Para Profesor Kampus Yogya Kumpul, Bahas Kriteria Pemimpin yang Ideal
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sejumlah profesor dari beberapa kampus di Yogyakarta berkumpul. Perkumpulan para akademisi itu digelar di University Club, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta.
Suwarsih dari Universitas Negeri Yogyakarta mengatakan, salah satu poin pertemuan itu membahas mengenai kriteria pemimpin nasional. Topik tersebut dipilih karena muncul keprihatinan dari para akademisi terkait krisis kepemimpinan nasional.
"Kami memiliki keprihatinan mendalam atas krisis kepemimpinan akhir-akhir ini, merujuk pada berbagai kasus hukum para pejabat publik, pelanggaran moral dan etika serta praktik koruptif para pemimpin di berbagai tingkatan. Kami mengingatkan pentingnya kepemimpinan yang amanah, kompeten dan menjunjung tinggi integritas,” ujar Suwarsih dalam keterangannya, Senin (29/8/2022).
Baca Juga: Bocoran Jokowi! Ternyata Ini Figur yang Pas Gantikan Dia Jadi Presiden
1. Krisis diakibatkan tak ada contoh dari para pemimpin yang sedang eksis
Sejumlah guru besar itu mengatakan, krisis kepemimpinan terjadi karena tak ada contoh dari para pemimpin yang sedang eksis. Suwarsih kemudian menjelaskan kriteria pemimpin yang baik.
"Kriteria seseorang yang duduk dalam kepemimpinan tingkat nasional, misalnya, harus memiliki kecakapan dalam mewujudkan keadilan sosial dan kesejahteraan umum. Di samping itu, sebagai bangsa yang memiliki posisi strategis dalam percaturan geopolitik global, amat wajar juga jika kemampuan diplomasi internasional ditempatkan sebagai kompetensi bernilai tinggi,” ucap dia.
Baca Juga: Jokowi Bicara Figur Pengganti Presiden, Pengamat: Masih Bersifat Umum
2. Ingatkan dunia akademik harus tetap independen
Guru Besar dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Heru Kurnianto Tjahjono, mengatakan praktik politik transaksional kini marak terjadi. Praktik tersebut mengakibatkan sirkulasi kepemimpinan hanya menyentuh lingkaran kerabat elite partai politik saja.
Dalam kesempatan itu, Heru menerangkan, dunia keilmuan dan politik praktis merupakan hal yang strategis bila dipertemukan. Namun, dia mengingatkan dunia akademik harus tetap independen.
“Dialog serta interaksi antara dunia politik dan dunia keilmuan merupakan suatu agenda bangsa yang strategis, mengingat parpol adalah lembaga yang melahirkan para pemimpin publik. Hanya saja, dunia akademik harus tetap berada dalam koridor teknokratik dan independen,” kata Heru.
3. Para pemimpin nasional harus sering serap aspirasi dari masyarakat
Siti Chamamah Soeratno dari Universitas Gadjah Mada (UGM) mengatakan, para pemimpin nasional seharusnya rajin menyerap aspirasi masyarakat. Hal itu dilakukan untuk menentukan langkah atau kebijakan yang nantinya bisa tepat sasaran dan tidak merugikan masyarakat secara umum.
“Inisiatif semacam itu relevan untuk menyambungkan pusat-pusat pengambilan kebijakan yang keputusannya berdampak pada nasib ratusan juta rakyat dengan aspirasi sesungguhnya dari rakyat Indonesia,” kata Siti.