Nadiem Makarim Buka Suara soal Polemik Permendikbud Kekerasan Seksual

Nadiem menjelaskan aturan dibuat dalam kondisi darurat 

Jakarta, IDN Times - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim buka suara soal Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 yang menuai polemik. Peraturan tersebut tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi.

"Kami sudah mendengar respons masyarakat terkait regulasi ini, dan akan terus mendengar berbagai masukan. Kami terbuka atas semua masukan," ujar Nadiem di kanal YouTube Kemendikbud RI, Jumat (12/11/2021).

1. Aturan dibuat dalam kondisi darurat kekerasan seksual

Nadiem Makarim Buka Suara soal Polemik Permendikbud Kekerasan SeksualMendikbud Nadiem Makarim bersiap mengikuti foto bersama seusai pelantikan menteri Kabinet Indonesia Maju di Beranda Istana Merdeka, Jakarta, pada 23 Oktober 2019. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Nadiem menyebut saat ini lingkungan perguruan tinggi dalam keadaan darurat kekerasan seksual. Ia menyampaikan, berdasarkan data Komnas Perempuan, ada 27 persen pengaduan kekerasan seksual berasal dari dunia pendidikan.

"Kita pada saat ini tidak ada cara lain untuk menyebutnya, kita dalam situasi darurat, bisa dibilang situasi gawat darurat, di mana kita bukan ada hanya saja satu pandemik COVID-19, tapi juga ada pandemik kekerasan seksual dilihat dari data apa pun," ucapnya.

Selain itu, berdasarkan survei eksternal dan internal, 90 persen korban kekerasan seksual adalah perempuan dan sisanya laki-laki. Hasil tersebut didapat dengan 174 testimoni dari 79 kampus yang tersebar di 29 kota.

Baca Juga: Mahasiswa Dukung Permendikbud Pencegahan Kekerasan Seksual di Kampus

2. Nadiem beberkan cerita mahasiswa korban kekerasan seksual

Nadiem Makarim Buka Suara soal Polemik Permendikbud Kekerasan SeksualMendikbud Nadiem Makarim jadi guru bahasa Inggris online saat Kunker ke Papua (Instagram.com/nadiemmakarim)

Nadiem kemudian menceritakan ada mahasiswa yang menjadi korban kekerasan seksual oleh dosen pembimbing skripsinya. Mahasiswa tersebut dipaksa mengatakan "aku cinta kamu" kepada dosen dan kemudian dicium.

"Sejak hari itu dia mencoba melapor ke temannya dan beberapa civitas akademika, tapi semuanya memberikan berbagai macam peringatan kepada korban ini, bahwa nanti bagaimana orang akan melihat kamu kalau kamu tidak punya bukti, bagaimana cara membuktikannya, dan lain-lain," kata Nadiem.

Mahasiswa itu kemudian depresi. Sebab, dia ketatukan dan trauma terhadap kekerasan seksual yang dialaminya.

"Ini adalah satu dari puluhan ribu, ratusan ribu, kasus yang mengalami kekerasan seksual dalam berbagai macam bentuk," katanya.

3. MUI minta Permendikbudristek tentang kekerasan seksual dicabut

Nadiem Makarim Buka Suara soal Polemik Permendikbud Kekerasan SeksualIlustrasi gedung MUI Pusat di Jakarta (IDN Times/Fitang Budhi Adhitia)

Salah satu pihak yang meminta Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Penyebabnya, ada frasa di dalam aturan tersebut yang dinilai bertentangan dengan nilai bangsa hingga Undang-Undang Dasar 1945. 

"Meminta kepada pemerintah agar mencabut atau setidak-tidaknya mengevaluasi/merevisi Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021," ujar Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam dalam keterangannya, Kamis (11/11/2021).

Asrorun mengatakan MUI mengapresiasi niat baik Kemendikbudristek dalam mencegah kekerasan seksual di perguruan tinggi. Namun, kata dia, Permendikbud 30/2021 itu menimbulkan kontroversi karena aturan di dalamnya.

"Ketentuan-ketentuan yang didasarkan pada frasa 'tanpa persetujuan korban' dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 bertentangan dengan nilai syariat, Pancasila, UUD 1945, peraturan perundangan-undangan lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia," katanya.

Baca Juga: Permendikbud 30/2021 Beri Rasa Aman dari Kekerasan Seksual di Kampus 

Topik:

  • Jihad Akbar

Berita Terkini Lainnya