[WANSUS] Lampu Merah Krisis Iklim dan Senjata Perppu Ciptaker Jokowi

Kelompok masyarakat pesimis krisis iklim diperbaiki Ciptaker

Jakarta, IDN Times - Krisis iklim menjadi salah satu poin pertimbangan Presiden Joko "Jokowi" Widodo menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 atau Perppu Cipta Kerja. Karena krisis iklim, pemerintah menilai Perppu Cipta Kerja genting diterbitkan segera. 

Namun sejumlah kelompok masyarakat menilai Perppu Cipta Kerja itu justru berpotensi memperparah dampak krisis iklim, ditambah potensi kriminalisasi masyarakat. 

IDN Times melakukan wawancara khusus dengan beberapa kelompok pemerhati iklim di antaranya Manager Kampanye Hutan dan Kebun WALHI, Uli Arta Siagian, Campaigner Pantau Gambut Wahyu Perdana, dan Ketua BEM UI Jakarta Abid Al Akbar untuk mengetahui pandangan mereka terhadap Perppu yang disahkan akhir tahun lalu. 

Sejauh mana WALHI melihat potensi kerusakan lingkungan akibat Perppu Cipta Kerja?

[WANSUS] Lampu Merah Krisis Iklim dan Senjata Perppu Ciptaker JokowiSalah satu kawasan hutan adat di Tano Batak yang digunduli. (Dok/AMAN)

Manager Hutan dan Kebun WALHI, Uli Arta Siagian

Di dalam perppu ini sendiri climate change itu dijadikan salah satu poin menimbang kenapa kemudian menurut presiden kita dalam situasi darurat sehingga penting mengeluarkan perppu.

Pertanyaannya apakah perubahan iklim ini membawa kita pada situasi darurat? Ya. Tapi apa jawabannya menerbitkan perppu? Tentu tidak.

Karena isi perppu ini kontradiksi dengan semangat perubahan iklim. Contohnya kontributor terbesar perubahan iklim adalah FOLU itu adalah emisi gas rumah kaca terbesar dalam lima tahun terakhir.

Perubahan hutan dan lahan ini di Indonesia didorong masifnya perizinan di sektor inudstri ekstraktif, seperti pertambangan, perkebunan monokultur. Angkanya terus meningkat.

Ini kemudian menyebabkan konsekuensi paling logis masifnya perubahan lahan, hutan, dan perkebunan.

Dalam Perppu Cipta Kerja ini dia akan menjadi dasar membuat izin tadi menjadi expand ke wilayah lain.

Sumatra itu dia relatif sudah habis wilayahnya karena dia dibebani izin usaha ekstraktif. Kalimantan juga begitu. Sekarang ekspansi izin itu dia berjalan cepat ke wilayah timur. Artinya hutan kita di wilayah timur juga akan semakin terancam.

Ketika Perppu Cipta Kerja politik hukumnya itu bagaimana dia kemudian menjadi dasar memberikan izin sebanyak-banyaknya diberikan tanpa instrumen kebijakan lingkungan yang kuat.

Ketika ruhnya itu bagaimana investasi semakin banyak, tapi tidak diikuti dengan instrumen penegakan hukum lingkungan yang kuat maka itu akan menyebabkan investasi yang masuk itu ugal-ugalan. Karena tidak ada instrumen hukum yang bisa memitigasi dalam konteks analisi lingkungan dan penegakan hukum kalau ada korporasi yang melakukan pelanggaran lingkungan.

Ketika itu semua melemah, sementara keinginan membuka peluang investasi tinggi, maka hutan itu tidak lagi dilihat sebagai fungsinya menahan laju perubahan iklim tapi hutan hanya dilihat sebagai komoditi yang layak dieksploitasi.

Artinya semangat perubahan iklim dalam sektor perubahan iklim dan pengendalian lahan itu kontradiksi.

Baca Juga: Mahasiswa Sadar Krisis Iklim Menolak Perppu Cipta Kerja, Kenapa?

Ada semangat mencegah perubahan iklim tapi gak didukung produk hukum. Seperti apa produk hukum yang dibutuhkan?

Sebenarnya kemarin sebelum presiden mengeluarkan Perppu yang kita desak adalah penerbitan perppu untuk membatalkan omnibus law. Tapi perppu dikeluarkan yang mengkopi omnibus law.

Kita harus selesaikan dengan cara struktural dan sistematis. Kalau ingin situasi iklim lebih baik harus mengeluarkan produk hukum yang mengatur atau mengelaborasi produk sektoral lainnya untuk bagaimana tadi menahan laju ekspansi izin, memulihkan lingkungan, menjaga hak rakyat.

Terus kemudian menahan laju ekspansi izin karena kita sudah gak punya areal peruntukan hutan lagi.

Adanya produk hukum yang mengatur bagaimana satu menahan laju ekspansi izin, dan semangatnya itu memulihkan lingkungan dan HAM. Kedua, moratorium sawit. Ditujukan untuk memperbaiki lahan sawit yang sudah eksisting, tapi sejak 2021 moratorium sawit itu gak pernah diperpanjang lagi.

Nah sambil membuat produk hukum itu mungkin moratorium sawit bisa dilanjutkan kembali.

Poinnya adalah bagaimana adanya satu kebijakan sistematis, struktural untuk bisa memulihkan perubahan iklim.

Bagaimana Pantau Gambut melihat dampak Perppu Cipta Kerja terhadap iklim gambut di Indonesia?

[WANSUS] Lampu Merah Krisis Iklim dan Senjata Perppu Ciptaker Jokowi(Dok. Pantau Gambut)

Campaigner Pantau Gambut, Wahyu Perdana

Pertama dalam konteks Perppu Cipta Kerja tidak ada satu pun kondisi mendesak yang diklaim kan Jokowi. Karena analisa pemerintah sendiri ekonomi kita cukup kuat.

Apa korelasinya dengan konteks iklim secara subtantif gak ada yang berubah. Kalau pun ada perubahan itu gak signifikan. Pasal 110a 110b yang sebelumnya menyebutkan paling lama 3 tahun, ini pasal pemutihan pada konsesi yang ilegal pada kawasan hutan, itu diubah jadi November 2023.

Kalau kita melihat problem iklim terbesare, sumber terbesar itu sdari FOLU dari problem deforestasi dan tata guna lahan.

Faktualnya keresahan kita, FOLU itu hampir 60 persen berada dalam kawasan lahan gambut yang ada di konsesi. Ketika gambut rusak, yang terjadi emisi karbonnya bukan hanya berasal dari proses pembakarannya tapi juga pelepasan karbion yang ada di gambut.

Alih2 negara melakukan penegakan hukum justru diberi banyak sekali kelonggaran. Perppu ini akhirnya hanya sekedar melakukan administrasi biar putusan MK dilakukan padahal poin putusan MK adalah satu jika dinyatakan inskontitusional bersyarat tidak boleh ada tindakan strategis.

Terus ngapain ada perppu? Secara substansi juga tidak menjalankan amanat MK.

AMDAL tidak lagi jadi prasyarat usaha, fungsi kawasan hutan hulang. Sekarang di bypass oleh pusat. Sejak dalam pikiran, omnibus law sudah punya niat untuk memberikan keleluasan untuk korpirasi, kami menyebutnya sebagai niat jahat.

Ada keleluasan bagi koorporasi yang telanjur berkoperasi dalam kawasan hutan yang tidak sah. Kita lihat 2,9 juta perkebunan berada dalam kawasan hutan.

Kedua fungsi perlindungan dikebiri. Ketiga proses partisipasi masyarakat. Kalau sebelum ada UU Cipta Kerja izin lingkungan itu bisa digugat tapi klausul menggugat itu dihapus juga dalam Perppu.

Jadi minta keberatan baik-baik saja dipotong pasalnya. Buat kami kehilangan hak masyarakat di bawah itu membuat isu lingkungannya semakin tak terhindarkan. Kita belum bicara hal lainnya seperti problem ketenagakerjaan.

Kenapa saya bilang sejak ide sudah berniat jahat? Sejak draft setidaknya 30 poin dalam UU Cipta Kerja itu bertentangan dengan putusan MK.

Sejumlah poin penting mulai dari potensi kriminalisasi, AMDAL, hingga dampak kerusakan lingkungan jadi sorotan. Bagaimana mahasiswa melihat kondisi ini?

[WANSUS] Lampu Merah Krisis Iklim dan Senjata Perppu Ciptaker JokowiSejumlah mahasiswa berunjuk rasa menolak Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) di DPRD Provinsi Kalbar di Pontianak, Kalimantan Barat, Kamis (8/10/2020). (ANTARA FOTO/Jessica Helena Wuysang)

Ketua BEM UIN Jakarta, Abid Al Akbar

Sebenarnya perjalanan Perppu ini panjang, sudah 2 tahun lalu Oktober 2020 pengesahan UU Cipta Kerja lalu diputuskan oleh MK inkonstitusional, ini sebenarnya sudah jadi masalah. Puncaknya 2022 kemarin disahkan UU Cipta Kerja secara nyata melanggar putusan MK.

Kemudian soal kegentingan yang disampaikan Pak Jokowi hanya lip service pak presiden menurut saya. Padahal di sisi lain itu keterpaksaan pak Jokowi untuk menerbitkan Perppu Cipta Kerja yang pada akhirnya tidak melahirkan kerja tapi ini jadi jalan pintas pemerintah dan investor.

Perihal dampaknya kepada lingkungan, perihal AMDAL, hanya melibatkan mereka yang terdampak, sebelumnya orang tidak terdampak terlibat dalam AMDAL, ini menjadi PR karena yang merasakan dampak lingkungan pasca adanya izin tambang dan sebagainya, itu kan penerus kita.

Pasal 162 berpotensi akan adanya kriminalisasi mereka yang menolak pertambangan. Kita sering melihat pemerintah ini ada KLHK, ada narasi menjaga lingkungan itu semua hanya gimmick, tidak ada komitmen nyata dari pemerintah.

Menyoroti pasal tersebut yang berkaitan dengan lingkungan?

Tentu kita akan mengkaji lebih lanjut. Perppu Cipta Kerja ini akan kita apakah. Agak stuck ketika kita ajukan ke MK secara langsung kita sudah tahu gambarannya bagaimana.

Intinya adalah teman-teman mahasiswa sangat menyayangkan. Karena teman-teman mahasiswa sudah punya awareness pada lingkungan. Kita lihat misalnya kemarin ada case Pulau Sangihe diputuskan oleh MK. Kemenangan-kemenangan seperti itu harus kita suarakan agar kita tidak menyerah.

KLHK statement katanya optimistis permasalahan lingkungan berkurang. Menanggapi klaim menteri ini?

Manager Hutan dan Kebun WALHI, Uli Arta Siagian

Namanya klaim orang bisa klaim apa pun meski kadang dia gak rasional. Kita entitas kelembagaan negara dalam case ini ngomongin KLHK mengklaim bahwa persoalan lingkungan kaan berkurang, tapi kita gak pernah diberikan penjelasan seperti apa metode yang akan dilakukan untuk mengurangi persoalan lingkungan.

Yang kita lihat sebenarnya caranegara meganggap penyelesaian lingkungan itu dengan mekanisme keterlanjuran. Budaya hukum kita kan budaya yang mengakomodasi pelanggaran yang sudah dilakukan.

Kita tahu gak ada satu UU mana pun di Indonesia yang memberikan izin untuk perkebunan melakukan aktivitas ilegal dalam kawasan hutan. Berbeda dengan pertambangan, keciali kawasan hutan konservasi.

Tapi perkebunan sama sekali gak ada, gak ada izin pinjam pakai, apa pun.

Tapi tadi dicatat BPK mencatat 2,9 juta sawit ilegal dalam kawasan hutan. Ini kan seharusnya upaya yang harus dilakukan memberikan penegakan hukum agar aktivitas yang seharusnya ilegal dan gak biole itu gak dilakukan lagi.

Jadi dalam cara berpikir korporasi ‘ya gak apa-apa itu hutan’ kita ambil dulu kayunya, kita bikin itu gak hutan lagi. Karena mereka mempelajari budaya hukum kita itu menganulir kesalahan tadi.

Artinya kalau dalam cara berpikir KLHK akan terjadi pengurangan permasalahan lingkungan tapi cara berpikirnya dengan menganulir kesalahan, maka sebenarnya secara substasi dia bukan mengurangi persoalan lingkungan tapi dia akan banyak menambah persoalan lingkungan dibantu dengan anulir hukum. Dianggap jadi jalan menyelesaikan permasalahan lingkungan.

Itu asumsi. Mungkin bisa salah. Harusnya KLHK bisa menjelaskan bagaimana cara mereka supaya persoalan lingkungan bisa berkurang, dan dia harus menjelaskan pada publik apa yang harus mereka imajinasikan bagaimana cara mereka melakukan hal-hal yang mengurangi dampak lingkungan.

Tapi kan itu gak terjadi sama sekali di Indonesia. 

Campaigner Pantau Gambut, Wahyu Perdana

Permasalahannya berkurang nanti jangan ditafsirkan hutan, gambut kita, kawasan pesisir yang sehat. Saya ingin menyinggung AMDAL. Seringkali pemerintah melihat lingkungan secara parsial, kerap kali pengambilan keputusannya suke ke arah ke situ. Misalnya kalau kawasan satu dieksploitasi, sisanya tidak akan apa-apa.

Siapa saja yang boleh mengajukan keberatan itu siapa pun yang terpengaruh pada keputusan AMDAL. Ada pemerhati lingkungan hidup, bisa organisasi, akademisi, individu, tapi kemudian ada Perppu Cipta Kerja mengubah pasal 26 sehingga definisi masyarakatnya yang terdampak langsung.

Ini jadi PR, misalnya sungai Citarum, pabriknya di Jabar. Terus hanya warga Jabar yang bisa mengajukan AMDAL?

Kalau gambut di satu wilayah dipotong, sistem hidrologisnya terganggu, dampaknya kalau musim kering terganggu, kalau musim hujan kebanjiran.

Kerap kali mengatakan pemerintah mengatakan itu kan yang diuji gugatan formil, bukan materil. Proseduralnya. Kalau kita lihat satu bab sebelum amar putusan ‘pertimbangan hukum’ itu klir menyebut 2.02.5 spesifik menyebut untuk menghindari dampak lebih besar pasca diputuskan inkonstitusional bersyarat diminta menangguhkan kebijakan startegis.

Poin selanjutnya, MK mengingatkan karena banyak diajukan permohonan materil, diberikan inkonstitusional bersyarat itu untuk melakukan perbaikan substansi. Tapi kan tidak dilakukan perbaikan substansi.

Jadi tidak sinkron klaim komitmen yang berada di permukaan di dunia internasional itu. Pada saat yang sama, pemerintah Indonesia saat itu bu Menteri LHK, mengatakan pembangunan besar-besaran di era Jokowi tidak boleh berhenti atas nama deforestasi.

Jangan lupa yang habis-habisan kena deforestasi itu gambut yang banyak terdampak. Kita pemilik gambut tropis terbesar, ini berdampak pada perubahan iklim hingga 35 persen. Menjadi terlalu naif kalau sebuah kebijakan hanya dilihat prosedural.

Ketua BEM UIN Jakarta, Abid Al Akbar

Sebenarnya kita gak bosen mendengar statement seperti itu. KLHK seolah melindungi kerusakan lingkungan yang mungkin terjadi karena Perppu Cipta Kerja. Bagi saya itu hanya li service aja dari KLHK agar masyarakat percaya bahwa dalam perppu Cipta Kerja itu tidak ada deforestasi.

Baca Juga: Mahasiswa Sadar Krisis Iklim Menolak Perppu Cipta Kerja, Kenapa?

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya