Pengamat Sebut Cak Imin Kurang Ideal Dampingi Prabowo di Pilpres 2024

Cak Imin disebut tak bawa terobosan baru

Jakarta, IDN Times — Pengamat politik dari Center for Strategic on Islamic and International Studies (CSIIS), Sholeh Basyari, menilai Ketum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin kurang ideal jika dipasangkan dengan Prabowo Subianto sebagai cawapres.

Sholeh menyebut Cak Imin belum memiliki elektabilitas yang tinggi sebagai cawapres. Padahal, Prabowo sebagai capres membutuhkan sosok yang bisa mendongkrak popularitas dan elektabilitasnya.

1. Cak Imin perlu tingkatkan elektabilitasnya

Pengamat Sebut Cak Imin Kurang Ideal Dampingi Prabowo di Pilpres 2024Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar setelah mendaftar bersamaan ke KPU, Senin (8/8/2022). (IDN Times/Melani Putri)

Sholeh mengatakan, Cak Imin perlu meningkatkan elektabilitas dan popularitasnya untuk meraih kemenangan dalam Pilpres 2024. Menurutnya jika Gerindra dan PKB memaksakan Cak Imin sebagai cawapres tak akan cukup kuat untuk bersaing di kontestasi politik nanti.

“Untuk posisi capres memang Prabowo sudah sangat layak. Elektabilitasnya masih tertinggi saat ini. Tapi untuk posisi cawapres saya melihat Muhaimin kurang ideal dan tidak strategis bagi Prabowo untuk memenangi pilpres," ujar Sholeh dalam keterangan tertulis, Rabu (10/8/2022).

Baca Juga: Prabowo Singgung soal Kode 8 saat Daftar ke KPU, Jadi Presiden ke-8?

2. Faktor elektabilitas Cak Imin masih lemah

Pengamat Sebut Cak Imin Kurang Ideal Dampingi Prabowo di Pilpres 2024Ketum PKB Muhaimin Iskandar hadir di KPU untuk mendaftar peserta pemilu 2024, Senin (8/8/2022). (IDNTimes/Melani Putri)

Sholeh juga menyebut, elektabilitas Cak Imin cenderung masih lemah untuk mendukung Prabowo. Dia menjelaskan empat faktor yang menyebabkan rendahnya elektabilitas Muhaimin, yang itu akan menjadi penentu pada pilpres mendatang.

"Pertama, Muhaimin belum bisa memposisikan diri sebagai representasi dari Nahdliyin (warga NU). Walau terlahir sebagai NU kultural, tapi Muhaimin mendapatkan resistensi yang kuat dari NU struktural. Sampai saat ini Muhaimin belum bisa mengatasi hal itu," terang Sholeh yang juga aktivis NU itu.

Cak Imin juga tak punya daya tarik atau magnet politik bagi para pemilih muslim di luar NU. Dia menilai Cak Imin cenderung dicap sebagai Islam tradisional.

“Ini juga sudah coba diatasi dengan merubah gaya, tampilan serta mengikuti tren yang ada. Kita lihat Muhaimin tampil sebagai anak motor, buat video tiktok dan berbagai strategi lain untuk merangkul generasi milenial. Tapi dampaknya tidak terlihat juga pada kenaikan elektabilitas," ujar Sholeh.

3. Cak Imin disebut tak punya terobosan baru

Pengamat Sebut Cak Imin Kurang Ideal Dampingi Prabowo di Pilpres 2024Ketum Gerindra Prabowo Subianto dan Ketum PKB Muhaimin Iskandar setelah mendaftar bersamaan ke KPU, Senin (8/8/2022). (IDN Times/Melani Putri)

Sholeh juga melihat tidak ada sesuatu yang baru dari sisi ide dan terobosan dalam kepemimpinan Cak Imin di PKB.

Menurutnya, PKB di bawah kepemimpinan Muhaimin belum memiliki terobosan baru, tak seperti partai-partai lain yang sudah lebih modern dan mengikuti perkembangan zaman.

"Kita lihat partai lain, PDIP, Golkar, NasDem mereka membangun sekolah partai. PKB masih berkutat dengan menjual kisah-kisah masa lalu romantisme dengan NU, Gus Dur, dan semacam itu. Tidak ada terobosan yang mengikuti zaman," lanjutnya.

Faktor terakhir yang menjadi perhatian Sholeh adalah ketokohan Cak Imin yang tidak mencerminkan sosok pemimpin sebelum-sebelumnya.

Muhaimin tidak mirip dengan Jokowi, Susilo Bambang Yudoyono (SBY), Soeharto, Soekarno atau pun dengan Abdurrahman Wahid (Gus Dur).

"Faktor itu juga penting, namanya tesa atau antitesa kepemimpinan sebelumnya. Kalau dibanding dengan Ganjar, bisa disebut sebagai tesa Jokowi atau Anies yang merupkan antitesa Jokowi. Ini besar pengaruhnya kepada psikologis para pemilih," ungkap Sholeh.

Baca Juga: Partisan PKB-Gerindra: Prabowo, Cak Imin, Indonesia Bangkit!

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya