Jokowi Beda Suara dan Ingin Pemilu Terbuka, PDIP: Kami Paham

PDIP juga hargai keinginan partai politik lain

Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo melalui pemerintah menyatakan sikapnya agar pemilihan umum (pemilu) 2024 digelar dengan proporsional terbuka, di sidang Mahkamah Konstitusi (MK). Hal tersebut berbeda sikapnya dengan PDI Perjuangan, yang menginginkan pemilu digelar dengan proporsional tertutup.

Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto mengatakan partainya bisa memahami sikap pemerintah.

“Perbedaan dalam cara pandang harus dilihat sebagai bagian dari iklim demokrasi. Pemerintah mungkin melihat demokrasi presidensil memerlukan sarat dukungan 50 persen plus 1 di parlemen. Sehingga kami bisa memahami sikap pemerintah,” ujar Hasto di Bandung, Jumat (27/1/2023).

Dalam petitumnya, Presiden meminta MK memutuskan Pasal 168 UU Pemilu, yang mengatur pileg menggunakan sistem proporsional terbuka, tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan masih punya kekuatan hukum mengikat.

Baca Juga: Pemerintah: Perubahan Sistem Pemilu Timbulkan Gejolak Politik

1. Hormati kehendak partai lain yang ingin proporsional terbuka

Jokowi Beda Suara dan Ingin Pemilu Terbuka, PDIP: Kami PahamSekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Dalam kesempatan itu, Hasto menghormati fraksi partai lain di DPR RI yang menginginkan pemilu digelar dengan proporsional tertutup. Menurutnya, PDIP juga tidak melakukan judicial review di Mahkamah Konstitusi terhadap aturan pemilu.

"Jadi, kami hormati seluruh pendapat dari partai, pemerintah. Dan PDI Perjuangan bukan pihak yang melakukan judicial review karena kami tidak punya legal standing. Tapi sikap politik kebenaran,” kata Hasto.

“PDI Perjuangan bukan pihak yang melakukan judicial review karena kami tidak memiliki legal standing. Tetapi sikap politik kebenaran kami sampaikan, bahwa dengan proporsional tertutup, terbukti PDI Perjuangan mampu melahirkan banyak pemimpin yang berasal dari kalangan rakyat biasa. Bambang Pacul, Pramono Anung, Ario Bimo, Alm Tjahjo Kumolo, Arif Wibowo, Budiman Sudjatmijo, Ganjar Pranowo dan lain-lain, semua lahir dari proporsional tertutup,” sambungnya.

Baca Juga: Ketua KPU Minta Maaf soal Pernyataan Proporsional Tertutup

2. Pemerintah: Perubahan sistem pemilu timbulkan gejolak politik

Jokowi Beda Suara dan Ingin Pemilu Terbuka, PDIP: Kami PahamDirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bahtiar menekankan sinergi untuk netralitas ASN Pemilu 2024. (Dok. Puspen Kemendagri).

Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang mewakili pihak pemerintah mengakui jika polemik perubahan sistem pemilihan umum (pemilu) bisa menimbulkan gejolak politik dan sosial.

Diketahui, saat ini aturan mengenai sistem pemilihan umum yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) diuji secara materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan itu tercatat dalam Pemohon Perkara Nomor 114/PUU-XX/2022.

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, mengatakan, polemik soal sistem proporsional di tengah tahapan Pemilu 2024 menimbulkan gejolak politik di masyarakat.

"Proses penyelenggaraan pemilu tahun 2024 saat ini sedang berjalan sehingga perubahan yang bersifat mendasar terhadap sistem pemilihan umum di tengah proses tahapan pemilu yang tengah berjalan berpotensi menimbulkan gejolak sosial politik, baik di partai maupun masyarakat," kata dia dalam sidang dengan agenda mendengarkan keterangan DPR, Presiden, dan pihak terkait KPU, di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Kamis (26/1/2023).

Baca Juga: Sidang Uji Materi Sistem Pemilu di MK, DPR dan PDIP Beda Pandangan

3. Sistem proporsional terbuka merupakan hasil musyawarah pembentuk undang-undang

Jokowi Beda Suara dan Ingin Pemilu Terbuka, PDIP: Kami PahamDirektur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) RI, Bahtiar saat mengunjungi IDN Times (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Bahtiar mengatakan, sistem proporsional terbuka sebagaimana yang saat ini dilakukan uji materi merupakan hasil musyawarah dan kesepakatan pembentuk undang-undang yang tertuang dalam UU Nomor 7 Tahun 2017.

"Kami perlu menyampaikan dan melaporkan kepada Yang Mulia bahwa pilihan atas sistem proporsional terbuka dalam UU Pemilu merupakan hasil musyawarah pembentuk undang-undang dengan memperhatikan kondisi objektif proses transisi demokrasi Indonesia yang masih memerlukan penguatan sub sistem politik dengan dalam berbagai aspek," ucap dia.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya