Rumah dan Bungker Tua Cisauk Jadi Saksi Bisu Penjajahan Belanda

Rumah tua ini pernah jadi pusat komando Belanda

Tangerang, IDN Times - Gemuruh rel beradu roda kereta commuter jurusan Rangkasbitung-Tanah Abang terdengar jelas dari bangunan tua bergaya Eropa yang sudah lapuk dimakan usia itu.

Meski berada tak jauh dari Stasiun Kereta Api Cisauk, tepatnya di tepi Jalan Cisauk menuju arah Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang, Banten, namun bangunan tua itu terasing dan kesepian di tengah banyaknya pembangunan di kawasan yang berdekatan dengan pemukiman elite BSD.

Bangunan itu terlihat semakin kusam ketika jalan raya di depannya kini selalu dilewati truk-truk pengangkut pasir bermuatan besar dari Bogor ke arah BSD, yang menghasilkan deru campur debu yang mengotori dan menggetarkan bangunan yang mulai roboh di sana sini.

Baca Juga: Rumah Lengkong dan Bercak Darah Serdadu di Serpong Tangsel

1. Ada pasukan Belanda pada 1949 di Cisauk berhubungan dengan perjanjian Renville

Rumah dan Bungker Tua Cisauk Jadi Saksi Bisu Penjajahan BelandaIDN Times/Muhamad Iqbal

Terlihat lapuk, namun tersirat banyak sejarah yang terpendam di bangunan tua ini. Tapi, sulit sekali mendapatkan informasi yang benar dan akurat tentang asal-muasal dan keberadaan bangunan tua yang ternyata punya bungker atau ruang bawah tanah di bawahnya.

Hanya beberapa keterangan yang berhubungan dengan pendudukan Belanda pasca-kemerdekaan, tepatnya pada 22 Januari 1949 yang bisa menjadi salah satu rujukan masuk akal. Catatan itu terlihat dari bekas coretan di dinding kamar depan rumah tua itu.

Versi ini menyebutkan bahwa bangunan ini merupakan salah satu markas komando pasukan KL (Pasukan Kerajaan Belanda) dan KNIL (Pasukan Kerajaan Belanda yang banyak merekrut orang lokal Indonesia) untuk memantau wilayahnya di Tangerang.

Muncul pertanyaan, mengapa Belanda masih melakukan operasi militer di Cisauk pada 1949? Padahal Indonesia sudah merdeka pada 1945. Hal paling logis atas keberadaan mereka adalah telah disetujui perjanjian Indonesia dan Belanda di atas kapal perang milik Amerika, USS Renville pada 1948, yang kita kenal dalam buku-buku sejarah sebagai perjanjian Renville.

Dalam perjanjian itu, Belanda hanya mengakui sebagian wilayah Republik Indonesian (RI), yaitu Sumatera, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Artinya terdapat garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan Belanda. Sebagai konsekuensi garis demarkasi tersebut, tentara RI harus ditarik mundur ke wilayah RI.

Perselisihan mengenai wilayah-wilayah yang terbagi dalam demarkasi ini baru berakhir 27 Desember 1949. Bahwa Belanda menyerahkan kedaulatan atas Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat tidak termasuk Nederlands Nieuw-Guinea. Dalam garis demarkasi itu, Cisauk Tangerang merupakan wilayah yang dikuasi Belanda.

2. Sempat jadi wihara, rumah tua itu diduga milik pegawai perkebunan karet Belanda

Rumah dan Bungker Tua Cisauk Jadi Saksi Bisu Penjajahan BelandaIDN Times/Muhamad Iqbal

Saat IDN Times mengunjungi bangunan tua ini, beberapa waktu lalu, bangunan ini telah beralih fungsi menjadi rumah yang penghuninya memodifikasi bagian paviliun bangunan menjadi tempat usaha menjahit. Tapi, tak banyak juga yang diketahui si penghuni yang bernama Muchlis itu.

Muchlis mengatakan, ia hanya mengetahui bangunan ini pernah menjadi wihara dan sekolah sebelum ia tempati.

Wihara yang dijelaskan Muchlis kini sudah bergeser tempat ke bagian selatan bangunan. Wihara itu berdiri di atas bungker yang menjadi pintu masuknya, berada persis di depan jendela kamar berisi tulisan petunjuk tentang markas komando militer.

Menelisik lebih jauh, wihara bernama Kwan Im Hud Cow ini pun berkaitan dengan keberadaan bangunan tua Belanda itu.

Menurut Muchlis dan warga sekitar, bangunan tua itu dulu bekas wihara sampai 1987, hingga akhirnya pindah ke sebelahnya. Dari kisah tentang wihara itu juga diketahui bahwa dulu rumah tua ini adalah milik pegawai perkebunan karet Belanda bernama Tian Chin yang dibangun pada 1929.

3. Kamar komando jadi satu-satunya petunjuk

Rumah dan Bungker Tua Cisauk Jadi Saksi Bisu Penjajahan BelandaIDN Times/Muhamad Iqbal

Memang sulit sekali mendapatkan sejarah konkret mengenai bangunan yang memiliki beranda rumah yang disangga empat pilar besar ini. Daun pintu bagian dalam sudah hilang semua. Beberapa kusen ikut hilang. Ubinnya berhias motif sederhana. Ada lubang ventilasi berukuran 2×2 meter pada atap ruang tengah.

Di bawahnya terdapat kotak terbuat dari semen dengan fungsi tidak jelas. Dinding ruang dalam bersih dari coretan, kecuali di dalam salah satu kamar yang banyak memberi petunjuk tentang pergerakan pasukan Belanda di Cisauk dan tempat itu pernah menjadi pusat komando.

Di samping kamar ruang 'komando' itu terdapat pintu masuk bungker seluas 3×4 meter, yang dijelaskan Muclis bisa menampung hingga 20 orang dengan salah satu jalan keluarnya diduga menuju areal persawahan. Sayang sekali IDN Times belum berkesempatan masuk ke dalam bungker itu karena perlu tenaga beberapa orang untuk bisa membuka pintu bungker.

4. Angker karena sempat kosong berpuluh-puluh tahun

Rumah dan Bungker Tua Cisauk Jadi Saksi Bisu Penjajahan BelandaIDN Times/Muhamad Iqbal

Kepada IDN Times, Muchlis mengaku tak tahu banyak soal rumah yang ia tempati. Hanya beberapa kali dia bercerita bahwa rumah ini sangat angker karena sempat kosong berpuluh-puluh tahun.

Muchlis mengungkapkan, bangunan ini kapan saja bisa tergusur karena tanah yang dulunya milik pemerintah kini sudah dimiliki pengembang dan akan dijadikan ruko.

"Kapan saja bisa digusur, kan udah milik perumahan tanahnya, untung anak-anak udah pada gede," kata Muchlis.

"Maaf gak banyak yang bisa didapetin dari saya, saya tahunya di sini serem doang, beberapa kali saya sempat bertemu perempuan Belanda tengah malam," sambungnya sembari tertawa.

Baca Juga: Menguak Keangkeran Gunung Wilis, Lokasi Eksekusi Mati Menteri Supeno

Topik:

  • Sunariyah
  • Ita Lismawati F Malau

Berita Terkini Lainnya