Pantau Gambut Nilai Food Estate Proyek Gagal Jokowi, Hamburkan APBN 

Food estate juga dinilai merusak lingkungan

Jakarta, IDN Times - Pantau Gambut menilai proyek strategis nasional food estate atau lumbung pangan adalah proyek gagal di era pemerintahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo.

Pemerintah melalui Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto beralasan proyek mangkrak di Kalimantan Tengah itu terjadi karena faktor alam. Namun, investigasi Pantau Gambut bersama BBC menyebut, gagalnya proyek food estate ini karena belum ada pendanaan untuk melanjutkan program.

Juru Kampanye Pantau Gambut Wahyu Perdana mengatakan, ada empat poin jadi sorotan akibat proyek ini.

Baca Juga: AHY Sentil Program Food Estate Jokowi: Grasa-Grusu 

1. Food estate dinilai hamburkan anggaran pemerintah

Pantau Gambut Nilai Food Estate Proyek Gagal Jokowi, Hamburkan APBN Presiden Jokowi tinjau lumbung pangan di Jawa Tengah (youtube.com/Sekretariat Presiden)

Wahyu mengatakan, dalam studi lanjutan Pantau Gambut Jilid 2 Food Estate: Kabar Proyek Food Estate di Kalimantan Tengah Setelah 2 Tahun Berlalu, pihaknya menemukan bahwa proyek ini menghamburkan anggaran pemerintah.

Studi dilakukan di enam lokasi berbeda, di antaranya Desa Tewai Baru di Kabupaten Gunung Mas, Desa Lamunti, Desa Telekung Punei, dan Desa Mantangai Hulu di Kabupaten Kapuas, Desa Henda, dan Desa Pilang di Kabupaten Pulang Pisau.

Wahyu mengatakan, di Desa Henda dan Desa Pilang, bantuan pipa buka-tutup air tidak bisa dimanfaatkan oleh petani lantaran pembuatan pipa tidak diikuti oleh biaya perawatan dan penyuluhan cara penggunaan. Hal itu menyebabkan petani kesulitan menggunakan alat tersebut.

“Padahal, dana APBN sebesar Rp1,5 triliun dialokasikan untuk pelaksanaan Food Estate sepanjang tahun 2020-2021. Di mana Rp497,2 miliar di antaranya untuk perbaikan irigasi termasuk pengadaan pipa air,” kata Wahyu di Jakarta, Rabu (15/3/2023).

Baca Juga: Dua Menteri Jokowi Tepis Anggapan Proyek Food Estate Gagal

2. Gagal panen hingga tenggelamnya eskavator tanah gambut

Pantau Gambut Nilai Food Estate Proyek Gagal Jokowi, Hamburkan APBN Ilustrasi lahan sawah (IDN Times/ Ervan)

Melalui pengecekan citra satelit di Desa Mantai Hulu, lahan hutan kurang lebih seluas 237 hektare di sekitar titik verifikasi lokasi ekstensifikasi sudah mengalami pembukaan lahan.

“Di lokasi yang sama, tim juga mendapati adanya alat berat eskavator yang tenggelam ke dalam tanah gambut yang ada di sekitar ekstensifikasi, karena karakteristik tanah gambut yang tidak mampu menopang alat berat,” kata Wahyu.

Selain tenggelamnya eskavator tanah gambut, proyek ini juga menyebabkan gagalnya hasil panen masyarakat.

Panen padi oleh masyarakat idealnya menghasilkan minimal 4 ton/hektare. Namun Kementerian Pertanian menyebut produktivitas dari kegiatan intensifikasi sawah tidak produktif di Kalimantan Tengah mencapai 3,5 ton gabah kering giling (GKG)/hektare pada tahun 20213.

Panen umbi-umbian masyarakat juga terbilang gagal karena hasil panen berukuran kecil dan berasa pahit.

“Di Desa Tewai Baru, umbi singkong yang dihasilkan berukuran kecil menyerupai wortel, berwarna kuning seperti kunyit, dan rasanya pahit. Menurut sebuah penelitian, rasa pahit pada singkong mengindikasikan adanya kandungan sianida yang tinggi,” tuturnya.

3. Deforestasi besar-besaran akibat proyek food estate

Pantau Gambut Nilai Food Estate Proyek Gagal Jokowi, Hamburkan APBN ilustrasi deforestasi (instagram.com/greenpeace)

Pantau Gambut juga melihat deforestasi besar-besaran akibat proyek ambisius pemerintah hari ini, termasuk food estate.

Sebagai informasi, rencana pelaksanaan Food Estate tahap I tahun 2020-2021 di Kalimantan Tengah seluas 31.000 hektare dibagi masing-masing seluas 10.000 hektare di tiga Kabupaten yaitu Pulang Pisau, Kapuas, dan Gunung Mas.

Hasil pemantauan melalui citra satelit menunjukan, deforestasi area seluas 700 hektare di Desa Tewai Baru menjadi area ekstensifikasi terluas.

“Ditinjau dari sudut pandang bentang lahan, Desa Tewai Baru merupakan bagian dari lanskap ekoregion dataran fluvial Kalimantan dengan jenis tanah aluvium yang bertekstur pasir. Karakteristik jenis tanah ini berpotensi tinggi sebagai pengatur tata air karena teksturnya yang mudah menyerap dan mengelurakan air,” ujar Wahyu.

“Namun, lapisan tanah yang gembur mudah tererosi dan menyebabkan runoff membawa material tanah yang menyebabkan sedimentasi saluran air, mempersempit bahkan menutup saluran air dan menyebabkan banjir di area sekitarnya” imbuh dia.

Baca Juga: AHY Sentil Program Food Estate Jokowi: Grasa-Grusu 

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya