Masalah Pendidikan di Asmat: Tak Ada Dukungan dari Orang Tua

Akses pendidikan anak ke sekolah sudah mudah

Asmat, IDN Times - Pendidikan masih menjadi salah satu masalah utama di Kabupaten Asmat, Papua. Sebab, angka putus sekolah di Asmat tinggi, yakni 25 persen.

Plt Kepala Dinas Pendidikan Asmat, Barbalina Toisuta, mengatakan putus sekolah sering terjadi pada siswa yang sudah menginjak kelas 4 SD. Mereka putus sekolah karena ikut orang tuanya bekerja mencari pohon gaharu.

Pohon gaharu memiliki kualitas kayu yang bagus. Kayu tersebut nantinya diolah menjadi bahan kosmetik hingga parfum.

Wanita yang akrab disapa Lin itu menerangkan, para siswa yang ikut orang tuanya mencari pohon gaharu bisa menghabiskan waktu berbulan-bulan hingga satu tahun. Setelah itu, mereka akan kembali ke sekolah.

Namun, terpaksa harus tinggal kelas. Oleh karena itu, tak jarang siswa yang duduk di kelas 6 SD, usianya bisa mencapai 15 hingga 18 tahun.

Lin mengatakan, untuk akses pendidikan di Asmat tak begitu sulit, asal mau saja bisa langsung datang ke sekolah. Menurutnya, para siswa tak diwajibkan untuk menggunakan seragam.

"Kami sekolah gratis, dari PAUD sampai SMA. Kami dikasih buku, pakaian. Kami cuma ingin mereka datang, duduk untuk belajar. Tapi, pemahaman orang tua itu belum, padahal anak-anak kalau datang ke sekolah itu senang," kata Lin saat ditemui IDN Times di kantornya, Asmat, Papua, Senin (20/6/2022).

Dalam kesempatan itu, Lin menerangkan di Asmat itu ada 23 distrik dengan jumlah sekolah SD sebanyak 136, SMP 19 dan SMA 6. Untuk siswa SD di Asmat ada 20.858, SMP 3.044.

"SMA selama ini diurus provinsi, selama ini kami tugas perbantukan," ucap dia.

Baca Juga: Intip Pesona Asmat, Tak Ada Tanah Kering dan Punya Kalender Air

1. Tak ada dukungan dari orang tua menyekolahkan anak

Masalah Pendidikan di Asmat: Tak Ada Dukungan dari Orang TuaSD di salah satu Distrik di Asmat (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Lin menjelaskan, masalah utama pendidikan di Kabupaten Asmat tak ada dukungan dari orang tua. Sebab, orang tua hanya pernah mendorong anak-anaknya pergi ke sekolah.

Yang terpenting, bagi orang tua itu anak-anak bisa mencari uang demi membantu perekonomian keluarga.

Uskup Agats, Mgr Aloysius Murwito, juga menyebut masalah pendidikan di Asmat menjadi kompleks karena tak ada dukungan penuh dari orang tua. Bila ada, kata dia, hanya sebatas di mulut saja.

"Karena ya kalau memang mendukung, membelikan baju sekolah, buku. Ini tidak ada," kata Murwito.

Baca Juga: Miris, Siswa SD di Asmat Banyak Putus Sekolah di Kelas 4 SD

2. Siswa SD di Asmat kesulitan membaca

Masalah Pendidikan di Asmat: Tak Ada Dukungan dari Orang TuaPlt Kepala Dinas Pendidikan Asmat, Barbalina Toisuta (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Di lokasi berbeda, Guru SD YPPK St Fransiskus Xaverius Warse, Blandina Kanuhun, mengatakan tantangan mengajar di Kampung Alamak, Asmat, Papua yakni para siswa belum lancar membaca dan menulis. Bahkan, kata dia, siswa kelas 4 pun masih ada yang kesulitan membaca dan menulis.

"Sulit sekali mereka paham untuk baca dan menulis," kata Dina (sapaan akrabnya).

Dina mengungkap, salah satu penyebab anak sulit membaca dan menulis itu karena tak belajar di rumah. Orang tua pun tak ada yang mengajari.

Sehingga, setelah pulang sekolah anak-anak langsung pergi bermain. Ada yang mandi di sungai, mencari ikan dan menangkap udang.

"Padahal akses ke sekolah di sini tidak sulit, tinggal datang saja," katanya.

Sama dengan Lin, Dina menyatakan pencarian kayu gaharu menjadi masalah yang pelik. Sebab, setelah meninggalkan sekolah demi mencari kayu gaharu, siswa menjadi lupa dengan pelajaran yang pernah diterimanya.

"Kalau sudah pergi ke gaharu, kembali ke sekolah aduh itu lupa semua. Jadi ketinggalan dia dalam belajar," ujar dia.

3. Solusi dari Dinas Pendidikan Asmat

Masalah Pendidikan di Asmat: Tak Ada Dukungan dari Orang TuaDinas Pendidikan Asmat, Papua (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Dinas Pendidikan Asmat juga menggandeng tokoh agama dan masyarakat untuk ikut membantu menyosialisasikan pentingnya sekolah kepada warga Asmat. Sebab, kata dia, tak sedikit anak-anak Asmat kemampuan membaca, menulis dan menghitung di kelas enam SD masih kurang.

"Kami menggandeng tokoh agama, masyarakat di kampung, itu kolaborasi, memberikan sosialisasi. Puskesmas juga ikut turun ke kampung-kampung, kader posyandu juga dipakai untuk sosialisasi," ujar Lin.

Wanita yang sudah menjadi guru hampir 30 tahun itu mengatakan, angka putus sekolah di Asmat paling tinggi berada di daerah Pulau Tiga. Daerah tersebut berada di zona merah. Pulau Tiga lokasinya berbatasan dengan Nduga.

Selain itu, kata Lin, Dinas Pendidikan juga bekerja sama dengan Keuskupan Agats menyediakan sekolah asrama. Tujuannya agar siswa tetap bisa sekolah meski orang tuanya sedang mencari pohon gaharu ke hutan.

Baca Juga: Intip Pesona Asmat, Tak Ada Tanah Kering dan Punya Kalender Air

Topik:

  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya