Perludem: Gugatan Sistem Proporsional Tertutup Bukan Ranah MK 

MK tak bisa masuk ranah politik

Jakarta, IDN Times - Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menilai permohonan uji materi terhadap sistem pemilu proporsional terbuka dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 kepada Mahkamah Konstitusi (MK), tidak tepat.

Titi menjelaskan uji materi tersebut tidak tepat karena membawa MK turut serta ke dalam ranah putusan politik. Keputusan terkait sistem pemilu, baik proporsional tertutup maupun terbuka, merupakan ranah DPR sebagai pembentuk undang-undang.

Baca Juga: Bahas Sistem Proporsional Tertutup, Ketua KPU Dilaporkan ke DKPP

1. MK tak bisa masuk ke ranah politik

Perludem: Gugatan Sistem Proporsional Tertutup Bukan Ranah MK Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi. (IDN Times/Axel Joshua Harianja)

Titi mengatakan MK tidak bisa masuk ke ranah politik yang menjadi tupoksi DPR RI.

“Kalau dalam pandangan saya uji materi ke Mahkamah Konstitusi ini tidak tepat, karena mengajak MK masuk dalam ranah keputusan politik yang seharusnya diputuskan oleh pembentuk undang-undang melalui suatu proses yang terbuka, transparan, akuntabel, partisipatoris, dan demokratis," kata dia dalam acara Solidarity Talk bersama PSI, Kamis (5/1/2023).

Dia menjelaskan sistem pemilu legislatif tidak diatur dalam konstitusi. Aturan mengenai sistem pemilu legislatif dalam Pasal 22E UUD 1945 hanya menyebutkan peserta pemilu legislatif DPR/DPRD adalah partai politik.

Menurut Titi, bunyi pasal tersebut tidak bisa dinilai bahwa sistem pemilu yang konstitusional, adalah sistem tertutup seperti yang digugat ke MK.

“Karena itu kalau sistem terbuka pun peserta pemilu yang menentukan siapa caleg, kan tetap parpol. Jadi Pasal 22E itu tidak bisa disederhanakan bahwa peserta pemilu parpol, maka sistem pemilunya tertutup,” ujar dia.

2. Pembentukan undang-undang tak bisa diambil MK

Perludem: Gugatan Sistem Proporsional Tertutup Bukan Ranah MK Gedung MPR DPR RI (IDN Times/Marisa Safitri)

Titi menegaskan ranah pembentukan undang-undang yang dicapai secara demokratis, berada pada kewenangan DPR. Sehingga MK tak berhak memutuskan sistem pemilu proporsional tertutup atau terbuka.

“Dia (keputusan) tidak boleh diambil oleh MK, mengatakan bahwa yang terbuka itu adalah konstitusional, yang tertutup adalah konstitusional. Karena bukan pembentuk undang-undang,” tuturnya.

Baca Juga: 8 Fraksi di DPR Tolak Pemilu Proporsional Tertutup, Kecuali PDIP

3. Delapan fraksi di DPR tolak sistem proporsional tertutup

Perludem: Gugatan Sistem Proporsional Tertutup Bukan Ranah MK Ketua DPR Puan Maharani (kiri) berbincang dengan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad (kanan) saat sidang paripurna di kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 8 November 2021 (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Sebanyak delapan dari sembilan fraksi di DPR RI menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Sistem proporsional terbuka yang saat ini berlaku, sedang digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh sejumlah pihak, agar pemilu berubah menjadi sistem proporsional tertutup.

Diketahui, sebanyak delapan fraksi di Senayan yang menolak sistem ini adalah Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Hanya PDIP yang belum menyatakan sikapnya terhadap gugatan sistem pemilu ini.  

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya