Kupiah Meukutop, Peci Khas Aceh yang Kini Jadi Tren

Memiliki nilai sejarah dan filosofi

Banda Aceh, IDN Times - Meja kayu itu dipenuhi beberapa tumpukan peci atau kopiah dengan beragam ukuran. Penutup kepala yang biasa digunakan oleh kaum Adam umat muslim ketika beribadah itu tampak semakin banyak dijajakan banyak pedagang di kawasan Pasar Aceh, Banda Aceh, apalagi selama Ramadan.

Tak hanya ditata di atas meja, peci-peci itu menggantung di langit-langit beratap terpal biru bersama sejumlah aksesori seperti tasbih dan bros maupun perlengkapan lainnya. Jika diamati, ada beragam motifnya, mulai dari yang polos, bermotif pintu aceh, rencong, bercorak, dan banyak lagi lainnya.

Begitu juga dengan warnanya, ada hitam, putih keemasan, perak, perpaduan hitam putih, serta perpaduan merah, kuning, dan hijau. Dari beragam peci dan songkok dijajakan itu, ada satu peci yang warna maupun motifnya terlihat berbeda dan khas. Peci tersebut dikenal dengan kupiah meukutop.

Baca Juga: Lemang Wak Hafsah, Takjil Favorit Warga Banda Aceh

1. Kupiah meukutop, peci khas Aceh yang paling diminati warga

Kupiah Meukutop, Peci Khas Aceh yang Kini Jadi TrenKupiah Meukutop, peci khas Aceh (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Kupiah meukutop merupakan peci khas aceh yang dibubuhkan perpaduan warna merah, kuning, hijau, dan hitam. Sisinya bermotif empat anak tangga menyerupai segitiga siku-siku.

Belakang penutup kepala tersebut memang sedang tren-trenya di tengah masyarakat Aceh. Tak heran jika hampir semua pedagang peci yang ada menjajakan kupiah meukutop di setiap lapak dagangan mereka.

"Jenis peci yang paling banyak diburu selama dua tahun ini, itu peci aceh atau kupiah meukutop selain peci hitam polos," kata Syarifah, salah seorang pedagang peci di Pasar Aceh.

2. Harganya mulai Rp65 ribu sampai Rp500 ribu

Kupiah Meukutop, Peci Khas Aceh yang Kini Jadi TrenPenjual peci di Pasar Aceh, Banda Aceh (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Peci yang identik motif layaknya hasil anyaman dengan empat warna tersebut biasanya dibandrol dengan harga mulai Rp65 ribu per satuannya. Namun, jika ingin memiliki kupiah meukutop asli hasil rajutan, harga per satuannya bisa mencapai Rp500 ribu.

"Peci yang rajut lebih mahal karena produksinya seminggu mungkin hanya satu yang jadi," ujar Syarifah.

Baca Juga: Sejarah Peci, Sukarno Orang Indonesia Pertama Padukan Peci dengan Jas

3. Sejarah dan filosofi kupiah meukutop

Kupiah Meukutop, Peci Khas Aceh yang Kini Jadi TrenTeuku Panglima Polem (Website/https://id.wikipedia.org/)

Walau bisa dibilang baru dua tahun kupiah meukutop tren di masyarakat, pada zaman dahulu, penutup kepala tersebut sering digunakan oleh para raja, kaum uleebalang maupun ulama Aceh.

"Peci ini di samping memakai saat beribadah shalat juga sebagai identitas ke Acehan ada didalamnya," kata Pemerhati Sejarah Aceh, Tarmizi Abdul Hamid, saat dihubungi terpisah.

Ia menjelaskan, kupiah meukutop mempunyai makna dan filosofi tersendiri. Mulai dari empat warna digunakan, maupun motif yang tersemat.

Warna merah melambangkan keberanian dan jiwa kepahlawanan orang Aceh. Kuning mengisyaratkan kemegahan dan keistimewaan bangsa dan negara. Hijau bermakna keilmuan agama Islam sebagai modal negara dan mencintai alam dan lingkungannya. Sedangkan hitam diartikan hukum yang kuat dalam negeri Aceh Darussalam.

Begitu juga dengan empat anak tangga menyerupai segitiga siku-siku yang ada di sisi peci memiliki arti tersendiri. Bagian pertama bermakna hukum, bagian kedua, bermakna adat, bagian ketiga bermakna qanun dan bagian keempat bermakna reusam (resam).

Dengan latar belakang penggunaannya dan kandungannya yang multimakna, membuat kupiah meukutop penuh dengan nilai sejarah serta adat istiadat.

"Oleh karena itu, ketika orang memakai--kupiah meukutop--ini sangat gagah dan berwibawa," ujar pemerhati sejarah yang akrab disapa Cek Midi terseb.

Pemakaian kupiah meukutop yang banyak dikenakan oleh masyarakat saat ini dikatakan Cek Midi, merupakan bentuk penghormatan kepada orang-orang terdahulu. Sehubungan dengan ini, pemerhati sejarah Aceh ini berharap, pemerintah mau membantu para perajin kupiah meukutop agar tetap memproduksi terus peci-peci tersebut.

"Mari kita galakkan pemakaian ciri khas budaya kita sendiri," ajaknya.

Baca Juga: Menilik Sejarah Tradisi Petasan saat Ramadan hingga Lebaran

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya