35 Anak Tewas di Lubang Tambang, Pemerintah Perlu Tegas Tegakkan Hukum

Jangan lagi diabaikan, sudah terlalu banyak korban

Samarinda, IDN Times - Kasus meninggalnya Ahmad Setiawan (10 th), hari Sabtu (22/6) di lubang bekas tambang batu bara di dekat rumahnya Jalan Pangeran Suryanata, Gang Haji Saka, RT 16 no. 100, Kelurahan Bukit Pinang, Kecamatan Samarinda Ulu, menambah panjang daftar korban di lubang tambang. 

Ahmad merupakan korban ke-35 yang tewas di lubang bekas tambang batu bara terhitung dari tahun 2011 menurut catatan JATAM (Jaringan Advokasi Tambang).

Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda, Dr. Ir. Bernaulus Saragih, M.Sc. mengatakan, "Tidak bisa anak itu disalahkan. Ia sudah bisa membaca, menulis tapi yang mau dibaca tidak ada. Informasi mengenai larangan tidak ada. Apalagi informasi mengenai kedalaman juga tidak ada. Kalau ditulis di situ besar dengan tulisan DILARANG BERENANG anak-anak yang sudah bisa membaca pasti tidak berani," katanya saat dihubungi via telepon hari Senin (24/6).

1. Perusahaan tambang kurang informatif kepada masyarakat terkait dampak lubang tambang

35 Anak Tewas di Lubang Tambang, Pemerintah Perlu Tegas Tegakkan HukumDok.IDN Times/Istimewa

Menurut Bernaulus, perusahaan tambang kurang informatif kepada masyarakat akan bahaya dan dampak keberadaan lubang tambang di dekat pemukiman penduduk. 

"Bisa dengan membuat pagar atau batas. Batas dengan tali rafia pun juga sebenarnya cukup membantu, tidak harus batas permanen dengan kawat berduri. Papan-papan pengumuman, apalagi lokasinya di wilayah ramai penduduk semestinya ada informasi terkait kedalaman, dan peringatan bahaya," katanya.

Selain itu, ia menambahkan tidak ada orang yang mengawasi. Kalau perusahaannya memang ada, maka harus ada pengawasan di lubang bekas tambang batu bara tersebut.  

Baca Juga: Bendungan Limbah Tambang di Brasil Runtuh, 40 Tewas & Ratusan Hilang

2. Pemerintah harus bertanggung jawab dan penegakan hukum dijalankan

35 Anak Tewas di Lubang Tambang, Pemerintah Perlu Tegas Tegakkan Hukumjatam.org

Bernaulus mengaku bingung terhadap pemerintah yang seolah menutup mata dan tidak tegas atas kasus meninggalnya anak-anak di lubang tambang. 

"Jadi ini sikap yang tidak menunjukkan tanggung jawab sebagai pejabat publik. Karena sebagai pejabat publik dia ditugaskan oleh negara untuk menjamin kehidupan yang nyaman dan ramah lingkungan bagi masyarakat," jelas pengamat lingkungan ini.

Pejabat publik yang tidak dapat melindungi warganya dapat dituntut mundur dari jabatannya. 

Bernaulus mengatakan, "Jadi jika pejabat publik tidak punya tanggung jawab yang jelas atas hilangnya nyawa, maka UU Lingkungan Hidup, dan UUD'45 dapat digunakan untuk memecat atau menuntut mereka mundur karena tidak menunjukkan tanggung jawab yang jelas terhadap perlindungan manusia di wilayahnya. Misalnya sudah 35 anak meninggal masa tidak ada tindakan tegas?"

3. Apakah ada kekuatan besar yang menakuti keluarga korban?

35 Anak Tewas di Lubang Tambang, Pemerintah Perlu Tegas Tegakkan HukumDok.IDN Times/Istimewa

Bernaulus juga mempertanyakan mengapa masalah ini bisa seolah berhenti tanpa penyelesaian, keluarga korban juga diam saja. Apakah karena adanya ancaman atau premanisme, atau ada oknum besar yang bermain di balik kasus ini?

Menurutnya bisa saja keluarga korban ditakut-takuti dengan stigma seolah yang salah anak mereka mengapa berenang di lubang tambang, atau berdamai karena uang ,atau bisa jadi karena kurangnya pengetahuan akan kekuatan hukum yang mereka miliki. Bernaulus menegaskan kasus ini perlu penelusuran lebih lanjut, apa yang menyebabkan perkara anak di lubang tambang tidak tuntas secara hukum.

Baca Juga: Izin Tambang Emas Dicabut, Warga Silo Jember Gelar Syukuran

Topik:

  • Mela Hapsari

Berita Terkini Lainnya