Darah dan Takbir Laskar Banten Usir NICA dari Bumi Jawara

Kisah Makam Seribu Serpong

Tangerang Selatan, IDN Times - Lalu lalang kendaraan bermotor terus berderu di Taman Makam Pahlawan (TMP) Seribu Serpong, ketika IDN Times mengunjungi tempat ini, beberapa waktu lalu. Salah seorang penjaga makam terlihat hilir mudik berkeliling di area sekitar pemakaman.

Taman ini memang berlokasi di sekitar kawasan industri dan pergudangan Techno Park BSD, tepatnya di Jalan Raya Puspitek, Kademangan, Serpong, Tangerang Selatan. Pemakaman itu sepi di tengah bising keramaian.

Ditelusuri lebih jauh, sangat sedikit penulisan sejarah tentang Makam Pahlawan Seribu Serpong ini. Yang pasti, tempat ini sangat berhubungan erat dengan sejarah bangsa Indonesia, khususnya sejarah perjuangan rakyat Banten mempertahankan kemerdekaan yang kala itu masih seumur jagung.

Soal nama "seribu," ternyata ada kisahnya. 

Baca Juga: [FOTO] Selamat Jalan Pak Sutopo, Pahlawan Kemanusiaan...

1. Laskar Banten di bawah KH Ibrahim ingin usir NICA dari PTPN Serpong

Darah dan Takbir Laskar Banten Usir NICA dari Bumi Jawara(Bangunan di komplek PTPN Serpong yang dulunya adalah markas NICA) IDN Times/Muhamad Iqbal

Dilansir dari berbagai sumber, kala itu Indonesia sudah merdeka sejak Agustus 1945. Tapi, daerah Serpong masih diduduki oleh tentara NICA (Nederlands Indies Civil Administration) yang membonceng pasukan Inggris, yang membawa misi menyisir keberadaan sisa-sisa pasukan Jepang yang kalah di Perang Dunia II.

Sejarawan dan budayawan Tangerang, TB Sos Renda menyebut, keberadaan pasukan NICA dan Inggris yang bermarkas di kantor perusahaan perkebunan Belanda yang kemudian menjadi PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) di Cilenggang, dikeluhkan oleh masyarakat.

"Pasukan NICA yang didalamnya ada pasukan Ghurka (pasukan Inggris asal India), sering usil terhadap warga. Mereka sering juga goda-godain perawan desa," kata TB Sos Renda saat menceritakan awal mula kisah Pahlawan Seribu Serpong, beberapa waktu lalu. 

Tidak terima diperlakukan seperti itu, masyarakat sekitar markas NICA akhirnya mengadu kepada tokoh bernama HM Yusuf. Dia menjabat sebagai lurah kala itu. Singkat cerita, pergilah HM Yusuf ke Banten wilayah barat, kemudian ia berhasil meminta tolong kepada Kyai Haji (KH) Ibrahim, seorang ulama masyhur di wilayah Lebak, yang kemudian bersama ratusan pasukannya melakukan longmarch menyusur jalur kereta hingga sampai di Serpong.

Versi lain menyebut, serangan itu terjadi karena Banten merasa terancam dengan didudukinya Serpong oleh Belanda. Beberapa hari setelah Serpong diduduki oleh Belanda, pada 23 Mei 1946, pasukan laskar dari Desa Sampeureun, Kecamatan Maja, suatu tempat yang dekat dengan garis demarkasi, berjalan menuju Serpong.

2. Pada 26 Mei 1946, peristiwa heroik itu terjadi

Darah dan Takbir Laskar Banten Usir NICA dari Bumi JawaraIDN Times/Muhamad Iqbal

Versi itu juga menjelaskan, pasukan berkekuatan 400 orang di bawah pimpinan KH Ibrahim, sesampainya di Tenjo, bergabung dengan pasukan laskar dari Tenjo yang dipimpin oleh KH Harun, seorang ulama yang terkenal sebagai Abuya Tenjo. Laskar Tenjo berjumlah sekitar 300 orang.

Pada 25 Mei 1946, kedua pasukan tersebut dengan hanya menggunakan senjata tajam terus berjalan kaki menuju Parungpanjang, suatu tempat di sebelah barat Serpong.

Di sepanjang perjalanan dalam misi mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamirkan dan mengusir pasukan NICA di Serpong, jumlah pasukan terus bertambah di antaranya dari Kampung Sengkol pimpinan Jaro Tiking, pasukan dari Rangkasbitung pimpinan Mama Hasyim, dan pasukan Laskar pimpinan Nafsirin Hadi, dan E. Mohammad Mansyur.

Sampai di Kademangan, Serpong, 25 Mei 1946 malam, para pimpinan pasukan berunding untuk mengatur siasat pertempuran. Esok harinya, 26 Mei 1946, mereka melancarkan serangan.

3. Laskar Banten dengan hanya membawa senjata tajam habis diberondong senapan mesin NICA dari atas bukit

Darah dan Takbir Laskar Banten Usir NICA dari Bumi Jawara(Jalan dan bukit ke arah PTPN Serpong) IDN Times/Muhamad Iqbal

Laskar rakyat Banten di bawah pimpinam KH Ibrahim dengan hanya menggunakan senjata tajam dan teriakan takbir, membuat pasukan Belanda waspada dan siap mengambil posisi di tempat-tempat yang strategis.

Pasukan laskar Banten maju terus dengan mengumandangkan takbir. Di lain pihak, pasukan Belanda gencar menembak dengan senapan-senapan mesin dari tempat-tempat strategis, seperti di atas bukit di sekitar jalur penyerangan laskar Banten.

Alhasil, korban berjatuhan di pihak laskar. Suara takbir lambat laun melemah dan akhirnya tidak terdengar lagi. Sekitar 200 laskar Banten gugur, termasuk KH Ibrahim dan Jaro Tiking.

Untuk mengurus dan memakamkan jenazah para korban, Nafsirin Hadi berhasil menemui pimpinan tentara Belanda, seorang Letnan KNIL.

Permintaannya dikabulkan dengan mengatakan, “saya diharuskan memberikan Tuan izin untuk menguburkan jenazah-jenazah itu, tetapi hanya oleh empat orang dari pasukan Tuan. Pukul 06.00 sore, Tuan harus sudah meninggalkan tempat ini”.

Atas persetujuan pimpinan tentara Belanda, korban dari laskar Banten dikubur secara massal dalam tiga lubang besar, pada 27 Mei 1946 siang. Tempat pemakaman itu kemudian diberi nama "Makam Pahlawan Seribu Serpong”. Letaknya di Kampung Pariang, Serpong, yang saat ini sudah menjadi jalan ke arah Cisauk Kabupaten Tangerang.

Di lokasi tersebut, dibangun juga Monumen Tugu Pahlawan. Tapi, seiring pesatnya perkembangan wilayah, membuat makam para pahlawan itu seolah 'terpinggirkan' oleh kesibukan perniagaan komersial, ditambah lagi, pertigaan Cisauk memang kondang akan kemacetan lalu-lintasnya. Alhasil, TMP di lokasi titik pertempuran Pahlawan Seribu itu pun dipindahkan ke tempatnya yang sekarang.

TB Sos Renda meyakini, jumlah korban adalah 700 orang. Mereka dimakamkan dalam dua lubang. satu untuk pimpinan pasukan KH Ibrahim dan satu lagi untuk 699 orang laskar yang dimakamkan secara massal. "Tapi untuk KH Ibrahim dimakamkan sendiri," kata Sos Renda.

Sebelum ditutup pakai tanah kembali, para jasad ditabur kapur dalam jumlah yang banyak, sehingga ketika digali kembali tulang-belulang sangat sedikit bahkan hampir tak ada.

"Mirisnya saat pemakaman itu banyak laskar juga yang belum mati, kena tembak tapi gak bisa lari atau bangkit pergi, artinya mereka dikubur hidup-hidup saat masih sadar atau sekarat, tak ada yang bisa menolong, lantaran NICA mengawasi dengan senapan-senapannya," tutur Sos Renda.

4. Serangan gagal karena ada pengkhianat dari bangsa sendiri

Darah dan Takbir Laskar Banten Usir NICA dari Bumi JawaraIDN Times/Muhamad Iqbal

Menurut Sos Renda, serangan oleh seribu laskar Banten gagal karena ada pengkhianat dari pihak laskar sendiri. Selain itu, juga karena pasukan NICA sudah sangat siap dan sistematis menempatkan senapan-senapan mesin di tempat-tempat strategis. Tentu saja persiapan tersebut perlu informasi rinci tentang pergerakan laskar Banten.

Dari penelusuran IDN Times, semua masyarakat Serpong yang mengetahui kisah perjuangan itu juga tahu bahwa ada pengkhianat yang membocorkan taktik serangan laskar Banten.

Pengkhianat tersebut juga masyarakat Serpong sendiri, yang menginginkan jabatan yang dijanjikan oleh pihak NICA jika Belanda bisa bercokol kembali di Indonesia.

Kini, kata Sos Renda, setelah puluhan tahun para pahlawan tersebut dimakamkan secara massal, mereka juga kembali dikhianati oleh para penerus perjuangan mereka. Pemimpin-pemimpin saat itu. Salah satu bentuknya, Makam Pahlawan itu harus digusur karena ada pelebaran jalan.

"Pada dekade 1990, makam para laskar dibongkar kemudian dipindah ke tempat sekarang, sebuah tindakan yang kurang etis karena pada dasarnya jasad tersebut tidak tersisa melebur dengan tanah, karena sebelum diuruk tanah ditaburi kapur," terang Sos Renda.

5. Awal mula kata "seribu" di TMP Seribu Serpong

Darah dan Takbir Laskar Banten Usir NICA dari Bumi JawaraIDN Times/Muhamad Iqbal

Sebenarnya, jasad para pahlawan yang ada di TMP Seribu Serpong ini, sebelumnya telah dikebumikan di titik lokasi pertempuran, yaitu di pertigaan Kecamatan Cisauk (atau lebih dikenal dengan Pasar Lebak, Kabupaten Tangerang), yang kini sudah masuk wilayah pemekaran menjadi Tangerang Selatan.

Saat ini masyarakat lebih mengenal tempat ini dengan nama TMP Seribu Serpong. Meski namanya “Seribu Serpong”, bukan berarti ada 1.000 makam pahlawan yang ada di TMP yang memiliki luas 9.835 meter persegi ini.

Kata seribu bukan berarti ada seribu makam pahlawan yang ada di TMP ini. Diketahui, hanya ada 238 makam pahlawan yang ada di sini, ditambah dua makam lagi, sehingga total semuanya adalah 240 makam.

Seluruh makam seperti berseragam, di-cat warna putih dengan sedikit warna merah pada bagian atas kayu nisan, sebagai perlambang bendera merah putih. 

Disebutkan, kata seribu itu diambil dari teriakan kalimat penggelora semangat perjuangan dalam menghadapi penjajah NICA, yaitu dari kata "serbu". Tapi, ada juga yang menyatakan, "seribu" itu menjadi pilihan kata yang paling tepat untuk menggambarkan secara simbolis, betapa banyak jumlah warga masyarakat Banten yang ikut berjuang melawan penjajahan Belanda pada waktu itu. Termasuk, banyak pula yang gugur di medan peperangan tersebut.

Selamat memaknai Hari Pahlawan!

Baca Juga: Meja dan Kursi Belum Ada, Murid SD di Tangsel Belajar Lesehan

Topik:

  • Sunariyah
  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya