Muhammadiyah Dukung MUI soal Fatwa Pinjol Haram

Segala jenis pinjaman yang mengandung riba haram

Jakarta, IDN Times - Ketua PP Muhammadiyah, Anwar Abbas, mendukung fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengharamkan pinjaman online. Fatwa tersebut berdasarkan hasil keputusan Ijtima Komisi Fatwa MUI se-Indonesia ketujuh.

“Praktik ribawi itu diutak-atik bagaimana pun tetap akan menimbulkan kemafsadatan karena menentang sunnatullah atau hukum alam. Hukum alamnya orang kalau berusaha ada tiga kemungkinan yang akan dia hadapi, yaitu untung, rugi atau pulang pokok,” ujar Anwar dilansir dari laman resmi Muhammadiyah, Senin (15/11/2021).

1. Pinjaman yang tidak bertentangan dengan syariat Islam boleh

Muhammadiyah Dukung MUI soal Fatwa Pinjol HaramIlustrasi Utang (IDN Times/Arief Rahmat)

Menurutnya, pinjaman offline maupun online yang tidak bertentangan dengan syariat Islam boleh dilakukan. Pinjaman yang dibolehkan yakni tidak membebani orang yang diberi utang dan tak boleh mengambil bunga.

"Bisakah kita menentang hukum alam? Jawabnya bisa. Cuma kalau kita tentang, maka kita sendiri dan masyarakat luaslah yang akan menanggung risiko serta bencana dan malapetakanya," katanya.

Baca Juga: MUI Tetapkan Pinjol Haram karena Riba, Mengancam, dan Membuka Aib

2. MUI tetapkan pinjol haram karena riba, mengancam dan membuka aib

Muhammadiyah Dukung MUI soal Fatwa Pinjol HaramIlustrasi gedung MUI Pusat di Jakarta (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

MUI menetapkan aktivitas pinjaman online haram karena terdapat unsur riba, memberikan ancaman dan membuka rahasia atau aib seseorang kepada rekan orang yang berutang.

"Layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba, hukumnya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan," kata Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Soleh dalam penutupan Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI di Jakarta dikutip dari ANTARA, Kamis (11/11/2021).

Niam menjelaskan pada dasarnya perbuatan pinjam meminjam atau utang piutang merupakan bentuk akad tabarru’ atau kebajikan atas dasar saling tolong-menolong yang dianjurkan, sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

“Namun, apabila dalam praktiknya penagihan piutang dilakukan dengan memberikan ancaman fisik, atau membuka rahasia atau aib seseorang yang tidak mampu membayar utang adalah haram,” ujar dia.

3. Haram juga bagi yang menunda pembayaran utang padahal mampu

Muhammadiyah Dukung MUI soal Fatwa Pinjol HaramIlustrasi Utang (IDN Times/Mardya Shakti)

Selain itu, bagi orang yang meminjam apabila sengaja menunda pembayaran utang bagi yang mampu, hukumnya juga haram.

"Adapun memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran utang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan yang dianjurkan (mustahab)," kata Niam.

Terkait dengan maraknya aktivitas pinjaman online di masyarakat, MUI merekomendasikan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kominfo, Polri dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hendaknya terus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dan melakukan pengawasan, serta menindak tegas penyalahgunaan pinjaman online atau financial technology peer to peer lending (Fintech Lending) yang meresahkan masyarakat.

Di sisi lain, pihak penyelenggara pinjaman online juga hendaknya menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan. Sedangkan bagi umat Islam, kata Niam, hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah.

Baca Juga: Pengamat: Fatwa Haram MUI untuk Kripto Gak Ngaruh ke Pasar

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya