UU No.24 tahun 2003 tentang MK sebagaimana telah diubah dengan UU No. 8 tahun 2011. Namun dalam praktiknya UU MK tersebut belum mampu memperkuat kelembagaan MK.

Guru Besar Hukum Tata Negara Jimly menjelaskan hal tersebut terjadi karena dilatarbelakangi faktor waktu yang singkat dalam proses perumusannya yang kala itu juga dilakukan oleh Jimly. Sehingga, Jimly menilai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat, UU No. 8 tahun 2011 ini memiliki urgensi dilakukan revisi.

1. Jimly menilai penggunaan standar usia lebih baik dibanding periode

Jimly Asshiddiqie Usulkan Hakim MK Bukan dari Kalangan MudaIDN Times/Marisa Safitri

Jimly menjelaskan sistem periode dalam masa pengabdian hakim Mahkamah Konstitusi dirasa kurang efektif. Jimly menjelaskan angka periodisasi 5 tahun seharusnya hanya khusus untuk jabatan politik. Jika pun DPR tetap mempertahankan sistem periode, Jimly menyarankan bahwa hakim MK hanya dibolehkan menjabat 1 kali periode. Menurut Jimly, hal tersebut dilakukan demi menjaga profesionalitas.

“Di konstitusi tidak diatur hakim konstitusi itu menjabat 5 tahun. Jadi lebih baik pakai usia bukan periode, jadi saya tawarkan paling muda 60 tahun dan paling tua 70 tahun, jadi maksimal 10 tahun. Paling tua yang diangkat itu misalnya 66 jadi bisa menjabat 4 tahun agar tak cepat pergantian. Usia 70 itu saya rasa masih kuat. Jadi kita batasi 60 paling rendah, 70 paling tinggi, dan itulah usia yang paling matang. Jadi semakin tua semakin baik, menurut saya dua kerjaan paling mulia itu untuk orang tua itu jadi guru dan jadi hakim, jangan yang muda-muda, yang muda-muda itu masih banyak akalnya,” tutur Jimly saat ditemui di Gedung Parlemen, hari ini (10/7).

2. Hukum acara dalam persidangan MK perlu mendapat perhatian khusus

Jimly Asshiddiqie Usulkan Hakim MK Bukan dari Kalangan MudaIDN Times/Marisa Safitri

Jimly menjelaskan salah satu urgensi dalam revisi Undang-Undang nomor 8 tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi salah satunya adalah hukum acara. Menurutnya, hukum acara dalam undang-undang tersebut belum dijelaskan secara rinci sehingga masih menggunakan keputusan hakim konstitusi.

“Hukum acara harus diperbaiki dan dibenahi, mana yang harus diteruskan mana yang harus dihapuskan,” tutur Jimly.

3. Jimly tegaskan hakim konstitusi dipilih oleh 3 lembaga dan bukan dari 3 lembaga negara

Jimly Asshiddiqie Usulkan Hakim MK Bukan dari Kalangan MudaANTARA FOTO/Galih Pradipta

Jimly menegaskan ketentuan mengenai pemilihan hakim konstitusi harus dipahami karena sudah diatur dalam ketentuan Undang-Undang Dasar, yaitu dipilih oleh DPR 3 orang, dipilih oleh Mahkamah Agung 3 orang, dan dipilih oleh presiden 3 orang. Menurut Jimly, terkait hal ini harus ditegaskan karena masih banyak yang beranggapan bahwa hakim konstitusi berasal dari DPR, Mahkamah Agung, dan pihak presiden.

“Jadi kalau ditegaskan dipilih oleh maka sumbernya dari mana bebas. misalnya dari Mahkamah Agung dipilih oleh Mahkamah Agung tidak harus hakim agung, tidak harus hakim, boleh saja orang luar yang penting memenuhi syarat. Untuk itu diatur oleh Mahkamah Agung,” jelas Jimly.

4. Ketentuan mengenai pencalonan harus transparan dan partisipatif

Jimly Asshiddiqie Usulkan Hakim MK Bukan dari Kalangan MudaIDN Times/Muhamad Iqbal

Jimly menjelaskan proses rekrutmen hakim konstitusi harus sesuai dengan prinsip yang telah diatur oleh Undang-Undang. Menurut Jimly, setiap lembaga harus memiliki peraturan masing-masing dalam proses pemilihan hakim konstitusi. Jimly menjelaskan DPR sudah memiliki tata tertib proses pencalonan dan pemilihan hakim konstitusi.

Namun, sampai saat ini presiden belum juga menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terkait dengan hal ini. Selain itu, Jimly juga menyarankan Mahkamah Agung untuk mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) yang mengatur proses pencalonan dan pemilihan hakim konsitusi.

“Ketentuan mengenai pencalonan harus transparan dan partisipatif, pemilihan harus objektif dan akuntabel, di dalam Undang-Undang sudah diatur begitu. Itu harus dirinci, ya kan. Prosedur pencalonannya bagaimana untuk pemilihannya bagaimana, dan jika aturannya belum lengkap diatur oleh masing-masing lembaga,” kata Jimly dalam diskusi yang diadakan Fraksi partai NasDem DPR RI.

Baca Juga: Yusril: Tidak Ada Jalur Hukum Selain Mahkamah Konstitusi

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya