Eks Penasihat KPK Ikut Jadi Korlap Massa di Dekat Gedung MK

Abdullah sempat berkoordinasi dengan Ketum FPI Sobri Lubis

Jakarta, IDN Times - Mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abdullah Hehamahua rupanya sempat ikut terlibat dalam aksi penyampaian orasi di dekat gedung Mahkamah Konstitusi pada Jumat (14/6) kemarin. Namun, Abdullah tidak saja ikut bertindak sebagai orator. Ia juga adalah koordinator lapangan dari massa yang menamakan dirinya Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat (GNKR). 

Ia tiba di area Jalan Medan Merdeka Barat sekitar pukul 07:00 WIB. Sementara, sidang perdana sengketa Pilpres 2019 dimulai pukul 09:00 WIB. 

Kepada media, Abdullah mengatakan aksinya itu bukan ingin mengintervensi 9 hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang akan memutuskan sengketa Pilpres. Namun, mereka justru ingin mengawal agar ketika 9 hakim itu bertugas, tidak ada yang mengintervensi mereka. 

"Kami kemari untuk memberikan dukungan moril kepada 9 hakim, agar mereka jujur, adil dan tidak takut akan diintervensi," ujar Abdullah dalam orasinya kemarin di depan gedung Kementerian Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat. 

Ia hadir dalam acara orasi itu dengan mengenakan kemeja gamis berwarna putih dan peci hitam. Bahkan, sebelum ia berorasi, Abullah sempat disapa oleh Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Sobri Lubis. Sobri sempat menyarankan agar aksi orasi dipindah mundur ke Patung Kuda saja, sebab jalan menuju ke MK sudah disekat sejak di depan Kementerian Pertahanan. 

Lalu, apa saja yang disampaikan oleh Abdullah dalam orasinya kemarin? Apa yang akan ia lakukan seandainya gugatan Prabowo-Sandi ditolak oleh majelis hakim MK?

1. Abdullah menilai penegakan hukum di Indonesia sudah berat sebelah

Eks Penasihat KPK Ikut Jadi Korlap Massa di Dekat Gedung MK(Eks penasihat KPK Abdullah Hehamahua bersama massa yang menamakan diri Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat) IDN Times/Muhamad Iqbal

Kepada media yang menemuinya kemarin, Abdullah menilai sistem penegakan hukum yang terjadi di Indonesia saat ini berat sebelah. Ia mencontohkan dalam kasus tindak pemukulan yang dilakukan oleh Bahar Smith, proses hukumnya berjalan dengan cepat. 

"Namun dalam kasus Novel Baswedan hingga kini tidak diketahui kelanjutannya. Belum lagi soal 8 orang (yang tewas) akibat kerusuhan pada 21 dan 22 Mei lalu yang dianggap seperti tikus-tikus kecil. Kasus itu tidak diproses dan keadilan tidak ditegakan," kata Abdullah. 

Ia menyadari walau peluang untuk mengubah keadaan sehingga Prabowo-Sandi yang menang kecil, tetapi mereka tetap berdoa dan mengetuk pintu langit. 

"Kalau hari ini kita gagal, maka pada 2024 akan banyak masyarakat yang sudah hilang kepercayaan terhadap elit politik. 50 persen akan memilih untuk menjadi golput," tutur dia lagi. 

Baca Juga: [LINIMASA] Sidang Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi

2. Abdullah mengingatkan apabila MK keliru mengambil keputusan Indonesia akan hancur

Eks Penasihat KPK Ikut Jadi Korlap Massa di Dekat Gedung MKIDN Times/Axel Joshua Harianja

Abdullah kemudian meminta massa yang berjumlah ribuan itu untuk mundur ke Patung Kuda Arjuna Wiwaha. Ia sempat mewanti-wanti agar massa bersikap disiplin dan tidak membuat kericuhan selama menyampaikan aksinya. 

Abdullah sempat naik ke mobil dan berorasi dari sana. Ia mengatakan majelis hakim di MK merupakan wakil Tuhan. Apabila keliru dalam mengambil keputusan maka hal tersebut bisa menyebabkan negara hancur. 

"Maka, kita harus memberikan dukungan kepada hakim MK karena mereka wakil Tuhan. Begitu MK keliru mengambil keputusan dengan mengabaikan fakta hukum yang ada, maka cepat atau lambat, negara kita ini akan hancur," tutur dia. 

Abdullah juga mengungkit soal kondisi perekonomian di Indonesia. Ia mengatakan saat ini ekonomi Indonesia tengah dijajah oleh pihak asing dan aseng. 

"Bapak Ibu mau ekonomi dijajah oleh asing dan aseng? Karena itu mari membangun ekonomi keluarga kita, tidak perlu mengimpor sayur, tidak perlu mengimpor garam," katanya lagi. 

3. Apabila MK memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin, maka ia akan membawa permasalahan tersebut ke Mahkamah Internasional

Eks Penasihat KPK Ikut Jadi Korlap Massa di Dekat Gedung MK(Eks Penasihat KPK, Abdullah Hemahua duduk di trotoar bersama Ketum FPI Sobri Lubis) IDN Times/Muhamad Iqbal

Kemarin, Abdullah juga sempat menyebut apabila majelis hakim MK tak memenangkan Prabowo-Sandi, maka ia akan membawa kasus tersebut ke Mahkamah Internasional. Ia mengatakan pernah ada seorang Presiden di negara lain yang batal dilantik walau telah terpilih melalui pemilu. 

"Itu setelah dilakukan bermacam-macam investigasi hingga akhirnya ia digugurkan. Sekarang, sedang kami proses," kata dia. 

4. Abdullah Hehamahua pernah menjadi penasihat KPK selama 10 tahun

Eks Penasihat KPK Ikut Jadi Korlap Massa di Dekat Gedung MKIDN Times/Denisa Tristianty

Abdullah sempat bertugas menjadi penasihat KPK selama dua periode alias 10 tahun. Sebagai penasihat, mantan Ketua PB HMI itu bertugas untuk memberikan pertimbangan dan masukan kepada pimpinan KPK sesuai dengan keahilannya. 

Untuk bisa menjadi penasihat KPK, maka mereka dilarang merangkap jabatan. Sebagai imbalannya, maka KPK menggaji mereka per bulan sebesar Rp30 juta - Rp35 juta. Itu semua tergantung dari prestasi masing-masing individu. 

Kendati digaji besar oleh negara, Abullah dikenal sosok yang sederhana. Ia juga diketahui sebagai sosok yang disiplin dengan tidak menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi. Salah satunya, ia tidak pernah bersedia menerima tamu di ruang kerjanya di saat jam efektif. Apalagi membicarakan sesuatu yang tak terkait tugas institusi antirasuah tersebut. 

Dalam sebuah wawancara yang pernah dilakukan oleh Jawa Pos pada 2009 lalu, Abdullah tidak hanya bertugas memberikan masukan terkait pemberantasan korupsi. Tetapi, ia juga tak segan memberikan nasihat spiritual. 

"Kalau mereka muslim, saya akan berikan nasihat berdasarkan ajarannya," kata Abdullah ketika itu. 

Tetapi, tak jarang ia juga mengutip petuah berdasarkan ajaran di Alkitab bagi pegawai KPK yang beragama Kristiani. Meski beragama Islam, namun Abdullah mengaku pernah mempelajari Alkitab selama 12 tahun di tanah kelahirannya di Saparua, Ambon. 

Baca Juga: Ratusan Massa Aksi Sengketa Pilpres Membubarkan Diri dengan Tertib

Topik:

Berita Terkini Lainnya