Pengamat soal Jabatan Baru Luhut: Sandiwara Politik Korbankan Publik

Wacana penundaan Pemilu 2024 gagal berujung jabatan baru

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko “Jokowi” Widodo baru saja membentuk Dewan Sumber Daya Air (SDA) Nasional yang diketuai Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 53 Tahun 2022.

Pemberian jabatan baru pada Luhut ini dinilai hanya bentuk ‘bagi-bagi kue’ karena alasan politis. Luhut sebelumnya ramai dibicarakan publik usai mengklaim ada 110 juta warganet menginginkan penundaan Pemilu 2024. Setelah pernyataan itu, Presiden Jokowi memberikan teguran kepada menteri yang masih bicara isu penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

“Jabatan baru yang diberikan presiden ibarat bagi-bagi kue saja, tidak menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh publik saat ini,” kata pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah, kepada IDN Times, Minggu (10/4/2022).

Baca Juga: Jokowi Tunjuk Luhut Jadi Ketua Dewan Sumber Daya Air Nasional

1. Wacana gagal yang berujung jabatan baru untuk Luhut jadi Ketua Dewan SDA

Pengamat soal Jabatan Baru Luhut: Sandiwara Politik Korbankan PublikIDN Times/Teatrika Handiko Putri

Trubus menilai lingkaran Luhut yang mewacanakan penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden, telah gagal karena tidak mendapat simpati publik. Menurutnya ada peran besar PDIP di balik Luhut yang mewacanakan penundaan Pemilu 2024.

Sebab, kata Trubus, PDIP dianggap telat mengeluarkan pernyataan terkait penundaan Pemilu 2024, dan tidak secara tegas menolak wacana tersebut.

Trubus menyinggung peran elite partai seperti kader PDI Perjuangan, Pramono Anung sebagai Sekretaris Kabinet (Setneg), yang tidak bersuara dalam wacana ini hingga presiden bersuara.

Padahal, menurut dia, Pramono dinilai berhak memberikan pernyataan tegas terkait sikap presiden, atas wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan tiga periode.

“Bisa dibilang wacana Pak Luhut ini gagal karenan tidak terbukti dan tidak mendapat simpati publik. Pak Luhut juga di belakanganya ada PDIP, sehingga ini semua hanya 'sandiwara politik' antara Pak Luhut, Pak Presiden, PDIP, dan Setneg,” kata dia.

2. Kerja Luhut makin berat tapi tak berdampak banyak

Pengamat soal Jabatan Baru Luhut: Sandiwara Politik Korbankan PublikIDN Times/Hana Adi Perdana

Dosen Universitas Trisakti ini mengatakan, dengan diberikannya kursi Ketua Dewan SDA kepada Luhut, maka tugasnya akan semakin berat. Padahal, Luhut sudah mengemban banyak jabatan di samping posisinya sebagai Menko Maritim dan Investasi.

Diketahui, Luhut saat ini memegang lima jabatan sekaligus, antara lain Ketua Menyikapi hal tersebut, Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Koordinator Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) wilayah Jawa-Bali, Ketua Tim Nasional Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri, Ketua Dewan Pengarah Penyelamatan 15 Danau Prioritas Nasional, dan Ketua Tim Gernas Bangga Buatan Indonesia (BBI).

Banyaknya jabatan yang diemban Luhut ini, kata Trubus, tidak akan efektif kinerjanya, karena tugasnya yang cukup kompleks. Dia menilai tidak akan banyak perubahan signifikan yang dirasakan masyarakat ketika Luhut duduk sebagai Ketua Dewan SDA.

“Saya menilainya tidak akan membawa banyak perubahan kepada masyarakat terkait dengan masalah kebutuhan air di dalam negeri. Karena tadi jabatannya banyak, makanya jadi tidak efektif, dia juga kan sebagai Menko Maritim dan Investasi,” tutur dia.

Baca Juga: Luhut Disebut Prime Minister, Politikus PPP: Sering Bicara Nontupoksi

3. Efek domino wacana jabatan presiden tiga periode berujung demonstrasi

Pengamat soal Jabatan Baru Luhut: Sandiwara Politik Korbankan PublikAnggi Muliawati

Gagalnya wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode, dianggap menjadi pemantik aksi demonstrasi yang akan digelar pada Senin, 11 April 2022.

Menurut Trubus, aksi ini merupakan efek domino yang timbul akibat pemerintah lebih condong mengurusi kepentingan politik ketimbang masalah yang dihadapi masyarakat sekarang ini.

Sebab, kata dia, masyarakat saat ini bisa dibilang dalam keadaan terjepit dengan meningkatnya harga komoditas, seperti minyak, BBM, hingga kenaikan PPN menjelang hari raya Lebaran. Sementara, pemerintah saat ini justru disibukkan dengan wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden.

Padahal, menurut Trubus, Jokowi dan partai koalisi di belakangnya bisa memberikan pernyataan tegas penolakan jabatan tiga periode dan penundaan Pemilu 2024. Kemudian fokus mengurusi masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat.

“Saya lihat pemerintah saat ini lebih condong mengurusi hal-hal yang berbau politis ketimbang dengan masalah publik, yang diurusi urusan politik menuju 2024. Dan terjadilah rencana gelombang aksi massa pada 11 April nanti. Ini semua kan efek domino dari tindakan pemerintah,” tutur dia.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya