Pemekaran Papua Tuai Pro-Kontra, Jokowi: Saya Mendengar dari Bawah
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo buka suara soal anggapan pemekaran tiga provinsi atau daerah otonomi baru (DOB) di Papua menuai pro-kontra. Jokowi mengaku, pemerintah dalam membuat kebijakan pemekaran itu sudah mendengarkan suara dari bawah.
"Ini kan kita, saya sendiri mendengar, pemerintah mendengar permintaan-permintaan dari bawah. Saya ke Merauke minta, saya ke Pegunungan, Tengah, kelompok-kelompok datang ke saya minta itu, dan sudah 7 tahun yang lalu, 6 tahun yang lalu, 5 tahun yang lalu dan tindaklanjuti pelan-pelan," ujar Jokowi dalam keterangannya saat kunjungan kerja di Papua, Rabu (31/8/2022).
Baca Juga: Jokowi Bagikan Bantuan Langsung Tunai BBM di Papua
1. Jokowi sebut pemekaran tiga provinsi merupakan suara dari bawah
Dalam kesempatan itu, Jokowi menyebut pemekaran tiga provinsi di Papua merupakan permintaan dari bawah. Hal itu dilakukan agar pembangunan infrastruktur di Papua merata.
"Bahwa ada pro dan kontra itulah yang namanya demokrasi," ucap dia.
Baca Juga: Pembagian 10 Juta Bendera di Merauke, Mendagri Ungkap Spirit DOB Papua
2. MRP sentil pemerintah: DOB keinginan Jakarta, bukan orang Papua
Editor’s picks
Sebelumnya, Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Timotius Murib buka suara terkait pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua. Dia mengatakan pembentukan DOB Papua merupakan keinginan pemerintah pusat.
DPR dan pemerintah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan menjadi undang-undang.
Timotius mengatakan bahwa masyarakat Papua asli tidak dilibatkan dalam pembuatan RUU DOB Papua. “Tiga RUU yang saya pikir itu adalah keinginan Jakarta, bukan keinginan orang asli Papua,” kata Timotius dalam keterangan tertulis, Kamis (30/6/2022).
Dia menilai, pemerintah pusat tidak berpihak kepada masyarakat asli Papua. Sikap itu tampak pada proses revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua karena seluruh substansi di dalamnya tak sesuai dengan keinginan masyarakat Bumi Cendrawasih.
Baca Juga: Jokowi Bagikan Bantuan Langsung Tunai BBM di Papua
3. Kesejahteraan Papua dikesampingkan demi kepentingan ekonomi
Menurut Timotius, sejauh ini pemerintah pusat belum sepenuhnya melaksanakan 24 kewenangan yang diatur dalam UU Otsus Papua. Bahkan kesejahteraan orang asli Papua dikesampingkan demi kepentingan ekonomi segelintir pihak atau kelompok saja.
“Hukum yang ada lebih melindungi perusahaan dibanding pemilik hak ulayat. DOB adalah pelanggaran HAM,” ujar Timotius.
MRP juga merasa tak dimintai persetujuan oleh pemerintah dan DPR dalam proses pembahasan RUU DOB Papua. Dia menilai kebijakan itu tengah mempertontonkan pengelolaan yang buruk kepada masyarakat, khususnya orang asli Papua.
“Artinya bahwa DOB ini konsekuensi dari pada perubahan kedua yang terburuk dan tanpa keterlibatan rakyat Papua,” tutur Timotius.