Ini Pasal yang Tuai Kontroversi di Permendikbud soal Kekerasan Seks

Dianggap sebagai upaya melegalkan seks bebas

Jakarta, IDN Times - Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi menuai kontroversi. Permendikbudristek 30/2021 ini memiliki 9 bab dan 58 pasal.

Aturan ini ditandatangani oleh Mendikbudrisktek, Nadiem Makarim. Aturan yang menuai pro-kontra termaktub di pasal 5.

Baca Juga: MUI Minta Permendikbudristek Kekerasan Seksual Dicabut, Kenapa?

1. Di pasal 5, pelaku dilarang melakukan perbuatan kekerasan seksual tanpa persetujuan korban

Ini Pasal yang Tuai Kontroversi di Permendikbud soal Kekerasan SeksIlustrasi kekerasan pada perempuan. (IDN Times/Aditya Pratama)

Pada pasal 5, pelaku dilarang melakukan perbuatan kekerasan seksual tanpa persetujuan korban. Frasa "tanpa persetujuan korban" ini lah yang membuat kontroversi. Hal tersebut bisa merugikan korban.

Berikut isi pasal 5:

(1) Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

(2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;
b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;
c. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual pada Korban;
d. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;
e. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban;
f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
h. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;
i. mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;
j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;
k. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;
l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;
m. membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;
n. memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;
o. mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual;
p. melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;
q. melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;
r. memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;
s. memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil;
t. membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau
u. melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.

(3) Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal Korban:
a. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;
c. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;
d. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;
e. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;
f. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility);
dan/atau
g. mengalami kondisi terguncang.

Baca Juga: Muhammadiyah Minta Cabut, Menag Justru Dukung Permen Kekerasan Seksual

2. MUI minta Permendikbudristek tentang kekerasan seksual dicabut

Ini Pasal yang Tuai Kontroversi di Permendikbud soal Kekerasan SeksIlustrasi gedung MUI Pusat di Jakarta (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Salah satu pihak yang meminta Permendikbut Nomor 30 Tahun 2021 adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Meminta kepada pemerintah agar mencabut atau setidak-tidaknya mengevaluasi/merevisi Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam, dalam keterangannya, Kamis (11/11/2021).

3. MUI apreasiasi niat baik Kemendikbudristek

Ini Pasal yang Tuai Kontroversi di Permendikbud soal Kekerasan SeksKetua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Asrorun Niam (IDN Times/Afriani Susanti)

Asrorun mengatakan, MUI mengapresiasi niat baik Kemendikbudristek dalam mencegah kekerasan seksual di perguruan tinggi. Namun, kata dia, Permendikbud 30/2021 itu menimbulkan kontroversi karena aturan di dalamnya.

"Ketentuan-ketentuan yang didasarkan pada frasa 'tanpa persetujuan korban' dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 bertentangan dengan nilai syariat, Pancasila, UUD 1945, Peraturan Perundangan-Undangan lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia," katanya.

Baca Juga: Tafsir Golkar Soal Diksi 'Tanpa Persetujuan Korban' di Permendikbud

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya