Kirim Surat Terbuka Ke Jokowi, Masyarakat Adat Baduy Ungkap Kekecewaan

Wisatawan banyak sampah dan tersebarnya gambar Baduy Dalam

Lebak, IDN Times - Para tetua adat Suku Baduy di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten, mengirim surat terbuka kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Mereka meminta wilayah adat Suku Baduy dicoret dari destinasi wisata nasional.

Dalam surat terbuka itu, Suku Baduy menerangkan pertimbangan mendesak terkait dampak negatif modernisasi, dan kunjungan wisatawan ke wilayah adat mereka yang terkenal menjaga alam.

1. Tetua adat kecewa gambar penampakan kampung Baduy Dalam tersebar

Kirim Surat Terbuka Ke Jokowi, Masyarakat Adat Baduy Ungkap KekecewaanIDN Times/Muhamad Iqbal

Dalam surat tertanggal 6 Juli 2020, masyarakat adat Baduy menyampaikan beberapa alasan permintaan mereka tidak lagi menjadi destinasi wisata. Menurut mereka, moderenisasi terasa semakin berat bagi para tokoh adat dalam rangka menanamkan pemahaman konsistensi menjalani proses kehidupan sosial-kultural kepada generasi saat ini. Mereka mengkhawatirkan runtuhnya tatanan nilai adat pada generasi selanjutnya.

"Meningkatnya kunjungan wisatawan ke wilayah Baduy menimbulkan dampak negatif, berupa pelanggaran-pelanggaran terhadap tatanan adat yang dilakukan oleh wisatawan dan jaringannya. Diantaranya: tersebarnya foto-foto wilayah adat Baduy, khususnya Baduy Dalam, Kampung Cikeusik, Cikertawarna, dan Cibeo bahkan direkam dan dipublikasikan oleh sebuah lembaga milik asing,” isi petikan surat yang ditandatangani dengan cap jempol oleh Jaro Saidi, Jaro Aja, dan Jaro Madali.

Tatanan adat masyarakat Baduy yang masih berlaku, tidak mengizinkan siapapun mengambil gambar apalagi mempublikasikan wilayah adat Baduy, khususnya Baduy Dalam.

Baca Juga: New Normal, Petani Baduy Mulai Garap Ladang

2. Masyarakat ada kecewa wisatawan membawa banyak sampah

Kirim Surat Terbuka Ke Jokowi, Masyarakat Adat Baduy Ungkap KekecewaanIDN Times/Muhamad Iqbal

Akibat derasnya arus wisatawan ke wilayah Cagar Budaya Baduy, banyak sekali sampah plastik yang tertinggal dan mencemari lingkungan sekitar. Padahal bagi warga Kampung Baduy Dalam, lingkungan tersebut dipakai untuk beraktivitas setiap hari seperti mandi, mencuci, dan mengambil air minum.

Sampah plastik itu juga banyak ditemukan berserakan di tengah ajalan, terlebih di wilayah Baduy Luar. Selain itu, kedatangan wisatawan berimbas pada munculnya pedagang untuk berjualan. Padahal berdasarkan kesepakatan adat Baduy, mereka justru dilarang menjajakan dagangannya.

“Baduy sudah tak sepenuhnya damai dan tentram. Apa yang ditampilkan melalui pencitraan dan promosi sudah sangat berbeda dengan kenyataan di lapangan,” isi surat tersebut.

Baca Juga: Suku Baduy Tolak Bantuan Sosial COVID-19 dari Pemerintah 

3. Masyarakat Baduy senang adanya PSBB karena menghentikan kunjungan wisatawan

Kirim Surat Terbuka Ke Jokowi, Masyarakat Adat Baduy Ungkap KekecewaanWarga Baduy berjalan kaki demi silaturahmi (Antaranews)

Heru Nugroho, salah satu pihak yang mendapat amanat menyampaikan surat tersebut kepada Presiden Jokowi, menyebutkan kegelisahan yang dialami masyarakat adat Baduy. Pria yang sudah 15 tahun kerap berkunjung dan dikenal baik oleh masyarakat adat Baduy itu menuturkan, kecemasan terhadap pengaruh modernisasi menjadi salah satu alasan tetua adat menghentikan wisatawan untuk masuk ke Baduy.

“Saya sering tanya, seberapa kuat mereka menahan arus modernisasi dan tetap patuh pada tatanan nilai adat? Kurang lebih sampai lima tahun yang lalu, pertanyaan itu masih dijawab dengan rasa percaya diri, bahwa mereka masih bisa tahan. Meski saya melihat ada nada khawatir, tapi itu pendapat saya,” kata Heru.

Dalam suasana percaya dan saling menghargai prinsip serta pilihan hidup untuk berdampingan dengan alam itu, Heru mengungkap salut dengan ketatnya etika hidup yang dijalani masyarakat adat Baduy.

“Kami sama-sama saling menghargai pilihan dan keyakinan masing-masing. Contoh saja, kalo saya suruh mengikuti cara hidup yang patuh dengan tatanan adat di sana, wah saya terus terang tidak akan sanggup. Tapi saya menghargai pilihan mereka untuk tetap patuh terhadap tatanan nilai adat yang mereka yakini,” ucap Heru pada Senin, (6/7/2020).

Pria yang kerap berdiskusi dengan tetua adat Baduy Dalam maupun Baduy Luar itu juga menerangkan, tema soal ketahanan suku Baduy terhadap nilai-nilai adat dan tidak bersedia menyentuh atmosphere modernisasi, merupakan hal yang paling sering menjadi bahan diskusi.

“Saya waktu itu ngobrol dengan Jaro Tangtu Cikeusik (Jaro Alim) dan ada Puun Cikeusik juga. Saya ditemani Jaro Saidi,” sebutnya..

Puncaknya pada 16 April lalu ketika gencar isu Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat pandemik COVID-19, masyarakat Baduy tampak menikmati betul suasana itu. Ketika orang luar tertahan dan tidak bisa masuk ke wilayah Baduy.

“Pada tanggal 16 April itulah, Jaro Alim memberi amanah kepada saya, barangkali saya bisa membantu mencarikan solusi terhadap persoalan-persoalan yang ada. Saat itu kami sepakat, sebaiknya Baduy dihapus dari peta wisata nasional. Jadi, mandat itu saya dapat secara lisan, disaksikan Puun Cikeusik dan Jaro Saidi. Kultur mereka kan emang lisan,” ujarnya.

Berlanjut kemudian, Heru Nugroho diminta berkolaborasi dengan Jaro Saidi untuk berbuat sesuatu bagi masyarakat Baduy dan mencari solusi.

“Setelah tanggal 16 April itu, saya ke sana sekali lagi dan kita diskusi yang akhirnya sepakat membuat surat untuk Presiden,” katanya.

Baca Juga: Tolak Kunjungan, Masyarakat Baduy Jaga Ketat Akses ke Pemukiman Mereka

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi

Berita Terkini Lainnya