RKUHP Tuai Banyak Kritik, DPR Ngotot Lanjutkan ke Paripurna  

RKUHP akan segera diundangkan

Jakarta, IDN Times — Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tinggal menunggu pengesahan dalam rapat paripurna.

Sebab, pembahasan tingkat I antara Komisi III dan pemerintah pada pekan lalu, telah dilalui dengan lancar. 

Dasco enggan mengomentari soal RKUHP yang masih menuai banyak kritik dari masyarakat.

Baca Juga: DPR Dinilai Ngegas, Masyarakat Sipil Desak Pengesahan RKUHP Ditunda

1. RKUHP disepakati 8 fraksi di DPR, 1 fraksi dengan catatan

RKUHP Tuai Banyak Kritik, DPR Ngotot Lanjutkan ke Paripurna  ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Dasco menjelaskan dalam pembahasan tingkat I RKUHP antara Komisi III dan pemerintah pada pekan lalu, telah disepakati bahwa beleid ini akan disahkan dalam Rapat Paripurna.

Dia menyebut secara umum semua fraksi setuju bahwa RKUHP dibawa ke Paripurna untuk disahkan, hanya satu fraksi yakni PKS yang setuju dengan catatan.

“Kalau kita lihat kemarin pengambilan keputusan di tingkat I berjalan lancar, ada penolakan dari salah satu partai dan kita anggap itu kemudian sebagai catatan, diterima, sehingga keputusan tingkat I disepakati,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Selasa (29/11/2022).

Baca Juga: Deretan Kritik Terhadap RKUHP, Banyak Pasal Masih Dianggap Bermasalah 

2. Dasco sebut RKUHP tak bisa dibahas terus menerus

RKUHP Tuai Banyak Kritik, DPR Ngotot Lanjutkan ke Paripurna  ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Politikus Partai Gerindra ini menilai pembahasan RKUHP tak bisa terus menerus dilakukan karena memakan waktu. Menurutnya RKUHP juga telah dibahas secara komprehensif melibatkan kelompok masyarakat.

“Saya pikir kan ini sudah berulang kali pembahasan. Jadi sudah distop, sudah dibicarakan dengan masyarakat. Kalau (dibahas) gitu kan gak akan ada habis-habisnya,” tutur Dasco.

Baca Juga: KontraS: Soal RKUHP, DPR Minim Pengetahuan soal Pelanggaran HAM Berat

3. Kelompok masyarakat kritik pasal-pasal dalam RKUHP

RKUHP Tuai Banyak Kritik, DPR Ngotot Lanjutkan ke Paripurna  ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

Sejumlah kelompok masyarakat masih tak setuju dengan RKUHP yang disepekati DPR RI bersama pemerintah tersebut. Aliansi kelompok masyarakat yang beranggotakan YLBHI, LBH Jakarta, Amnesty Internasional Indonesia, Greenpeace, Trend Asia, LBH Masyarakat, PBHI, dan Pantau Gambut menyebut sejumlah pasal bermasalah yang tercantum dalam RKUHP.

“RKUHP masih memuat banyak pasal bermasalah,” kata pengacara publik LBH Jakarta, Citra Referendum dalam keterangan tertulis, Senin (28/11/2022).

LBH dan kelompok masyarakat lainnya menyoroti ada sebelas pasal bermasalah dalam RKUHP.

Pertama pasal terkait living law yang dianggap berbahaya karena kriminalisasi semakin mudah sebab aturan akan dibuat menuruti pemerintah daerah. Menurutnya, pasal ini akan merugikan perempuan dan kelompok rentan lain.

“Sebab saat ini masih banyak terdapat peraturan daerah yang diskriminatif,” ucap pengacara publik LBH Jakarta Citra Referendum.

Kemudian pasal terkait pidana mati yang melegalisasi pidana mati. Padahal menurut Citra, perampasan hak hidup manusia yang melekat tidak bisa dicabut atau dikurangi oleh siapa pun termasuk negara.

“Hukum ini harus ditiadakan karena beberapa kasus telah terjadi bahwa pidana mati telah menimbulkan korban salah eksekusi,” katanya.

Kemudian pasal penghinaan presiden yang dianggap anti kritik karena dapat berujung pada pemidanaan. Hukuman serupa juga bisa dikenakan pada kritik terhadap lembaga negara dan pemerintah.

“Pasal ini menunjukkan bahwa penguasa negara ingin diagung-agungkan seperti penjajah di masa kolonial,” ujarnya.

Pasal lainnya yang disorot seperti pasal terkait perampasan aset untuk denda individu, pasal terkait contempt of court, pasal terkait unjuk rasa tanpa pemberitahuan, pasal edukasi kontrasepsi, pasal terkait kesusilaan,pasal terkait tindak pidana agamna, dan pasal terkait penyebaran marxisme dan leninisme.

RKUHP menyertakan hukuman pidana pada pihak, baik individu maupun perseorangan yang menyebarkan edukasi tentang Hak Kesehatan Seksual dan Reproduksi (HKSR).

Pasal terkait edukasi kontrasepsi ini dinilai berpotensi mengkriminalisasi pihak yang mengedukasi kesehatan reproduksi termasuk menginformasikan akses layanan aborsi aman.

“Aturan ini berbahaya karena bisa mengkriminalisasi orangtua atau pengajar yang mengajarkan anaknya kesehatan reproduksi,” kata Citra.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya