Peduli Disabilitas, Yuk Sosialisasi ASEAN Enabling Masterplan 2025

Apa sih ASEAN Enabling Masterplan 2025?

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Gufroni Sakaril mengatakan program Advokasi Pemungkinan Rencana Induk ASEAN sampai 2025 atau disebut ASEAN Enabling Masterplan 2025, bertujuan untuk berkontribusi bagi upaya Indonesia mewujudkan komunitas ASEAN yang inklusif terhadap disabilitas.

Seperti diketahui, penyandang disabilitas adalah warga negara yang mempunyai kewajiban yang sama untuk berperan aktif dalam pembangunan. Maka itu, mereka juga memiliki hak yang setara sebagaimana warga negara lainnya.

Baca Juga: Tega! Gadis Disabilitas di Bojonegoro Diperkosa di Rumahnya

1. Ketua PPDI imbau semua stakeholder sosialisasikan ASEAN Enabling Masterplan 2025

Peduli Disabilitas, Yuk Sosialisasi ASEAN Enabling Masterplan 2025IDN Times/Marisa Safitri

Gufroni mengatakan PPDI telah melakukan lokakarya advokasi untuk menganalisis kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah, dan juga terkait ASEAN Enabling Masterplan 2025. Dia berharap semua pihak bersama-sama mendorong kembali agenda pengarusutamaan kaum disabilitas dalam kebijakan dan program pembangunan.

“Kami mengajak pemerintah, organisasi penyandang disabilitas, organisasi masyarakat sipil, organisasi mitra pembangunan, perguruan tinggi, pihak swasta, dan media untuk bersama-sama melakukan sosialisasi ASEAN Enabling Masterplan 2025 secara lebih luas, dan berkontribusi semaksimal mungkin sesuai peran dan bidang masing-masing,” ujar dia di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (7/8).

2. ASEAN Enabling Masterplan 2025 dapat menjadi langkah pemerintah Indonesia menyelesaikan tujuh Peraturan Pemerintah sebagai turunan UU Nomor 8 Tahun 2016

Peduli Disabilitas, Yuk Sosialisasi ASEAN Enabling Masterplan 2025asean.org

Seperti diketahui, pemerintah Indonesia sudah mengeluarkan kebijakan terkait penyandang disabilitas, dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Disabilitas.

Namun, pemerintah masih harus menyelesaikan tujuh peraturan sebagai turunan dari UU tersebut. Gufroni menyebut sudah banyak kejadian diskriminasi yang dialami penyandang disabilitas, yang mendesak harus diselesaikannya peraturan tersebut.

Gufroni mencontohkan sejumlah kasus yang mencuat belakangan ini antara lain seperti kekerasan seksual terhadap penyandang disabilitas oleh saudara kandungnya di Lampung, penganiayaan hingga tewas anak dengan disabilitas oleh dua temannya di Pusat Layanan Anak Terpadu Dinas Sosial Kota Pontianak, dan polemik pengangkatan CPNS seorang dokter gigi di Sumatera Barat.

"Seharusnya lebih dari cukup untuk kita bekerja keras menuntaskan agenda ini, yang telah tertunda lebih dari satu tahun dari kesepakatan awal,” tutur dia.

3. Program Advokasi PPDI terkait ASEAN Enabling Masterplan 2025 menghasilkan tiga isu prioritas

Peduli Disabilitas, Yuk Sosialisasi ASEAN Enabling Masterplan 2025IDN Times/Marisa Safitri

Gufroni menjelaskan melalui program Advokasi ASEAN Enabling Masterplan 2025 telah melakukan serangkaian kegiatan, untuk mewujudkan komunitas ASEAN yang inklusif terhadap penyandang disabilitas.

Dari advokasi yang dilakukan PPDI dengan 15 organisasi penyandang disabilitas di tingkat nasional, kata dia, dirumuskan tiga isu prioritas beserta rencana aksi yang menjadi agenda bersama.

“Kami telah merumuskan tiga isu prioritas. Pertama perlindungan hukum, penghapusan stigma dan diskriminasi, dan ketenagakerjaan. Lokakarya advokasi juga merekomendasikan urgensi sinergi multipihak dalam pelaksanaanya. Data dan informasi terkait hal ini disajikan dalam dokumen advokasi bersama yang telah digunakan sebagai bahan audiensi dengan sejumlah kementerian dan partai politik,” kata dia.

4. PPDI menyebut Indonesia telah mencapai sejumlah kemajuan yang cukup penting dalam melindungi hak-hak penyandang disabilitas

Peduli Disabilitas, Yuk Sosialisasi ASEAN Enabling Masterplan 2025IDN Times/Marisa Safitri

Gufroni mengatakan meskipun saat ini upaya perumusan tujuh Rancangan Peraturan Pemerintah sebagai turunan UU No 8 Tahun 2016 belum selesai, namun baik pemerintah maupun organisasi penyandang disabilitas, terus berupaya mendiskusikan hal ini secara konstruktif untuk menuntaskannya. Saat ini, UU No 8 Tahun 2016 memandang penyandang disabilitas secara lebih holistik dengan kerangka Hak Asasi Manusia (HAM).

“Disabilitas tidak lagi sekadar dilihat dari kondisi atau jenis kedisabilitasan individu, tetapi justru melihat bagaimana sulitnya atau ketiadaannya akses dan hambatan lingkungan sosial sebagai penghalang terbesar bagi pemenuhan hak-hak dasar mereka. Undang-undang ini juga menegaskan bahwa seluruh sektor mempunyai tugas pokok dan fungsi, untuk mengarusutamakan isu disabilitas dalam kebijakan dan program kerja sesuai bidang masing-masing,” kata dia.

Baca Juga: Jamin Hak Kaum Disabilitas, ASEAN Kembangkan Enabling Masterplan 2025

Topik:

  • Rochmanudin
  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya