Aceh Besar Kembali Kekeringan setelah 50 Tahun, Warga Salat Istisqa

Kekeringan yang sama pernah terjadi pada 1970-an

Aceh Besar, IDN Times - Ratusan warga Mukim Lampageu, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, menggelar Salat Istisqa atau salat meminta diturunkannya hujan, Kamis (23/1).

Salat yang diimamkan Teungku Abi Bukhari, digelar di persawahan kawasan Blang Kala Gampong, Kecamatan Peukan Bada. Jemaah salat diikuti laki-laki dan perempuan mulai dari anak muda hingga orang tua. Mereka juga membaga sejumlah ternaknya, seperti kambing dan ayam.

"Ya Allah, turunkan kami hujan yang memberikan rezeki. Jangan Kau berikan hujan yang menghancurkan, jangan Kau berikan hujan yang merusak ya Allah, jangan Kau turunkan hujan yang menjadi bala bagi kami ya Allah. Ampunilah dosa kami ya Allah," ucap Teungku Abi Bukhari dalam doa yang dipimpinnya.

1. Salat Istisqa untuk menawar kekeringan yang terjadi

Aceh Besar Kembali Kekeringan setelah 50 Tahun, Warga Salat Istisqawarga Mukim Lampageu, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, menggelar Salat Istisqa (IDN Times/Saifullah)

Imam Mukim Lampageu, T Darmawan mengatakan, hampir satu tahun kekeringan melanda daerah mereka. Tidak hanya persawahan yang tak dapat dialiri air, untuk mandi saja dikatakannya, warga susah mendapatkannya.

"Kami bersepakat berpuasa selama 4 hari sampai dengan hari ini dan juga melaksanakan sembahyang Istisqa bersama-sama masyarakat yang ada dalam lingkungan Lampageu. Sudah hampir satu tahun lebih tidak kekeringan. Hujan ada, tapi jangankan untuk air sumur dan perairan sawah, air untuk mandi saja susah," kata Darmawan, Kamis (23/1).

Ia pun menyampaikan, selama 2019 hingga 2020 ini, warga juga telah dua kali gagal panen cabai dan menanam padi. "Sudah dua kali masyarakat tidak bisa turun ke sawah, dan ini mau kali ketiga."

2. Pernah mengalami kekeringan yang sama pada 1970-an

Aceh Besar Kembali Kekeringan setelah 50 Tahun, Warga Salat IstisqaKekeringan melanda sejumlah desa di Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Aceh (IDN Times/Saifullah)

Pelaksanaan salat dan kasus kekeringan yang sama, dikatakan Darmawan, pernah terjadi di Mukim Lampageu, namun kejadiannya sudah berlalu hampir 50 tahun yang lalu atau sekitar 1970-an.

“Kejadian yang sama sudah pernah terjadi sekitar tahun 1975. Itu sudah pernah melaksanakan sembahyang semacam ini. Insyaallah, siap sembahyang, sudah hujan semua,” ujarnya.

Air yang ada di Embung Lambadeuk dikatakan sebelumnya masih bisa memenuhi kebutuhan pengairan persawahan walaupun musim kemarau melanda. Belakangan, ketika air yang ada di tempat penampungan tersebut juga mulai digunakan untuk keperluan PDAM, debit air yang ada juga mulai cepat habis.

“Dahulu, air yang ada di embung sebagian untuk persawahan masih cukup, namun belakangan juga digunakan untuk PDAM belakang mulai tidak cukup sehingga kami pun gagal panen karena tidak ada lagi air di embung.”

Baca Juga: Mengenang Tsunami Aceh 15 Tahun Silam, Nelayan Aceh Libur Melaut 

3. Berharap adanya perhatian dari pemerintah

Aceh Besar Kembali Kekeringan setelah 50 Tahun, Warga Salat Istisqawarga Mukim Lampageu, Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, menggelar Salat Istisqa (IDN Times/Saifullah)

Mukim Lampageu terdiri dari empat desa, di antaranya Gampong Lamguron, Lambadeuk, Lambaro Neujid, dan Lampageu. Saat ini, keempat desa ini mengalami kekurangan air bahkan sebagian persawahannya mengalami kekeringan hingga gagal panen.

“Kami sangat berharap kepada pemerintah untuk datang, mendekati atau memantau ke lapangan yang ada di dalam Pemukiman Lampageu,” ujar Darmawan

Ia menceritakan, sewaktu gagal panen pada 2019 lalu, warga sempat mengusul dan melaporkan ke pemerintah perihal gagal panen, namun tidak diketahui bagaimana perkembangannya. Setahu Darmawan, belum ada tindakan langsung yang dilakukan pemerintah kabupaten setempat.

“Setahu saya belum ada (pemerintah datang ke sini), namun belum tahu apakah ada berjumpa sama pak geuchik dan imam masjid,” imbuhnya.

4. Diduga juga dipengaruhi perubahan lingkungan

Aceh Besar Kembali Kekeringan setelah 50 Tahun, Warga Salat IstisqaANTARA FOTO/Rahmad

Imam Mukim Lampageu itu mengatakan, kekeringan yang terjadi diduga juga dipengaruhi perubahan lingkungan, seperti banyaknya pembalakan liar hutan terutama di kawasan alur air yang sudah tidak banyak lagi pohon.

“Pengaruh lingkungan memang ada juga. Itu karena belakang ini mulai terbabatnya hutan. Hutan lindung yang ada di alur air seperti sudah tidak ada lagi.”

Kalau dahulu, dikatakannya, para imam mukim memerintah dan mengingatkan masyarakat untuk tidak memotong kayu-kayu besar yang ada di pinggir alur. Kayu-kayu itu berfungsi untuk membendung air ketika hujan turun, sehingga air tidak akan langsung habis saat hujan berhenti karena dapat terbendung.

Selaku pimpinan mukim, Darmawan berencana akan mengajak masyarakat untuk kembali menanam pohon di hutan untuk menggantikan pohon-pohon yang telah ditebang.

“Mungkin ke depan akan kami perbaiki kembali jika ada pohon kayu yang terpotong. Pokoknya yang bermasalah dengan lingkungan.

Padahal, diakuinya, selama ini mereka sering mempermasalahkan jika mendapati langsung oknum yang melakukan penebangan secara liar. “Kalau siapa yang memotong kayu gede atau besar itu, maka akan langsung kami larang. Kami lapor. Kalau tidak ada selesai di pemukiman, kami teruskan ke kecamatan, bahkan selanjutnya sampai ke atas. Karena memang pohon yang besar itu dahulu sengaja ditanam untuk sebagai penahan air,” tegasnya.

Baca Juga: 14 Tahun Perdamaian Aceh, KKR Aceh Fokus Pemenuhan Hak Korban

Topik:

  • Doni Hermawan

Berita Terkini Lainnya