Ie Bu Peudah, Kuliner Khas Aceh Besar yang Hanya Ada saat Ramadan Tiba

Makanan ini bisa jadi solusi krisis pangan selama pandemik

Aceh Besar, IDN Times - Sejumlah pemuda duduk tak beraturan, ada yang di kursi plastik dan ada juga yang di potongan kayu. Salah seorang dari mereka tampak berdiri sambil memegang kayu. Di hadapannya ada sebuah belanga beton atau yang terbuat dari semen.

Sambil berdiri, pemuda tadi menggerak-gerakkan tangannya, memperlihatkan gerakan mengaduk. Beberapa saat kemudian, pemuda lainnya datang sambil membawa timba yang telah berisi air, lalu menuangkan semua isinya ke dalam belanga tersebut.

Gerakan mengaduk pun masih dilakukan pemuda yang memakai peci hitam itu. Sejumlah rempah-rempah yang telah ditumbuk dari campuran seperti lada, kunyit, lengkuas, bawang putih, dan rempah lainnya tampak dimasukkan ke dalam belanga tersebut.

Sesekali tungku perapian dicek untuk melihat kobaran api. Ketika api tampak mengecil karena kekurangan bahan untuk dibakar, tak tunggu lama, pemuda lainnya datang sambil memasukkan potongan kayu ke dalam tungku yang tidak berada jauh.

Aktivitas itu terus dilakukan selama dua jam atau hingga masakan yang sedang dimasak benar-benar tanak. Sedangkan posisi dari tugas yang ada, selalu bergonta-ganti secara bergantian.

Itulah tradisi masyarakat Gampong Bueng Bak Jok, Kecamatan Kuta Baro, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, saat memasak Ie By Peudah. Salah satu kuliner khas asal Kabupaten Aceh Besar.

1. Kuliner wajib selama Ramadan yang ada sejak zaman Kesultanan Aceh Darussalam

Ie Bu Peudah, Kuliner Khas Aceh Besar yang Hanya Ada saat Ramadan TibaDua orang pemuda warg Gampong Bueng Bak Jok, Kecamatan Kuta Baro, Kabupaten Aceh Besar tampak sedang memasak bu ie peudah (IDN Times/Saifullah)

Ie bu peudah bisa dikatakan salah satu kuliner langka di Aceh. Sebab makanan yang terdiri dari berbagai rempah-rempah ini hanya dimasak dan ada ketika bulan suci Ramadan saja. Bahkan, bagi warga Gampong Bueng Bak Jok, kegiatan memasak bu ie peudah merupakan tradisi yang wajib dilakukan setiap tahunnya.

“Setiap hari selama bulan suci Ramadan. Itu sudah menjadi satu kewajiban (memasaknya),” kata Keuchik Gampong Bueng Bak Jok, Hafidh Maksum, Selasa (28/4).

Kegiatan ini bukanlah hal baru bagi masyarakat Kabupaten Aceh Besar. Hafidh mengatakan, keberadaannya sudah ada sejak masa Kesultanan Aceh Darussalam berkuasa sehingga telah menjadi suatu adat istiadat yang turun-temurun.

“Jadi sudah sejak lama atau masa kesultanan sebelumnya memang sudah ada,” ungkapnya.

Baca Juga: Mak Meugang, Tradisi Makan Daging Sambut Ramadan di Aceh

2. Membangun semangat gotong-royong dan tanggung jawab

Ie Bu Peudah, Kuliner Khas Aceh Besar yang Hanya Ada saat Ramadan TibaSeorang pemuda warg Gampong Bueng Bak Jok, Kecamatan Kuta Baro, Kabupaten Aceh Besar tampak sedang memasak bu ie peudah (IDN Times/Saifullah)

Ternyata tradisi memasak ie bu peudah bukan hanya sekadar menikmati cita rasanya saja, akan tetapi terdapat filosofi dalam proses pembuatan masakan khas Aceh tersebut. Seperti membangun semangat bergotong-royong serta rasa tanggung jawab.

Hafidh mengatakan, ie bu peudah yang dimasak setiap hari selama satu bulan penuh tersebut membutuhkan tenaga lima orang per harinya. Tugas itu pun ditunjuk kepada pemuda desa setempat.

Tak hanya para pemuda saja, namun dalam hal ini kaum hawa juga dilibatkan. Para anak gadis dan ibu-ibu dilibatkan dalam hal membuat bumbu racikan ie bu peudah.

“Malah anak-anak muda ini sudah merasakan tanggung jawabnya. Jadi satu hari ada 5 orang yang memasak. Ini yang meracik atau yang menumbuk bumbunya itu ibu-ibu dari setiap dusun. Sementara laki-laki yang usianya tamat SMA sampai 45 tahun, itu dilibatkan dalam penugasan memasak ini (ie bu peudah),” jelas Hafidh.

Kebersamaan yang dibangun masyarakat Gampong Bueng Bak Jok tak hanya dilakukan ketika memasak ie bu peudah saja, namun juga mereka memiliki persawahan yang diwakafkan untuk kepentingan desa.

Sehingga, ketika memerlukan beras untuk bahan membuat ie bu peudah, dapat diambil dari umong ie bu atau sepetak tanah sawah yang diwakafkan tersebut.

“Kebetulan kita di sini ada istilahnya umong ie bu atau sepetak tanah sawah yang diwakafkan oleh masyarakat. Jadi padi dari hasil sawah tersebut diambil, jadi kami berasnya tidak lagi membeli,” ujarnya.

3. Komposisi rempah-rempah yang dianggap sangat baik untuk tubuh

Ie Bu Peudah, Kuliner Khas Aceh Besar yang Hanya Ada saat Ramadan TibaSeorang pemuda warg Gampong Bueng Bak Jok, Kecamatan Kuta Baro, Kabupaten Aceh Besar tampak sedang memasak bu ie peudah (IDN Times/Saifullah)

Ada berbagai macam rempah-rempah yang dicampur menjadi komposisi dalam pembuatan ie bu peudah. Misalnya, seperti campuran lada, kunyit, lengkuas dan bawang putih. Selain itu, makanan sejenis bubur ini dikatakan, dimasak dengan menggunakan 44 jenis dedaunan muda yang ada di hutan, seperti daun capa, peugaga, oen tahe, muling, dan sebagainya. Kelapa parut dan beras juga menjadi bahan pembuatannya.

Keuchik Gampong Bueng Bak Jok mengatakan, beberapa campuran bumbu yang digunakan untuk memasak ie bu peudah sangat bermanfaat untuk tubuh.

“Kalau dilihat dari komposisi bumbu yang digunakan ie bu peudah ini kan mengandung 44 jenis rempah-rempah. Manfaat dan khasiatnya itu banyak, misalnya untuk obat jantung dan memperkuat daya tahan tubuh selama puasa,” kata Hafidh.

“Terutama dalam berpuasa, dengan mengonsumsi ie bu peudah ini orang bisa tahan lama dan di siang harinya tidak terasa lelah dan capek. Itu manfaatnya,” jelasnya lagi.

4. Ie bu peudah pernah menjadi makanan selama perang mempertahankan kemerdekaan hingga solusi menghadapi COVID-19

Ie Bu Peudah, Kuliner Khas Aceh Besar yang Hanya Ada saat Ramadan TibaSeorang pemuda warg Gampong Bueng Bak Jok, Kecamatan Kuta Baro, Kabupaten Aceh Besar tampak sedang memasak bu ie peudah (IDN Times/Saifullah)

Selama Ramadan, biasanya Gampong Bueng Bak Jok hanya membutuhkan 4-6 are atau setara hampir 7 kilogram beras untuk memasak ie bu peudah. Dari jumlah itu, mereka bisa membagikannya untuk 214 kepala keluarga.

“Sekali masak ada 4-6 are namun bisa dimakan seluruh warga atau 214 kepala keluarga. Jadi bisa ambil semua. Dengan hanya sedikit beras jadi manfaatnya besar,” kata Hafidh.

Ia menambahkan, ie bu peudah juga pernah bermanfaat sebagai memenuhi kebutuhan ketika perang masa memperjuangkan kemerdekaan.

“Pada masa-masa perjuangan pun ini pernah dimanfaatkan. Karena kita mempunyai keterbatasan beras, namun bisa dimanfaatkan banyak orang," ujarnya.

Berkaca dari pengalaman yang ada dan jika wabah virus corona atau COVID-19 belum diketahui kapan akan berakhir, mungkin ie bu peudah bisa menjadi solusi ketika krisis pangan terjadi.

“Dalam suasana lockdown atau krisis pangan yang disebabkan oleh virus corona, kegiatan seperti ini juga bisa dijadikan solusi. Karena dengan bahan sederhana bisa menghasilkan untuk banyak orang. Hal serupa juga pernah dilakukan pada masa peperangan,” imbuh keuchik Gampong Bueng Bak Jok itu.

Baca Juga: Dampak COVID-19, Permintaan Peci di Aceh Berkurang Selama Ramadan

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya