Terapkan Hukuman Cambuk, Kasus Kekerasan Seksual Anak Malah Naik

Tahun 2019 hanya 44 kasus, tahun ini 62 kasus

Banda Aceh, IDN Times - Meski dalam situasi pandemik wabah Virus Corona atau COVID-19, namun kasus kekerasan seksual terhadap anak di Provinsi Aceh selama tahun 2020 semakin meningkat.

Komisi Pengawas dan Perlindungan Anak Aceh mencatat, hingga Juli 2020 terdapat 62 kasus dari 254 kasus yang terjadi serta dialami oleh anak.

“Ada 254 kasus hingga per Juli 2020 dan 62 kasus di antaranya adalah kasus-kasus kekerasan seksual,” kata Wakil Ketua Komisi Pengawas dan Perlindungan Anak Aceh, Ayu Ningsih, kepada IDN Times, Rabu (30/9/2020).

1. Kasus kekerasan seksual yang dialami anak meningkat dibandingkan tahun 2019, korban didominasi anak perempuan

Terapkan Hukuman Cambuk, Kasus Kekerasan Seksual Anak Malah NaikIlustrasi (IDN Times/Mia Amalia)

Ayu mengatakan, kasus kekerasan seksual yang mana anak menjadi korban di tahun ini, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan catatan mereka, hingga akhir 2019, jumlah kasus kekerasan seksual yang dialami anak di Aceh hanya 44 kasus.

“Tahun ini memang semakin meningkat disbanding tahun 2019,” ungkap Ayu.

Untuk anak yang menjadi korban, dikatakan Ayu, tahun ini lebih didominasi korban dari anak perempuan. Sementara, korban dari anak laki-laki tidak begitu banyak seperti tahun sebelumnya.

“Korban sebenarnya bervariasi, namun di tahun ini lebih banyak korbannya adalah anak perempuan. Sementara tahun kemarin itu kebanyakan korban adalah laki-laki, yang merupakan korban sodomi. Tahun ini memang juga ada beberapa korban kasus sodomi, namun tidak banyak,” ujarnya.

Baca Juga: Cabuli 2 Santri, Pekerja di Pesantren Terancam Hukuman Cambuk

2. Para pelaku kekerasan seksual terhadap anak kebanyakan orang terdekat korban

Terapkan Hukuman Cambuk, Kasus Kekerasan Seksual Anak Malah Naikindiatvnews.com

Kekerasan seksual yang dialami anak-anak di Aceh kebanyakan dikatakan Ayu, dilakukan oleh orang-orang terdekat korban, mulai dari tetangga, tenaga pendidikan, saudara, hingga keluarga sendiri termasuk ayah atau ibu kandung maupun tiri.

“Kebanyakan memang orang yang dikenal oleh anak,” katanya.

Melihat kebanyakan para pelaku adalah orang terdekat, Komisi Pengawas dan Perlindungan Anak Aceh meminta agar orang tua lebih waspada dan memberikan perhatian serta peka terdahap kegiatan maupun prilaku anak.

Sebab, dikatakannya, banyak kasus yang sulit diungkap dikarenakan sebagian besar para orang tua terkesan kurang peka ketika anaknya bercerita mengenai kejadian berupa pelecehan seksual dialami anak.

“Mereka menganggapnya itu mengada-ngada, padahal itu benar kejadiannya. Namun karena sudah telat penanganan akhirnya begitu dilaporkan dan divisum, maka akan lebih susah karena sudah lama dan bukti-bukti lainnya sudah sulit didapat. Tetapi kalau misalnya langsung terdeteksi, mungkin bagus lagi terkait proses hukumnya,” imbuh Ayu.

3. Laporan kasus bisa terus bertambah jika tidak pandemik

Terapkan Hukuman Cambuk, Kasus Kekerasan Seksual Anak Malah NaikIlustrasi (Pixabay/Counselling

Kasus kekerasan seksual terhadap anak tahun ini, diprediksikan bisa terus bertambah, akan tetapi COVID-19 yang masih mewabah di Aceh diduga membuat pihak keluarga sulit untuk membuat laporan.

“Tahun ini karena dampak dari COVID-19 sendiri, banyak kasus-kasus yang memang tidak terlapor. Belum lagi banyak lembaga-lembaga pelayanan mungkin ada yang tidak aktif  dan hanya menerima pengaduan via online. Ini juga menjadi kendala karena kekhawatiran COVID-19,” kata Ayu.

4. Hukum cambuk pelaku kekerasan seksual terhadap anak dinilai kurang tepat

Terapkan Hukuman Cambuk, Kasus Kekerasan Seksual Anak Malah NaikEksekusi cambuk di Kota Banda Aceh (IDN Times/Saifullah)

Komisi Pengawas dan Perlindungan Anak Aceh menilai penerapan hukum cambuk kepada pelaku kekerasan seksual terhadap anak dianggap kurang tepat. Hukuman tersebut dinilai belum tentu memberikan efek jera terhadap pelaku dan malah dinilai akan merugikan korban secara psikis.

“Jika hanya menerapkan hukum cambuk, ini nantinya akan sangat merugikan dan berdampak trauma berkepanjangan bagi korban. Sebab rata-rata korban -kekerasan seksual- itu kenal dengan pelakunya,” ujar Ayu.

“Jika pelakunya hanya dijerat cambuk, setelah selesai dicambuk dia -pelaku- kembali ke masyarakat dan korban bertemu dengan pelaku, ini bisa membuat korban kembali trauma. Akhirnya, belum lagi psikologisnya sembuh, ia harus kembali melihat pelaku.”

Seperti yang diketahui, Provinsi Aceh melalui keistimewaannya memiliki aturan khusus terkait pidana kasus kekerasan atau pelecehan seksual terhadap anak. Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 46 dan 47 Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat (Jinayah).

Berikut bunyi dari pasal yang membahas mengenai hukuman bagi pelaku kekerasan maupun pelecehan seksual:

Bagian Keenam, Pelecehan Seksual

Pasal 46 berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja melakukan jarimah pelecehan seksual, diancam dengan uqubat tazir cambuk paling banyak 45 (empat puluh lima) kali atau denda paling banyak 450 (empat ratus lima puluh) gram emas murni atau penjara paling lama 45 (empat puluh lima) bulan.

Pasal 47 berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja melakukan jarimah pelecehan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terhadap anak, diancam dengan uqubat tazir cambuk paling banyak 90 (sembilan puluh) kali atau denda paling banyak 900 (sembilan ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 90 (sembilan puluh) bulan.

Dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat, sebenarnya dikatakan Ayu, juga mengatur tentang hukuman bagi para pelaku. Aturan tersebut tertuang dalam Pasal 4 poin 4 yang berbunyi uqubat tazir utama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a terdiri dari (a) cambuk; (b) denda; (c) penjara; dan (d) restitusi.

“Meski demikian bukan yang dikedepankan itu adalah cambuknya, tetapi juga bisa memberikan efek jera, misalnya dipakai hukuman penjara,” tegasnya wakil ketua Komisi Pengawasn dan Perlindungan Anak Aceh tersebut.

5. Pemerintah harus membuat aturan turunan yang mengharuskan pelaku dipenjara

Terapkan Hukuman Cambuk, Kasus Kekerasan Seksual Anak Malah NaikEksekusi cambuk di Kota Banda Aceh (IDN Times/Saifullah)

Pemerintah Aceh diminta untuk lebih memperhatikan lagi terhadap kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak. Harus ada aturan turunan khusus yang membahas mengenai pelaku kekerasan seksual terhadap anak, misalnya berupa peraturan gubernur, surat edaran, maupun nota kesepakatan.

Ia berharap, hukuman kepada para pelaku tidak jauh berbeda dengan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

“Di situ nantinya jelas dikatakan bahwa seluruh proses hukum anak korban kekerasan seksual yang pelakunya orang dewasa itu tetap merujuknya ke Undang-Undang Perlindungan Anak atau jika merujuknya ke qanun ini, maka pilihlah hukuman penjara atau kurungan,” tegas Ayu.

Tak hanya itu, tindakan berupa pemulihan para korban kekerasan seksual juga perlu mendapat perhatian dari pemerintah. Selama ini, pemenuhan hak korban seperti pengawasan dan pemulihan trauma diakui Ayu, tidak pernah tuntas.

“Pemenuhan hak korban itu selalu tidak pernah tuntas. Apalagi untuk rehabilitasi maupun pemulihan traumanya, sebab tidak semua kabupaten kota -di Aceh- memiliki psikolog. Maupun Rumah Aman untuk pemulihan korban,” tuturnya.

“Tanggung jawab pemulihan korban itu sebenarnya tanggung jawab pemerintah,” tambah Ayu.

Baca Juga: Divonis 169 Kali Cambuk, Pemerkosa Ini Roboh di Hitungan ke-52

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya