Dugaan Jual-Beli Suara di Pemilu Luar Negeri, Ini Faktanya

Caleg Gerindra dapil 2 melaporkan kasus ini ke Bawaslu

Jakarta, IDN Times – Basri Kinas Mappaseng, calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Gerindra dengan nomor urut 7, Dapil 2 DKI Jakarta yang meliputi Kota Jakarta Pusat, Jakarta Selatan dan luar negeri, mendatangi kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ia datang untuk melakukan pelaporan terkait soal adanya dugaan praktik jual-beli suara di Malaysia.

Modus jual-beli suara ini diduga karena potensi surat suara yang mengalami perubahan sistem dari KSK (kotak suara keliling) atau yang biasa disebut dropbox menjadi pos, padahal pos sangat tidak efektif dan hal ini sangat sulit untuk dikontrol.

1. Basri datang untuk laporkan kasus jual-beli suara di Malaysia

Dugaan Jual-Beli Suara di Pemilu Luar Negeri, Ini FaktanyaBasri Kinas Mappaseng (IDN Times/Mulyani Citra Setiawati)

Basri menjelaskan ia datang untuk melanjutkan laporan dari Dino Patti Djalal, pendiri Komunitas Foreign Policy Community of Indonesia, yang ia anggap laporannya tidak ditindaklanjuti oleh pihak Bawaslu sehingga ia melaporkan hal yang sama seperti apa yang dilaporkan oleh Dino Rabu (20/3).

“Saya datang ke sini untuk melaporkan dan membawa barang buktinya. Agar kasus ini dapat segera ditindaklanjuti oleh Bawaslu karena kalau dibiarkan secara terus-menerus sangat berbahaya. Suara di luar negeri cukup besar khususnya di Malaysia dan potensi di sana luar biasa untuk dibuat kecurangan karena tempat yang berbeda,” ungkap Basri di Kantor Bawaslu, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (5/4).

“Laporan ini saya buat karena merasa kasihan dengan Indonesia. Indonesia merupakan negara terkaya akan tetapi menjadi negara miskin, kita semua tidak mau seperti itu,” tambahnya.

Baca Juga: Cegah Kecurangan Pemilu, Partai politik Harus Edukasi Saksi

2. Perantara jual-beli suara diduga berkelompok

Dugaan Jual-Beli Suara di Pemilu Luar Negeri, Ini Faktanyainstagram.com/dinishafa

Basri mengaku, yang melakukan jual-beli suara untuk para calon legislatif (caleg) berjumlah empat sampai lima orang dan masih satu kelompok dalam melakukan aksi kejahatannya. Ia juga mengungkapkan kisaran harga yang ditawarkan oleh para perantara.

“Pasti kelompok, tidak mungkin individu. Saya tidak melakukan itu, tetapi saya memancing mereka. Ada yang jual 15 ringgit ada juga yang jual 25 ringgit, macam-macam tergantung basis massanya dan suara ini diduga ditawarkan untuk Pileg dan Pilpres 2019 ini memang menjadi permainan, terutama di Kuala Lumpur,” kata Basri.

Dia menambahkan, yang menjadi perantara jual-beli suara peserta Pemilu merupakan Warga Negara Indonesia (WNI). Selain menawarkan harga, mereka juga menunjukkan sejumlah program kerja para caleg yang diyakini akan mendapatkan suara sekitar 20ribu - 50ribu.

3. Barang bukti yang diserahkan ke Bawaslu

Dugaan Jual-Beli Suara di Pemilu Luar Negeri, Ini FaktanyaTanda bukti penerimaan laporan yang diterima pihak Basri Kinas (IDN Times/Mulyani Citra Setiawati)

Basri menyerahkan barang bukti ke kantor Bawaslu, tetapi barang bukti tersebut tidak diperlihatkan kepada teman-teman media, ia hanya menunjukkan tanda bukti penerimaan laporan yang telah ia buat.

“Ada bukti rekaman pembicaraan dan screenshoot percakapan di WhatsAapp saat ditawari untuk membeli suara. Saya berhak untuk merekam karena saya sebagai caleg dan merasa dirugikan, kalau tidak seperti ini bagaimana cara melapornya?” ujar Basri.

Dokumen yang diserahkan dari pihak Basri Kinas Mappaseng kepada Bawaslu RI dengan tanda bukti penerimaan laporan dengan Nomor: 08 / LP / PL / RI / 00.00 / IV / 2019

1. Fotocopy KTP Pelapor Ir. Basri Kinas Mappaseng

2. Fotocopy KTP Saksi atas nama Budi Eko Prasetio

3. Fotocopy KTP Saksi atas nama Shalahuddin Soedjana Poetra

4. Print out screenshoot percakapan pribadi pelapor dan terlapor

5. Foto berupa kertas suara dan surat suara yang dikirim oleh terlapor kepada pelapor di Malaysia

6. Transkrip percakapan di telepon pada bukti flashdisk

7. Flashdisk berupa rekaman suara terlapor dengan pelapor yang menawarkan jual-beli suara di Malaysia dan berupa gambar serta screenshoot percakapan WhatsApp antara pelapor dan terlapor

4. Terdapat dugaan permainan di kalangan PPLN

Dugaan Jual-Beli Suara di Pemilu Luar Negeri, Ini FaktanyaBasri Kinas Mappaseng melakukan pelaporan di Bawaslu (IDN Times/Mulyani Citra Setiawati)

Selain permasalahan jual-beli suara, Basri juga mencurigai adanya permainan di kalangan Panitia Pemilu Luar Negeri (PPLN), karena petugas PPLN di Malaysia mayoritas merupakan pegawai dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) atau Konsulat Jenderal Repubik Indonesia (KJRI) di Malaysia.

Seharusnya PPLN netral dan tidak dari kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) dan proses pemilihannya terlihat kurang transparan.

“Misalnya, di Kuala Lumpur, Ketua PPLN-nya itu adalah Atase Budaya Sosial. Apakah boleh? Seharusnya tidak boleh, karena netral di mananya kalau ASN masuk jadi panitia,” jelas Basri.

“Ini terang benderang di depan mata, kita harus bergerak, Bawaslu juga harus mengusut tuntas dugaan-dugaan yang dilaporkan, supaya Pemilu kali ini jujur dan adil,” tutupnya.

5. Tiga cara memilih suara secara spesifik di Malaysia

Dugaan Jual-Beli Suara di Pemilu Luar Negeri, Ini Faktanyapixabay/mohamed_hassan

Basri juga memaparkan di luar negeri terdapat 3 cara memilih suara.

"Pertama, datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS). Ini pasti agak sedikit yang datang kadang-kadang 5 persen, karena tempatnya kan jauh-jauh ya dan segala macamnya, jadi yang datang sedikit.

Kedua, namanya KSK (kotak suara keliling) ini saya bicara spesifik di Malaysia ya, KSK (kotak suara keliling) atau dropbox ini biasanya terjadi 80 persen jadi perusahaan itu mengirim karyawannya untuk mengambil kotak suara kemudian dibawa ke tempat di perusahaan dan diberikan kepada peserta Pemilu untuk dicoblos , emudian dikembalikan kepada perusahaan itu. Biasanya ini yang maksimum

Ketiga adalah pos undi, jadi dikirim melalui pos, ini sedikit biasanya," papar Basri secara detail.

Basri mengungkapkan ada yang agak aneh khususnya di Kuala Lumpur.

"Biasanya waktu 2014 cuma ada 400ribu daftar pemilih sekarang tiba-tiba menjadi 600ribu, kenapa bisa bertambah? Sementara banyak yang dipulangkan ke Indonesia sekarang?", tanya Basri.

"Lalu, yang biasanya KSK (kotak suara keliling) atau dropbox yang banyak perusahaan yang datang mengambil, sekarang pos di balik komposisinya, datanya saya ada, komposisinya diubah. Jadi biasanya yang banyak itu KSK, kenapa jadi pos? Nanti pos ini akan sampai ke mana, jadi tanda tanya juga buat saya. Saya bertanya ini karena hal ini harus terbuka (fair) dikarenakan pos tidak efektif bagi saya," terang Basri lagi.

Menurut anggota Bawaslu RI, Mochammad Afifuddin, melalui pesan singkat yang diterima oleh IDN Times, modus kecurangan perolehan suara untuk dapil luar negeri di antaranya adalah potensi surat suara yang dikirim melalui pos sebab hal ini sulit untuk mengawasinya.

Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal jauh seperti di daerah perkebunan juga menjadi salah satu kerawanan dalam Pemilu luar negeri dan pengawas di Tempat Pemungutan Suara Luar Negeri (TPSLN) juga harus diawasi.

Baca Juga: Langkah KPU Cegah Kecurangan pada Pilpres 2019

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya