Pakar Kritik RKUHP: Bikin Jokowi Nyaman, Rakyat Ketakutan

RKUHP buat Jokowi dan lembaga negara nyaman

Jakarta, IDN Times — Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengkritik RKUHP yang akan dijadwalkan akan disahkan pada pekan ini. Bivitri menilai RKUHP akan membuat posisi Presiden Joko “Jokowi” Widodo semakin nyaman sementara rakyat ditekan untuk tidak banyak mengkritik pemerintah.

“Wah dengan RKUHP, (Jokowi) sangat nyaman, karena itu tadi ya, untuk orang-orang yang mengkritik lembaga-lembaga negara bisa kena pidana lebih tinggi daripada mengkritik orang-orang biasa, itu yang paling kuat. Hal itu juga yang biasanya kita soroti sebagai cara pandang kolonialisme,” kata Bivitri dalam diskusi KedaiKOpi, Minggu (4/12/2022).

1. RKUHP dinilai untuk menyingkirkan warga ‘bandel’

Pakar Kritik RKUHP: Bikin Jokowi Nyaman, Rakyat KetakutanANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Bivitri mengatakan RKUHP yang sudah disahkan tahap I oleh DPR ini berpeluang besar memidanakan rakyat sipil yang cenderung memberikan kritik terhadap pemerintah.

Kritik tersebut bisa saja dianggap sebagai pencemaran nama baik, atau dinilai mengganggu stabilitas keamanan dan pemerintahan sehingga pengkritik bisa dipidanakan sesuai dengan pasal karet dalam RKUHP.

“Dulu orang-orang seperti Hatta, Sukarno, Sjahrir, bisa dibuang ke mana-mana pakai pasal-pasal kaya gitu. Karena pemerintahan kolonial menginginkan pribumi ini yang bandel bandel, yang bawel-bawel disingkirkan saja, dihukum,” ucap Bivitri.

Baca Juga: Ini 18 Klaster Isu dalam RKUHP Dinilai Bermasalah oleh Masyarakat 

2. Tak perlu pasal khusus untuk melindungi pemerintah

Pakar Kritik RKUHP: Bikin Jokowi Nyaman, Rakyat KetakutanPakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti (IDN Times/Fitang Budhi)

Pengajar di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia ini juga menilai tak perlu ada aturan khusus pemidanaan pada orang yang mengkritik lembaga negara. Menurutnya secara filosofis, ada posisi tidak seimbang antara sipil dan pemerintah sehingga hukum dibuat untuk menjadi penyeimbang di masyarakat (rule of law).

“Karena namanya penguasa dan rakyat tidak setara, untuk menyetarakannya dibangun yang namanya hukum. Jadi cara pandangnya harus gitu, sehingga RKUHP jelas akan membuat nyaman presiden dan semua lembaga negara, gak bisa dikritik,” ucap Bivitri.

3. Kritik terhadap pasal RKUHP

Pakar Kritik RKUHP: Bikin Jokowi Nyaman, Rakyat KetakutanANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Sebelumnya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disepakati di tingkat I antara Komisi Hukum DPR bersama Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pada Kamis, 24 November lalu. Pengesahan RKUHP dalam Rapat Paripurna dijadwalkan berlangsung sebelum masa reses DPR di persidangan tahun ini.

Sejumlah kelompok masyarakat masih tak setuju dengan RKUHP yang disepakati DPR RI bersama pemerintah tersebut. Aliansi kelompok masyarakat yang beranggotakan YLBHI, LBH Jakarta, Amnesty Internasional Indonesia, Greenpeace, Trend Asia, LBH Masyarakat, PBHI, dan Pantau Gambut menyebut sejumlah pasal bermasalah yang tercantum dalam RKUHP.

“RKUHP masih memuat banyak pasal bermasalah,” kata pengacara publik LBH Jakarta, Citra Referendum.

LBH dan kelompok masyarakat lainnya menyoroti ada 11 pasal bermasalah dalam RKUHP. Pertama pasal terkait living law yang dianggap berbahaya karena kriminalisasi semakin mudah sebab aturan akan dibuat menuruti pemerintah daerah.

Menurutnya, pasal ini akan merugikan perempuan dan kelompok rentan lain.

“Sebab saat ini masih banyak terdapat peraturan daerah yang diskriminatif,” ucap Citra.

Kemudian pasal terkait pidana mati yang melegalisasi pidana mati. Padahal menurut Citra, perampasan hak hidup manusia yang melekat tidak bisa dicabut atau dikurangi oleh siapa pun termasuk negara.

“Hukum ini harus ditiadakan karena beberapa kasus telah terjadi bahwa pidana mati telah menimbulkan korban salah eksekusi,” katanya.

Kemudian pasal penghinaan presiden yang dianggap antikritik karena dapat berujung pada pemidanaan. Hukuman serupa juga bisa dikenakan pada kritik terhadap lembaga negara dan pemerintah.

“Pasal ini menunjukkan bahwa penguasa negara ingin diagung-agungkan seperti penjajah di masa kolonial,” ujarnya.

Pasal lainnya yang disorot seperti pasal terkait perampasan aset untuk denda individu, pasal terkait contempt of court, pasal terkait unjuk rasa tanpa pemberitahuan, pasal edukasi kontrasepsi, pasal terkait kesusilaan, pasal terkait tindak pidana agama, dan pasal terkait penyebaran marxisme dan leninisme.

Baca Juga: Deretan Kritik Terhadap RKUHP, Banyak Pasal Masih Dianggap Bermasalah 

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya