Jelang Politik 2024, Moeldoko Sebut Potensi Radikalisme Meningkat

Moeldoko kutip data dari BNPT

Jakarta, IDN Times - Kepala Staf Presiden (KSP), Moeldoko mengatakan ada potensi peningkatan radikalisme jelang gelaran politik 2024. Moeldoko menerangkan, hal itu berdasarkan hasil survei Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada 2020.

"Situasi internal kita juga perlu aware, dinamika politik dan potensi radikalisme akibat politik identitas, survei BNPT pada tahun 2020 potensi radikalisme (naik) 14 persen. Itu data dalam kondisi anomali saat pandemik. Tahun politik pada 2023-2024 ada kecendrungan meningkat," ujar Moeldoko di Kantor KSP, KJakarta, Kamis (20/10/2022).

Baca Juga: Mahkamah Agung Tolak Kasasi Moeldoko Terkait KLB Partai Demokrat

1. Moeldoko ajak masyarakat untuk waspada

Jelang Politik 2024, Moeldoko Sebut Potensi Radikalisme MeningkatPaparan capaian kinerja pemerintah tahun 2022 oleh Kepala Staf Presiden, Moeldoko dan Menteri Kominfo, Johnny G Plate (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Dalam kesempatan itu, Moeldoko meminta masyarakat untuk waspada mengenai adanya potensi radikalisme. Moeldoko mengaku, pemerintah akan menyampaikan secara luas mengenai potensi peningkatan radikalisme jelang tahun politik.

"Ini sebenarnya sebuah situasi yang diperlukan untuk membangun awareness tentang radikalisme. Jadi, ini perlu kita announce agar kita semua memiliki awareness," kata dia.

Namun, mantan Panglima TNI itu enggan menjelaskan siapa kelompok yang berpotensi melakukan radikalisme. Menurutnya, yang bisa menjelaskannya adalah BNPT.

"Stigma radikalisme itu apakah buatan versi pemerintah, apa kenyataannya tidak seperti itu, ini saya serahkan untuk bertanya langsung kepada BNPT. Karena mereka yang memiliki standar seseorang dinyatakan masuk kelompok ini dan itu, pasti ada standarnya, ga mungkin asal-asalan," kata dia.

Baca Juga: Harga BBM Naik, Moeldoko: Masyarakat Menerima dengan Baik

2. Jelang pemilu 2024, BNPT ungkap pemicu utama radikalisme dan terorisme

Jelang Politik 2024, Moeldoko Sebut Potensi Radikalisme MeningkatDirektur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen (Pol) Akhmad Nurwakhid ketika memberikan pemaparan secara daring (www.bnpt.go.id)

Sebelumnya, Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid mengatakan, politisasi agama menjadi salah satu pemicu utama munculnya radikalisme dan terorisme.

"Radikalisme dan terorisme itu akar masalahnya adalah ideologi. Pemicu utamanya adalah politisasi agama, sehingga sangat relevan dengan kegiatan seperti ini, kita melakukan ikrar bersama, menandatangani pakta integritas supaya menghadapi Pemilu 2024 ke depan, tidak ada lagi yang namanya politisasi agama," ujar Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (4/6/2022).

Saat menjadi narasumber dalam acara Diskusi Publik 2022 bertema “Melawan Kelompok Radikal dalam Dinamika Politik Indonesia Menjelang Pemilu 2024” yang diselenggarakan Yayasan Tri Bhakti Pratista di Advocafe, Purwokerto, Nurwakhid menegaskan agama adalah firman tuhan. 

Agama harus menjadi sumber inspirasi untuk kemanfaatan semua pihak, apa pun argumennya atau alasannya. 

"Jadi politisasi agama adalah pemicu utama radikalisme dan terorisme. Dan itu harus ditiadakan," tegas Nurwakhid, Jumat (3/6/2022).

Baca Juga: BNPT Sebut Gen Z dan Milenial Rentan Terpapar Radikalisme

3. Indonesia punya potensial konflik yang paling besar di dunia

Jelang Politik 2024, Moeldoko Sebut Potensi Radikalisme MeningkatIlustrasi Pemilu (IDN Times/Arief Rahmat)

Selain itu, Nurwakhid menjelaskan bahwasanya Indonesia sebagai negara yang sangat majemuk. Indonesia yang tentunya juga memiliki potensi sangat besar untuk terjadinya konflik, maka masyarakat harus berhati-hati dan tidak mudah terbawa arus politik yang buruk.

"Negara kita punya potensial konflik yang paling besar di dunia. Di Arab, hanya beberapa etnis dan suku bangsa, pecah jadi berbagai negara. Bangsa Indonesia? Ada 1.300 lebih suku bangsa, tersebar di 17 ribu lebih pulau-pulau, agamanya ada enam, alirannya juga begitu banyak dan ini bisa disatukan dalam NKRI. Bayangkan betapa besarnya potensial konfliknya, harus hati-hati dan dijaga," jelas Nurwakhid.

"Ayo glorifikasi dan bangkit melawan radikalisme, karena inilah penyebab konflik-konflik yang ada, Setelah kami riset, pola terjadinya konflik di negara Muslim itu diawali dengan masifnya radikalisme, kemudian bergabung dengan kelompok anti pemerintah, dan intervensi asing, seperti di Suriah dan negara-negara lainnya," imbuhnya.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya