Wamenkumham: Pasal Pencemaran Nama Baik Dihapus dari RKUHP
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edwar Omar Sharif Hiariej atau Eddy mengatakan pemerintah bersama DPR telah sepakat akan menghapus pasal pencemaran nama baik dan penghinaan di dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Transaksi Elektronik.
Penghapusan itu dilakukan melalui Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
"Hal yang penting diketahui, pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum itu dihapuskan, itu kemudian kami tambahkan ada pasal 240 RKUHP terkait penghinaan terhadap pemerintah, yang itu juga sangat dibatasi, bahwa pemerintah di sini adalah lembaga kepresidenan," ujar Eddy di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (27/11/2022).
"Sementara, penghinaan terhadap lembaga negara itu, terbatas legislatif yaitu DPR MPR DPD, sementara terhadap yudikatif hanya dibatasi untuk MA dan MK, dan itu delik aduan," sambungnya.
Baca Juga: Pasal Karet UU ITE dan 14 Pasal Bermasalah RUU KUHP Ancam Jurnalis
1. DPR minta ada pasal yang bisa jadi pedoman hukum yang hidup di dalam masyarakat
Dalam kesempatan itu, Eddy mengatakan, DPR juga meminta adanya pasal untuk jadi pedoman hukum yang hidup di dalam masyarakat, atau living law.
"Fraksi-fraksi DPR meminta agar ada PP yang jadi pedoman untuk penyusunan perda (peraturan daerah) terkait dengan living law itu," kata dia.
Editor’s picks
Baca Juga: DPR Dinilai Ngegas, Masyarakat Sipil Desak Pengesahan RKUHP Ditunda
2. Hakim tidak bisa langsung memvonis hukuman mati
Lebih lanjut, Eddy mengatakan, pemerintah dan DPR juga sepakat kalau hakim tidak boleh langsung menjatuhkan hukuman mati. Dia mengatakan, bagi terdakwa yang akan dijatuhi hukuman mati harus dipenjara 10 tahun terlebih dahulu.
"Perkembangan sangat berarti bagi HAM yaitu pidana mati, jadi dengan diberlakukan KUHP baru, pidana mati selalu dijatuhkan secara alternatif dengan percobaan, artinya hakim tak bisa langsung memutuskan pidana mati, tapi pidana mati itu dengan percobaan 10 tahun," ucap dia.
"Jika dengan jangka waktu 10 tahun terpidana berkelakuan baik, maka pidana mati diubah pidana seumur hidup, atau pidana 20 tahun," sambungnya.
3. Semua itu termasuk dalam RKUHP yang sudah disepakati pemerintah dan DPR
Eddy menerangkan, penghapusan pasal pencemaran nama baik dan hakim tidak bisa memvonis hukuman mati sudah sesuai dengan kesepakatan antara pemerintah bersama DPR RI.
"Kami, pemerintah akomodasi masukan dari DPR yang tertuang dalam DIM, ada 9 item, yang kemudian itu disetujui pemerintah berdasarkan masukan dari DPR, perlu juga kami infokan teman-teman ICJR yang tergabung dalam koalisi masyarakat sipil, itu aktif sekali lakukan diskusi dengan kami di pemerintah, dan fraksi-fraksi di DPR," kata dia.