Cerita Guru Non Serdik: Kerja 24 Jam, Tunjangan Rp250 Ribu Sebulan

Kesejahteraan guru nonsertifikasi masih minim

Jakarta, IDN Times — Sejumlah guru nonsertifikasi pendidik (Non Serdik) mengeluhkan sejumlah permasalahan yang dihadapi ke Komisi X DPR RI. Guru tanpa sertifikasi pendidikan masih mendapatkan jam kerja yang panjang namun hanya mendapat tunjangan atau tamsil Rp250 ribu per bulan.

“Kami mohon kiranya Komisi X mendesak Kemendikbud untuk mengeluarkan Permendikbud agar bisa mengeluarkan sertifikasi bagi guru yang sudah lama mengabdi,” kata Ketua Aliansi Guru Non Sertifikasi Pendidikan Bersatu (AGNSB) Kurtadi, saat ditemui di DPR, Rabu (8/2/2023).

1. Jam kerja panjang, tunjangan cair per tiga bulan

Cerita Guru Non Serdik: Kerja 24 Jam, Tunjangan Rp250 Ribu SebulanRapat dengar pendapat kelompok guru non sertifikat pendidik (Serdik) dan Ikatan Guru Indonesia di Komisi X DPR, Rabu (8/2/2023). (IDN Times/Melani Putri)

Kurtadi mengatakan menjadi guru non sertifikasi jadi tantangan tersendiri. Tak seperti guru dengan sertifikasi yang bisa ‘naik level’ menjadi ASN PPPK atau PNS, guru non sertifikasi tak bisa mengikuti seleksi kenaikan status tersebut.

Sementara itu, tak sedikit guru non sertifikasi masih tetap mengajar sehingga berstatus guru dalam jabatan. Kurtadi dan rekan-rekan sesama guru non sertifikasi mengaku tak ada perbedaan jam kerja antara guru bersertifikat pendidik dan non sertifikasi.

“Jam kerjanya sama, 24 jam sehari, gak ada perbedaan soal jam kerja. Malah kadang lebih lama,” kata Kurtadi.

Melalui program tamsil Kemendikbudristek, guru non sertifikasi sebetulnya mendapat tunjangan dengan tujuan membantu meningkatkan penghasilan guru. Kendati demikian, tamsil yang didapatkan hanya Rp250 ribu per bulan yang dibayarkan per triwulan.

“Itu juga belum dipotong pajak, kami terima per tiga bulan itu Rp714 ribu,” ujar Kurtadi.

Sebagai informasi, Kemendikbudristek juga memberikan tamsil untuk guru sertifikasi dengan besaran yang jauh berbeda. Untuk guru sertifikasi, tamsil yang didapat mencapai Rp10 juta dibayarkan setiap tiga bulan.

Baca Juga: Pasal Tunjangan Guru Hilang, P2G: RUU Sisdiknas Mimpi Buruk Jutaan Guru

2. Kesulitan mengikuti ujian sertifikasi guru

Cerita Guru Non Serdik: Kerja 24 Jam, Tunjangan Rp250 Ribu SebulanRapat dengar pendapat kelompok guru non sertifikat pendidik (Serdik) dan Ikatan Guru Indonesia di Komisi X DPR, Rabu (8/2/2023). (IDN Times/Melani Putri)

Karmila, seorang guru non sertifikasi tahun ini berusia 53 tahun. Artinya, sekitar 7 tahun lagi dia harus pensiun sebagai guru.

Karmila mengabdi selama puluhan tahun sebagai guru meski belum mendapatkan sertifikasi pendidik. Di usia senjanya, Karmila mengaku kesulitan mengikuti rangkaian tes untuk mendapatkan sertifikasi pendidik. Hal sama diakui sejumlah guru yang berada di usia tua.

Mengikuti ujian sertifikasi guru sejatinya bukan hal yang mustahil. Peserta hanya perlu mengikuti pre-test, pelatihan selama kurang lebih 3 bulan, kemudian mengikuti uji kinerja (Ukin) untuk mendapatkan sertifikasi.

Namun tentunya tiga rangkaian tes tersebut bukan hal mudah untuk peserta yang sudah menginjak usia 50 tahun.

“Kalau mau mengikuti regulasi PPG dengan tahapan yang sangat rumit itu, tidak akan mendapatkan tunjangan sertifikasi tersebut sampai pensiun,” kata Karmila.

Rumitnya ‘menembus’ sertifikasi guru juga dihadapkan pada tantangan persaingan ketat karena kuota sertifikasi guru yang ditetapkan Kemendikbud hanya untuk 80.000 guru per tahunnya.

Angka itu pun masih dibagi dua kriteria: satu guru dalam jabatan (guru non sertifikasi yang sedang mengajar) atau non jabatan (mahasiswa pendidikan guru).

Artinya, ada persaingan antara guru yang sudah puluhan tahun mengajar dengan freshgraduate.

“Kalau pakai skema itu, 40 ribu guru diangkat per tahun, butuh 20 tahun untuk 1,6 juta guru non sertifikasi mendapatkan sertifikasi,” ucapnya.

3. Khawatir kesejahteraan keluarga

Cerita Guru Non Serdik: Kerja 24 Jam, Tunjangan Rp250 Ribu SebulanIlustrasi guru honorer mengajar murid SD. (IDN Times/Yuda Almerio)

Guru non sertifikasi lainnya, Pustipta Marbun mengaku khawatir dengan kesejahteraan keluarga.

Dengan status sebagai guru non sertifikasi, dia mengaku membutuhkan pendapatkan lebih untuk bisa menyekolahkan anaknya hingga jenjang perguruan tinggi.

Sementara itu, pekerjaannya sebagai guru menyita banyak waktu sehingga tak sempat melakukan pekerjaan lain di luar tugasnya sebagai pendidik.

“Ibu-bapak pimpinan (DPR), tolong bantu kami biar bisa menyekolahkan anak-anak kami. Tidak cukup kami membiayai anak-anak kami,” tuturnya.

Baca Juga: Komisi X Sebut Anggaran PPPK Guru Minim, Hanya Bisa Gaji Setahun

Baca Juga: Pasal Tunjangan Guru Hilang, P2G: RUU Sisdiknas Mimpi Buruk Jutaan Guru

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya