Mau Hadiahkan Pahala Kurban untuk Orang Lain? Begini Hukumnya

Ada perbedaan ulama soal hukum menghadiahkan pahala kurban

Jakarta, IDN Times - Umat Islam merayakan Hari Raya Idul Adha 1444 Hijriah pada hari ini, Kamis (29/6/2023). Di hari raya ini, umat Islam disunnahkan untuk memotong hewan kurban bagi yang mampu.

Tak jarang, umat Islam yang diberi kelebihan ekonomi ingin menghadiahkan pahala kurban bagi orang yang disayangi. Baik itu orang tua, pasangan atau siapa saja yang mereka sayangi.

Lalu bagaimana hukumnya memberi pahala kurban bagi orang lain?

1. Hukum memberi pahala kurban bagi orang lain menurut ulama

Mau Hadiahkan Pahala Kurban untuk Orang Lain? Begini HukumnyaIlustrasi pemeriksaan hewan ternak. (ANTARA FOTO/Siswowidodo)

Ada sejumlah pendapat ulama mengenai hukum memberi pahala kurban bagi orang lain. Dalam pandangan fiqih Syafi’iyyah, menghadiahkan kurban diperinci menjadi dua bagian. Pertama, menghadiahkan pahala kurban untuk orang yang sudah meninggal dunia.

Kedua, menghadiahkan pahala kurban bagi orang yang masih hidup. Pada ketentuan pertama, ulama sepakat memberi pahala kurban bagi orang yang sudah wafat hukumnya boleh.

Sementara, pada ketentuan kedua yakni memberi pahala kurban bagi orang yang masih hidup ada perbedaan pendapat dari ulama.

Imam al-Ramli dan Khathib al-Syarbini hukumnya diperbolehkan, pahala kurban bisa sampai dan didapatkan semua orang hidup yang diikutkan dalam pahala berkurban. Sedangkan menurut Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, hukumnya tidak diperbolehkan. Menurut Syekh Ibnu Hajar, kebolehan menghadiahkan pahala kurban hanya berlaku untuk orang yang telah mati, sebab dianalogikan dengan kebolehan bersedekah untuk orang yang sudah meninggal.

Baca Juga: Sambut Libur Idul Adha 2023, Polri Siapkan Rekayasa Lalu Lintas

2. Dalil pahala kurban untuk orang lain

Mau Hadiahkan Pahala Kurban untuk Orang Lain? Begini Hukumnyailustrasi hewan kurban (IDN Times/Aditya Pratama)

Syekh Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar al-Masyhur bi Ba’lawi berkata:

قال الخطيب و (م ر) وغيرهما : لو أشرك غيره في ثواب أضحيته كأن قال عني وعن فلان أو عن أهل بيتي جاز وحصل الثواب للجميع، قال ع ش ولو بعد التضحية بها عن نفسه ، لكن قيد في التحفة جواز الإشراك في الثواب بالميت قياساً على التصدق عنه ، قال بخلاف الحيّ

“Imam Al-Khathib, Imam al-Ramli dan selainnya berkata; Jika seseorang mengikutsertakan orang lain dalam pahala kurbannya seperti perkataannya “kurbanku untuk saya dan untuk si fulan atau untuk keluarga saya”, maka diperbolehkan dan pahalanya hasil untuk semuanya. Syekh Ali Syibromalisi berkata “walaupun setelah ia berkurban atas nama dirinya”. Akan tetapi Syekh Ibnu Hajar dalam kitab al-Tuhfah membatasi kebolehan menyertakan pahala kurban hanya kepada orang mati, karena disamakan dengan kasus bersedekah untuk mayit, beliau berkata; berbeda dengan orang hidup” (Syekh Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar al-Masyhur bi Ba’lawi, Bughyah al-Mustarsyidin, Al-Hidayah, hal. 257)

Dalam kitab al-Tuhfah disebutkan:

(و) تجزئ (الشاة) الضائنة والماعزة (عن واحد) فقط اتفاقا لا عن أكثر بل لو ذبحا عنهما شاتين مشاعتين بينهما لم يجز؛ لأن كلا لم يذبح شاة كاملة وخبر اللهم هذا عن محمد وأمة محمد محمول على التشريك في الثواب وهو جائز ومن ثم قالوا له أن يشرك غيره في ثواب أضحيته وظاهره حصول الثواب لمن أشركه وهو ظاهر إن كان ميتا قياسا على التصدق عنه

“Dan kambing domba dan kambing kacang cukup untuk satu orang saja sesuai kesepakatan ulama, tidak untuk lebih dari satu, bahkan apabila ada dua orang yang berkurban dengan dua kambing dengan kepemilikan bersama untuk mereka berdua, maka tidak diperbolehkan, karena setiap individu di antara mereka berdua tidak menyembelih satu kambing secara sempurna. Adapun hadits “Ya Allah kurban ini untuk Muhammad dan umat Muhammad” diarahkan kepada mengikutsertakan orang lain dalam pahala kurban, dan hal tersebut boleh. Oleh karenanya para ulama berkata “Bagi orang yang berkurban boleh untuk mengikutsertakan orang lain dalam pahala kurbannya. Ungkapan para ulama tersebut secara literal menyimpulkan hasilnya pahala untuk orang yang diikutsertakan, dan hal tersebut adalah pendapat yang jelas menurutku bila pihak yang diikutkan dalam pahala kurban adalah orang mati, karena dianalogikan dengan kasus bersedekah untuk mayit”. (Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 12, hal. 255)

Dalam komentar atas referensi di atas, Syekh Abdul Hamid al-Syarwani menjelaskan:
(قوله: له أن يشرك غيره إلخ) أي كأن يقول أشركتك أو فلانا في ثوابها وظاهره ولو بعد نية التضحية لنفسه وهو قريب اهـ ع ش

“Perkataan Syekh Ibnu Hajar ‘boleh mengikutsertakan orang lain dst’, yakni seperti mengucapkan ‘saya mengikutsertakan kamu atau fulan dalam pahala kurban saya”, secara literal walaupun ucapan tersebut dilakukan setelah niat kurban untuk dirinya sendiri dan pendapat ini adalah pendapat yang mendekati kebenaran. (Syekh Abdul Hamid al-Syarwani, Hasyiyah ‘ala Tuhfah al-Muhtaj, juz 12, hal. 255).

3. Nabi pernah memberikan pahala kurban untuk umatnya

Mau Hadiahkan Pahala Kurban untuk Orang Lain? Begini HukumnyaIlustrasi Hewan Kurban di Arab Saudi (IDN Times/Umi Kalsum)

Ulama menjelaskan, Nabi Muhammad SAW dalam doanya saat berkurban juga pernah menghadiahkan pahala kurban untuk umatnya.

“Ya Allah kurban ini untuk Muhammad dan umat Muhammad." Doa yang dipanjatkan Nabi Muhammad SAW merupakan hadiah pahala untuk orang lain.

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan, menghadiahkan pahala kurban hukumnya boleh. Namun, ada sejumlah ulama yang membatasi pemberian pahala kurban bagi orang yang masih hidup itu tidak boleh. Namun, bagi orang yang sudah wafat semua ulama sepakat boleh. Wallahu a’lam.

Baca Juga: Ini Bacaan Niat Mandi Sebelum Salat Idul Adha

Topik:

  • Sunariyah
  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya