Sambutan Hangat Warga Damen Asmat, Ada Tradisi Mandikan Anak Berlumpur

Damen salah satu desa di Kabupaten Asmat, Papua

Asmat, IDN Times - Hari masih pagi, aku sudah bersiap menuju Desa Damen, Kabupaten Asmat, Papua. Pukul 07.00 WIT, Selasa (21/6/2022). Baju ganti sudah aku masukkan ke dalam tas untuk menuju Desa Damen.

"Ke Damen jauh, tidak?" tanyaku sambil menyerahkan kunci kamar ke petugas hotel di Agats, Asmat, Papua. Ya, aku terlebih dahulu menginap di Agats semalam setelah menempuh perjalanan menggunakan pesawat dari Jakarta.

"Sekitar tiga jam," jawab petugas itu.

Setelah itu, aku berangkat menuju dermaga untuk menuju Desa Damen bersama teman-teman dari Wahana Visi Indonesia. Ada dua pilihan, naik ojek motor listrik atau jalan kaki.

Bila ingin naik ojek, bisa membayar Rp20 ribu, jauh dekat satu harga. Namun, saya memilih berjalan kaki, karena memang lokasinya tak lebih dari satu kilometer.

Daerah Asmat ini semuanya terpisah oleh sungai. Tak ada daratan kering di Kabupaten Asmat. Rumah-rumah pun dibuat meninggi yang terbuat dari kayu agar tak banjir saat air sungai pasang.

Baca Juga: Miris, Siswa SD di Asmat Banyak Putus Sekolah di Kelas 4 SD

1. Naik speed boat

Sambutan Hangat Warga Damen Asmat, Ada Tradisi Mandikan Anak BerlumpurSpeed boat jadi salah satu transportasi utama di Asmat, Papua (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Kami menyewa speed boat untuk dua hari, tujuannya ke Desa Damen dan Desa Warse. Bagiku, biayanya cukup mahal, Rp5 juta untuk dua hari.

"Ayo kita berangkat," ajak Pak Titus, pengemudi speed boat.

Warga Asmat memang menyebut pengemudi speed boat itu sebagai driver. Satu persatu kami naik speed boat dengan lima kursi penumpang.

Setelah semuanya duduk, Titus menyalakan mesin kapal, perjalanan dimulai. Cuaca saat berangkat cerah, suhu panas lumayan menyengat terasa di wajah. Beruntung, angin yang berembus terasa dingin.

Karena angin berembus dingin, saya memilih tidur saat perjalanan menggunakan speed boat. Satu jam berlalu, saya terbangun dan masih belum sampai di Desa Damen.

Setelah beberapa kampung kami lalui, akhirnya sampai juga di Desa Damen. Ratusan warga sudah siap menyambut meski speed boat belum menepi.

Beberapa anak menggunakan seragam SD berbaris rapi di depan dermaga. Speed boat mulai menepi, para siswa SD itu kemudian menyanyikan lagu-lagu untuk menyambut kami.

Baca Juga: Intip Pesona Asmat, Tak Ada Tanah Kering dan Punya Kalender Air

2. Ada simbolis memandikan anak

Sambutan Hangat Warga Damen Asmat, Ada Tradisi Mandikan Anak BerlumpurSiswa SD di salah satu distrik di Asmat (IDN Times/Ilman Nafi'an)

Setelah itu, ada proses memandikan anak Desa Damen. Tiga anak tubuhnya penuh lumpur.

Kami berendam satu per satu memandikan mereka. "Cukup satu gayung saja tidak apa-apa, simbolis," kata salah seorang warga, Noor Bertus.

Noor menjelaskan, simbolis memandikan anak ini sebagai tanda menghormati tim WVI. Sebab, sebelum adanya tim WVI warga Desa Damen tak mengenal mandi, cuci dan kakus.

3. Sebelum ada WVI, warga Damen tak mengenal pakaian

Sambutan Hangat Warga Damen Asmat, Ada Tradisi Mandikan Anak BerlumpurMasyarakat Suku Asmat, Papua(papuadaily.id)

Interm Zone Papua Wahana Visi Indonesia, Hotmianida Panjaitan, menjelaskan lembaganya datang ke Damen pada 2019 setelah adanya kejadian luar biasa (KLB) kelaparan.

Kala itu, WVI mendapati mayoritas warga Damen tak memakai baju. Tak hanya itu, setiap rumah warga juga tak memiliki toilet. Warga membuang kotoran mereka di mana saja. Tak beraturan.

Oleh karena itu, WVI berusaha memberikan edukasi kebersihan yang baik kepada warga. "Tak mudah", kata Mian.

"Beruntung, ketika kami sudah beri edukasi, sekarang warga Damen kini sudah mau pakai baju dan punya WC di rumahnya," katanya.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya