[WANSUS] Gen Z, Begini Cara Mengenali Dapil Pemilu 2024

Ada 84 dapil untuk DPR RI pada pemilu 2024

Jakarta, IDN Times - Gen Z dan milenial pada 2024 merupakan pemilih mayoritas di pemilu 2024. Diperkirakan, ada 60 persen pemilih muda yang terdaftar sebagai pemilik suara.

Selain memilih calon presiden dan calon wakil presiden, pada 2024 juga masyarkat akan menyalurkan suaranya untuk memilih caleg DPR RI, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota dan DPD RI.

Pada Pemilu 2024, ada 84 daerah pemilihan (dapil) yang tersedia untuk memilih caleg DPR RI. Dari puluhan dapil itu menyediakan 580 kursi untuk anggota DPR RI.

Untuk memahami apa itu dapil, IDN Times menggelar diskusi dalam program Gen Z Memilih dengan menghadirkan Komisioner KPU, August Melaz, dan Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB, Arzeti Bilbina. Berikut wawancara selengkapnya.

Baca Juga: Ini Nama 23 Bakal Calon DPD RI Dapil Sumut yang Memenuhi Syarat

Untuk Mas August Mellaz, bisa disampaikan kepada pemilih pemula, dapil itu apa?

Dapil atau daerah pemilihan secara konsep merupakan gabungan wilayah administrasi pemerintahan, bisa dimaknai dalam pemilu anggaplah wilayah kontestasi, Mbak Zeti yang bisa cerita banyak, Mbak Zeti dicalonkan oleh satu partai dan menjadi caleg dan calon-calon lain.

Mbak Zeti itu kan ada konstituen, ada para pemilih, dan biasanya caleg akan mengkampanyekan program segala macam yang itu nanti bisa dipilih oleh pemilih, dan itu akan menentukan, dan kalau pemilih itu bisa dipahami dalam konteks daerah pencalonan partai politik, di satu daerah pemilihan, disediakan sekian kursi, sehingga dia bisa mencalonkan dari jumlah kursi yang disediakan.

Sehingga, kalau disediakan 10 kursi, maka bisa mencalonkan 1-10 kursi, sehingga di situ dari sisi konseptual.

Dapil di Pemilu 2024 itu ada berapa?

Kalau jumlah persisnya begini, dapil itu untuk DPR Ri itu ada 84 dapil, kalau DPR itu daerah pemilihan itu provinsi, itu ada 84 daerah pemilihan. Kalau DPRD provinsi kalau gak salah ada 272 daerah pemilihan, kalau DPRD kabupaten/kota kalau gak salah 3 ribu sekian lebih lah saya gak terlalu hapal dengan 17 ribuan kursi. Kalau DPR RI kan ada 580 kursi yang diperebutkan di 84 daerah pemilihan di 2024.

Baca Juga: Dalih DPR Tak Tambah Dapil di Pemilu 2024 Seperti Putusan MK 

Untuk Mbak Arzeti, ini kan sudah dua periode jadi anggota DPR RI, sebetulnya penentuan dapil itu dari partainya atau dari mana?

Sebetulnya kalau seorang caleg diberikan kesempatan untuk menjadi bagian kontestan politik, di mana di 2024 itu pemilihan dapil itu biasanya ditentukan oleh fraksi, atau ketika kita merasa bahwa saya memiliki kompeten di daerah sini, kemudian kita menawarkan diri ke partai. Kemudian partai juga bisa mengikuti, jadi pemilihan itu dari kedua belah pihak. Baik itu dari caleg, atau fraksi sebagai kader partai

Barangkali Gen Z ada yang mau menjadi caleg, caranya itu susah gak?

Sebetulnya di sini kalau kita bicara kita memiliki kemampuan, memiliki sifat leading, atau pemimpin untuk dijadikan penjembatan oleh masyarakat, rasanya siapapun berhak untuk dijadikan kontestan tersebut.

Teman-teman gen Z yang merasa saya pantas, boleh. Yang penting syaratnya menjadi kontestan, misalnya berperilaku baik, tidak ada tindak pidana, relatif aturan tidak berubah, yang penting gen Z sudah mencakupi untuk usia, sebagai caleg, gak ribet kok. Yang penting dia bisa menjalankan amanat tersebut.

Mas August, ada perbedaan khusus gak di Dapil 2019 dan 2024 ini?

Perbedaannya hanya ini, untuk mengakomodasi daerah pemilihan baru di Papua. Dulu satu provinsi di Papua, sekarang ada tiga provinsi tambahan. Nah, kalau yang lain, mulai dari Aceh sampai Papua, itu tidak terlalu banyak perubahan, baik komposisi dapilnya maupun jumlah alokasi kursinya. Misalnya seperti Mbak Arzeti itu dapil DPR RI Jatim I, itu tidak berubah, gabungan antara Kota Surabaya dan Kabupaten Surayaba itu relatif tidak ada perubahan.

[WANSUS] Gen Z, Begini Cara Mengenali Dapil Pemilu 2024Dapil dan kursi legislatif pada Pemilu 2024 (IDN Times/Aditya Pratama)

Ini kan ada 580 kursi di DPR RI, penentuan untuk masing-masing kursi di dapil itu gimana?

Kalau total kursi DPR kan cuma 580, sebenarnya ini ketentuan sudah berlaku sejak dua atau tiga periode terakhir, memang setiap provinsi mendapat alokasi kursinya, kemudian dibagi dalam bentuk dapilnya, relatif dalam konteks sekarang, mengikuti saja apa yang ada di undang-undang.

Kecuali untuk DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, jumlah penduduknya sekian, maka jumlah kursinya sekian. Kalau soal penentuan dapil itu khusus yang DPRD kabupaten/kota, itu dihitung berdasarkan jumlah penduduk, berdasarkan penghitungan tersendiri kemudian batas-batas wilayah diperkenankan untuk digabungkan, itu ada kriteria ada di Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2023.

Untuk Mbak Arzeti, penentuan caleg berada di dapil tersebut apakah karena sesuai alamat KTP, atau memang potensi mendapat suara besarnya di daerah tersebut?

Caleg itu kebijakannya dari partai dan kesiapan dari calonnya itu sendiri, jadi untuk penempatan itu ketika kita ditempatkan harapan kita itu ingin dipilih, kita kemudian bisa memenangkan. Jadi, tidak hanya sekadar untuk memenuhi kuota dan kita sekarang bicara suara perempuan, memang ada kuota 30 persen.

Sehingga, hampir semua partai tentunya mereka mempersiapkan perempuan-perempuan yang kompeten yang tentunya bisa ditaruh dapil yang bisa menyedot suara dan bisa menitipkan harapannya.

Untuk Mas August, kalau Gen Z ingin mengetahui caleg di dapilnya, informasi bisa didapat di mana?

Ini menarik, karena Gen Z ini dan pemilih pemula kalau digabungkan bisa menjadi 60 persen proyeksinya seperti itu. Nanti KPU dalam proses pencalonan itu akan menentukan sekarang PKPU Nomor 6 Tahun 2023 itu misalnya dapil DPR RI untuk Jawa Timur. Tinggal nanti pada saat pencalonan yang dilakukan partai politik ke KPU itu ada daftar sementara hingga daftar tetap sampai muncul di surat suara, nanti informasinya akan dibuka oleh KPU.

Tentu, kepentingan KPU sebagai informasi kepada teman-teman pemilih, ini lho caleg-caleg yang diajukan partai di setiap daerah pemilihan, termasuk nanti saya kira platform kampanye dari partai politik menjadi informasi penting dan terbuka.

Untuk Mbak Arzeti, biasanya kan masyarakat kalau ketemu caleg atau anggota DPR itu ngadunya hal yang riil. Misalnya anak saya sakit, butuh biaya sekolah, apakah kalau diberi bantuan itu merupakan politik uang?

Kita ini kan penjembatan, menyerap aspirasi dari masyarakat, tapi masyarakat juga harus tahu, tiga opsi yang dimiliki DPR itu adalah mengawasi jalannya pemerintahan, membuat undang-undang dan membuat anggaran. Jadi di sini kan yang menjadi prioritas pada saat legislatif bekerja.

Tapi kalau eksekutif ini kan punya kuasa penuh untuk menjalankan anggaran pada setiap daerah masing-masing. Jadi kebutuhan masyarakat ketika membutuhkan yang bergerak pasti eksekutif, legislatif ini mengawasi jalannya, jadi ketika kampanye di 2024, nanti kalau kita main uang nanti disemprit, ada keluarga yang sakit kita bawa ke rumah sakit, kita lagi kampanye.

Kalau Mas August gimana kalau seperti itu?

Ya sebenarnya konteks politik uang itu membeli suara dalam rangka memilih seseorang, nah itu yang gak boleh, appaun alasannya.

Walaupun kondisi sakit ya?

Ya itu kan ada alasan-alasan, misalnya bantuan kemanusiaan segala macam, yang mungkin saja ini kan basis konstituennya, bisa saja itu bukan soal itu. Misalnya menjanjikan sesuatu, kasih sekian terus pilih saya, nah itu baru masalah. Tapi kan posisi seperti anggota DPR saat ini di Senayan, punya konstituen kan harus digarap, bisa saja punya kebutuhan-kebutuhan pertemuan segala macam. Misalnya untuk membuka akses kesehatan, itu diizinkan.

Berarti nanti kalau caleg kasih sesuatu tapi gak ada embel-embel nanti pilih saya, itu gak masalah?

Nanti itu akan diatur di PKPU masalah kampanye berapa nominal yang dimungkinkan, jadi begini, ada biaya kampanye, suka gak suka harus ada biaya yang dikeluarkan dalam pertemuan, apakah konsumsi senilai sekian rupiah, tentu sudah berlangsung 2-3 pemilu yang berlangsung. Tapi kalau misalnya nih uang nanti pilih saya, nah itu nanti ada lembaga pengawas pemilu.

Meskipun nominalnya sedikit?

Ya apapun, nanti kan akan didefinisikan. Termasuk catatan saya itu yang 204 juta (pemilih) itu kami dapatkan dari Kementerian Dalam Negeri, kalau di Kementerian Dalam Negeri dilakukan pencocokan dan penelitian, nanti akan turun proyeksi pemilihnya berapa dan prosesnya masih jalan.

Di 2024 nanti, kira-kira persentase partisipasi pemilih untuk datang ke TPS berapa persen?

Untuk datang ke TPS target nasional 2019 sekitar 77,5 persen dan itu tembus di angka 81 persen, saya kira ini satu kriteria yang harus kita pertahankan dengan baik, meskipun juga kita mendorong selain tingkat partisipasinya tinggi, kualitas dari partisipasinya meningkat.

Misalnya keterlibatan teman-teman muda untuk membantu memfilter misinformasi yang hoaks, SARA, sekarang kan anak-anak muda dengan perkembangan informasi mereka jadi semacam generasi yang berbeda. Mereka justru memiliki kontribusi terhadap pemilu ini sebagai sarana pemersatu.

KPU melihatnya generasi muda ini mau datang ke TPS gak?

Justru kalau sebagian ada anggapan anak muda sekarang itu dinilai apatis, padahal tidak, ketika kita perhatikan dari survei yang dirilis dari berbagai lembaga survei yang kredibel, sebenarnya anak-anak muda ini sangat konsern dengan kehidupan dia di masa depan dan ini bertemu pada momen pemilu.

Justru sekarang tugas KPU meyakinkan kepada para calon pemilih bahwa pemilu itu penting, misalnya begini, anak-anak muda itu konsern dengan bagaimana pekerjaan ke depan, bagaimana pengembangan teknologi informasi dalam kehidupan sehari-hari atau hal yang sifatnya mungkin selama ini kita abaikan.

Misalnya dari kualitas pendidikan, mungkin ini jadi satu petunjuk buat partai politik, caleg, dan itu merumuskannya dalam satu kebijakan dan tentu oleh KPU direspons dalam strategi penyebarluasan teknologi informasi dalam rangka sosialisasi.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya