Zona Merah dan Potensi Gempa Besar di Aceh

Masyarakat harus diberikan pemahaman mitigasi mandiri

Banda Aceh, IDN Times - Provinsi Aceh merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki frekuensi tinggi dalam kejadian gempa bumi. Keaktifan gempa bumi disebabkan karena adanya pertemuan dua lempeng tertonik yang terjadi secara konvergen dan saling bertumbukan, yakni antara Lempengan Indo-Australia dan Lempeng Eurasia.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika melalui Stasiun Geofisika Klas III Aceh Besar di Mata Ie, Kabupaten Aceh Besar mencatat ada 977 kali kejadian gempa bumi sepanjang tahun 2020 yang diakibatkan adanya gerakan dari pertemuan dua lempeng tersebut.

Kepala Stasiun Geofisika Klas III Aceh Besar, Djati Cipto Kuncoro melalui Staf Ahli, Andrean Simanjuntak mengatakan, gempa tektonik yang terjadi pusatnya tersebar, mulai di bawah laut maupun di daratan.

“Secara historical kegempaan di Aceh itu banyak terjadi di wilayah laut,karena ada pertemuan Eurasia dan Indo-Australia atau di zona subduksi sedangkan di wilayah daratan itu ada patahan aktif Sumatra,” kata Andrean, ketika dijumpai IDN Times, pada Rabu (20/1/2021).

1. Gempa yang terjadi di Aceh diakibatkan aktivitas zona patahan Sumatra

Zona Merah dan Potensi Gempa Besar di AcehData Gempa Bumi di Aceh sepanjang 2020 (IDN Times/Muhammad Saifullah)

Staf ahli Stasiun Geofisika Klas III Aceh Besar menjelaskan, aktivitas tektonik yang terjadi di daratan Aceh selama ini disebabkan adanya pergerakan dari segmen maupun patahan di zona patahan Sumatra. Di antaranya Segmen Patahan Aceh, Segmen Patahan Seulimeum, Segmen Patahan Tripa, serta Segmen Patahan Batee. Sementara, aktivitas tektonik pada patahan seperti Patahan Pante Raja, Patahan Samalanga, Patahan Lhokseumawe, Patahan Nisam, dan Patahan Lokop.

Bahkan Patahan Seulimeum sempat tercatat memberikan dua kali keaktifannya, yaitu pada Juni dan November 2020 lalu. Selain itu, aktivitas kegempaan tak lazim di tahun yang sama juga terjadi di wilayah Kota Langsa. Diduga, ada patahan baru di daerah tersebut mengingat jenis gempa yang terjadi adalah gempa dangkal.

“Di Langsa itu selama ini belum ada pemetakan patahan aktif dan di situ ada sumber gempa bumi yang terjadi pada tahun lalu. Mungkin dianggap sebagai patahan baru di Langsa karena kedalamannya sangat dangkal,” jelasnya.

Baca Juga: Aceh 977 Kali Diguncang Gempa Selama 2020, Bahkan 2021 Sudah 61 Kali

2. Zona merah serta potensi terjadinya gempa besar yang belum diketahui kapan

Zona Merah dan Potensi Gempa Besar di AcehIlustrasi Gempa (IDN Times/Arief Rahmat)

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika melalui Stasiun Geofisika Klas III Aceh Besar di Mata Ie mencatat, sepanjang periode 2020 peningkatan aktivitas gempa bumi di Aceh menjadi 5 klaster, di antaranya wilayah Sabang, Sinabang, Gayo Luwes, Aceh Singkil, serta wilayah tengah Aceh melingkup Kabupaten Aceh Tengah, Pidie dan Pidie Jaya.

Di antara klaster tersebut, wilayah tengah Aceh mulai dari Tangse, Geumpang, seputaran Bener Meriah dan mengarah ke atas Kutacane, dikatakan Andrean, masuk dalam zona merah atau yang paling aktif pergerakan patahannya.

“Jadi berdasarkan data kami itu aktivitas tertinggi itu di wilayah tengah Aceh,” ungkapnya.

Daerah-daerah itu diperkirakan memiliki potensi terjadinya gempa dengan skala yang terbilang besar, mulai lebih dari Magnitude 5 hingga 7. Potensi tersebut dilatarbelakangi adanya patahan aktif dan terus bergerak serta sejumlah gempa yang pernah terjadi di wilayah tengah Aceh.  Patahan Seulimeum dan patahan terbaru yang ada di Langsa juga terbilang aktif.

Meskipun mampu memperkirakan adanya potensi gempa besar, namun Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika tidak bisa memastikan kapan aktivitas tektonik tersebut terjadi.

“Kalau berbicara potensi gempa, kita bisa memperkirakan potensinya tetapi tidak bisa memperkirakan waktu kejadian,” ujar Andrean.

3. Masyarakat harus paham mitigasi mandiri mengingat potensi gempa besar terjadi di darat

Zona Merah dan Potensi Gempa Besar di AcehIDN Times/Sukma Shakti

Melihat keaktifan zona patahan Sumatra di Aceh serta potensi gempa di atas Magnitude 5 yang akan terjadi pada waktu tidak belum mampu ditentukan, pemerintah daerah serta instansi terkait lainnya diminta untuk memberikan pemahaman ke masyarakat mengenai mitigasi mandiri.

“Tetapi yang paling penting itu bagaimana masyarakat di situ paham mereka tinggal di kegempaannya sangat aktif. Sehingga kalau mitigasi lebih kepada mitigasi diri,” kata Andrean.

“Kalau mitigasinya lebih kepada mandiri, kita pahami kondisi kegempaan di situ terus bagaimana menyesuaikan bangunan sesuai aktivitas gempa di situ,” imbuhnya.

Baca Juga: Bikin Pangling, 10 Potret Asli Kiki Pembantu Aldebaran di Ikatan Cinta

Topik:

  • Arifin Al Alamudi

Berita Terkini Lainnya