May Day di Aceh, Tolak Omnibus Law dan Revisi Qanun Ketenagakerjaan

Long march dari Masjid Raya Baiturrahman ke Simpang Lima

Banda Aceh, IDN Times - Puluhan buruh melakukan long march dari kawasan Masjid Raya Baiturrahman hingga ke bundaran Simpang Lima, Kota Banda Aceh, Aceh, dalam memperingati Hari Buruh yang jatuh pada 1 Mei, pada Sabtu (1/5/2021).

Tiba di kawasan bundaran, massa yang merupakan gabungan para pekerjaan dari berbagai daerah di Aceh tersebut melakukan orasi secara bergantian.

Aksi itu berjalan tertib. Setelah berorasi lebih kurang hampir dua jam, para buruh pun kemudian membubarkan diri.

Baca Juga: 3 Alasan Isu Pengupahan Selalu Jadi Tuntutan Buruh saat May Day 

1. Omnibus Law masih isu utama yang ditolak para buruh

May Day di Aceh, Tolak Omnibus Law dan Revisi Qanun KetenagakerjaanBuruh di Aceh memperingati Hari Buruh, di Simpang Lima, Kota Banda Aceh (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Dalam aksi tersebut, ada sejumlah tuntutan yang disampaikan oleh massa aksi. Tuntutan itu tidak hanya berskala lokal, namun juga berskala nasional.

"Tuntutan skala nasional, terkait Omnibus Law. Jadi memang buruh di Aceh dan secara nasional saat ini masih konsen menolak Omnibus Law itu," kata perwakilan massa aksi, Edy Jaswar, pada Sabtu (1/5/2021).

Baca Juga: Demo Buruh, Polisi Tutup 9 Titik Jalan dari Sudirman hingga Thamrin

2. Empat aturan yang dianggap tidak sesuai dengan pekerja

May Day di Aceh, Tolak Omnibus Law dan Revisi Qanun KetenagakerjaanBuruh di Aceh memperingati Hari Buruh, di Simpang Lima, Kota Banda Aceh (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Alasan mereka masih menyuarakan penolakan terhadap pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, lantaran ada beberapa pasal dalam aturan yang dikenal dengan Omnibus Law tersebut tidak sesuai.

Sebagai informasi, pemerintah pusat secara resmi telah menerbitkan 49 peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (perpres) sebagai aturan pelaksana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Adapun empat peraturan pemerintah (PP) yang ditolak oleh para buruh dalam aksinya, yakni berkaitan dengan kluster ketenagakerjaan.

Di antaranya, PP Nomor 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing; serta PP Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, Hubungan Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja.

Selanjutnya, PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan; dan PP Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan.

PP yang telah diterbitkan dianggap tidak lebih baik dari Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Indonesia sebelumnya.

"Ada empat poin yang kita tolak, di dalam Omnibus Law itu. Karena masih ada ketidakpastian pekerjaan, upah, dan jaminan sosial. Oleh karena itu kita tetap menolak," tegasnya.

"Salah satunya mengenai izin tenaga kerja asing, itu disederhanakan sehingga ini bisa membuat mereka dengan leluasa masuk ks sini. Sangat berpotensi tergerus lapangan kerja bagi pekerja lokal yang ada di Indonesia," tambah Edy.

3. Tuntutan lokal, meminta Qanun Ketenagakerjaan direvisi

May Day di Aceh, Tolak Omnibus Law dan Revisi Qanun KetenagakerjaanBuruh di Aceh memperingati Hari Buruh, di Simpang Lima, Kota Banda Aceh (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Sementara itu terkait tuntutan skala lokal, pria yang menjabat sebagai sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (DPW-FSPMI) Aceh, itu meminta Qanun Nomor 7 tahun 2014 tentang Ketenagakerjaan untuk direvisi.

Permintaan revisi diajukan karena menilai bahwa qanun tersebut belum memiliki perlindungan menyeluruh bagi tenaga kerja.

"Kita berdiri sendiri. Kita sejahtera dan bisa menentukan kondisi tenaga tenaga kerja itu sendiri," kata Edy.

Untuk mewujudkan itu, ia dan seluruh rekan-rekan buruh di Aceh akan berupa menjumpai pihak legislatif maupun eksekutif untuk membahasnya selama dua tahun ke depan.

"Mudah-mudahan nanti terwujud revisi qanun yang lebih baik," imbuh dia.

Baca Juga: 9 Isu Prioritas Tuntutan Buruh, Termasuk Upah Minimum dan Outsourcing

Topik:

  • Hana Adi Perdana

Berita Terkini Lainnya