Pemilu akan Tiba Sebentar Lagi, Apakah Kalian Masih Ingin Golput?

Jangan golput, ya!

Artikel ini merupakan jawaban dari pertanyaan terpilih yang masuk ke fitur#MillennialsMemilih by IDN Times. Bagi pembaca yang punya pertanyaan seputar Pilpres 2019, bisa langsung tanyakan kepada redaksi IDN Times.

Jakarta, IDN Times – Kata golput berasal dari istilah politik yang berawal dari gerakan protes para mahasiswa dan pemuda untuk memprotes pelaksanaan Pemilu tahun 1971 yang merupakan Pemilu pertama di era Orde Baru. Sejak saat itulah, gerakan golput sering sekali terdengar di telinga masyarakat.

Golput menjadi salah satu topik bahasan hangat yang tak terlepaskan dalam momentum-momentum pemilihan umum. Tidak terkecuali Pemilu 2019 pada April mendatang. Lantas, apakah masih ada orang-orang yang berpikiran untuk melakukan golput pada Pemilu 2019 nanti?

1. Untuk menentukan nasib millennial ke depannya

Pemilu akan Tiba Sebentar Lagi, Apakah Kalian Masih Ingin Golput?IDN Times/Irfan Fathurohman

Rian Ernest, selaku salah satu calon legislatif dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), membeberkan alasan-alasan mengapa millennial harus menggunakan suara mereka dan tidak melakukan golput.

Menurut Rian, salah satu hal mendasar yang membuat millennial harus berpikir ulang untuk golput adalah karena Pemilu itu untuk nasib millennial itu sendiri. “Ini untuk nasib lu,” ujar Rian saat berbincang di IDN Times, Rabu (14/11).

Dengan ikut memilih saat pemilu mendatang. Menurut Rian, maka millennial turut memberi sumbangsih menentukan arah negara dan arah nasibnya ke depan.

Rian mengaku bisa memahami alasan yang membuat millennial memilih golput. “Pertama, karena yang disajikan gak sesuai ekspektasi,” kata Rian memberikan contoh. Namun, menurutnya, hal ini tidak lantas membuat millennial baik untuk memilih menjadi golput.

“Bukan memilih apa yang kita mau. Tapi memilih yang terbaik dari yang ada. Atau tingkatkan di atasnya lagi, mencegah banyak orang yang buruk menjabat,” tambahnya.

Sementara itu, Gamal Albinsaid, selaku juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, menjelaskan bahwa memilih dan memberikan suara merupakan hak konstitusional sebagai warga negara. Selain itu, memilih saat pemilihan umum (Pemilu) juga menjadi tanggung jawab moral bagi warga negara.

Hal-hal tersebut yang menurut Gamal membuat millennial sebaiknya tidak memilih untuk golput. Menurutnya, penting untuk millennial menjalankan dan memberikan hak konstitusionalnya saat Pemilu 2019 mendatang.

Baca Juga: Kampanye di Yogya, Mpok Nur Ajak Generasi Millennial Tidak Golput

2. Caleg tidak pernah turun ke masyarakat dapat menyebabkan golput

Pemilu akan Tiba Sebentar Lagi, Apakah Kalian Masih Ingin Golput?IDN Times/Rochmanudin

Dini Shanti Purwono, anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, bercerita setelah berusaha blusukan ke dapilnya, Jateng 1, Dini mengerti hal-hal yang membuat banyak masyarakat memilih golput. Tak adanya kedekatan antara masyarakat dan caleg dianggap menjadi salah satu penyebabnya.

“Selama ini caleg itu hampir jarang, hampir tidak pernah ada yang turun ke bawah. Gimana mau memilih kalau kita gak kenal dan gak dapat info yang cukup,” kata dia. Menurut Dini ada kesalahan dari caleg terdahulu yang dinilai tidak mau bekerja mendekat dan membangun hubungan dengan masyarakat, namun berharap dipilih.

3. Masalah teknis menjadi salah satu penyebab golput

Pemilu akan Tiba Sebentar Lagi, Apakah Kalian Masih Ingin Golput?Ilustrasi e-KTP. (IDN Times/Aan Pranata)

Banyaknya calon pemilih yang belum memiliki e-KTP (KTP elektronik) juga menjadi penambahan jumlah golput pada Pemilu 2019. Hal ini yang dijelaskan oleh Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini.

“Kalau belum memiliki e-KTP, kemungkinan mereka tidak bisa menggunakan hak pilihnya. Mereka ini yang kemudian sudah pesimistis duluan walau pun mereka mau memilih,” ujar Titi.

Masalah teknis menjadi salah satu penyebab golput bertambah. Salah satu yang kerap terjadi, sulitnya mengurus surat pindah tempat pemilihan suara (TPS).

“Yang selanjutnya, ya masalah mekanisme urusan surat pindah pemilih atau formulir A5 kita. Itu kan sangat rumit karena harus diurus paling lambat H-30, sementara adalah hal-hal yang tidak bisa diantisipasi oleh pemilih itu sendiri, maka dia tidak ada waktu untuk mengurus itu,” ujarnya.

4. Kurang informasi membuat millennial galau dan golput sehingga diadakan aplikasi rekam jejak caleg

Pemilu akan Tiba Sebentar Lagi, Apakah Kalian Masih Ingin Golput?Google Play Store/Rekamjejak.net

Menurut Dini Shanti lagi, kurangnya informasi yang tersedia tentang pasangan calon presiden dan wakil presiden ataupun calon legislatif membuat millennial bingung untuk memilih.

Kebingungan ini, membuat millennial menjadi dilema kala menentukan pilihan alias galau. Tersedianya banyak informasi di media sosial terkait pasangan calon dan calon legislatif, menuntut generasi muda harus lebih peduli dan kritis agar tidak terjebak informasi bohong atau hoaks.

Dini mengatakan rekam jejak seseorang untuk memimpin perlu dipedulikan. Terlebih, informasi tentang rekam jejak bisa dengan mudah didapatkan saat ini.

Maka dari itu, kini hadir aplikasi untuk mencari tahu mengenai rekam jejak caleg yang dapat diakses melalui situs atau pun download dari playstore seperti rekamjejak.net, calegpedia.id, infopemilu.kpu.go.id, pintarmemilih.id, infocaleg.id.

“Saya lebih percaya sama orang yang track record-nya baik dan memang bekerja. Ada yang belum tercapai, itu masalah waktu,” ujar Dini lagi.

5. Masyarakat memilih golput karena kecewa dengan incumbent

Pemilu akan Tiba Sebentar Lagi, Apakah Kalian Masih Ingin Golput?IDN Times/Rochmanudin

Vasco Ruseimy, caleg dari Partai Berkarya, mengatakan ada dua karakter golput. “Teman-teman yang golput ini adalah beberapa kelompok yang agak kecewa dengan incumbent,” jelas Vasco saat hadir di kantor IDN Media, Rabu (23/1).

Vasco mengungkapkan kekecewaan tersebut disebabkan oleh tuntutan mereka yang tak bisa ditampung pemerintah. Faktor kedua, lanjut dia, ada program kerja atau janji-janji politik yang tak terlaksanakan. “Jadi ya sudah karena gak jelas, mereka pun gak milih,” tuturnya.

6. Sikap golput akan muncul bila ada apatisme

Pemilu akan Tiba Sebentar Lagi, Apakah Kalian Masih Ingin Golput?Istimewa

Seperti yang dilansir pada laman berita Antara pada Rabu (6/2), Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa jumlah golput bisa terjadi apabila muncul sikap apatisme di kalangan pemilih.

“Golput itu bisa terjadi kalau orang yakin bahwa (pasangan) ini akan menang, ‘saya tidak datang pun, akan menang juga’. Itu yang terjadi di Brexit kemarin, sehingga banyak golput. Atau (bisa) juga pemilih yakin (Pemilu) ini tidak penting,” kata JK kepada wartawan di Kantor Wapres, Jakarta.

“Tapi, menjadi golput atau tidak memilih dalam Pemilu juga merupakan hak setiap pemilih. Sikap golput tidak dapat disebut sebagai pelanggaran,” lanjutnya.

“Sistem Pemilu kita itu adalah hak. Kalau di Australia, (memilih) itu kewajiban; you tidak datang (ke TPS) didenda 100 dolar, jadi orang akan memilih. Kita (di Indonesia) hanya hak, bukan kewajiban. Jadi, golput itu juga tidak melanggar apa-apa,” katanya.

Wapres JK berharap di sisa waktu dua bulan kampanye ini, masing-masing pasangan capres-cawapres dapat memaksimalkan sosialisasi program kerja. Dengan mengutamakan program kerja, di atas kampanye saling serang masalah pribadi, maka diharapkan masyarakat dapat menggunakan hak pilihnya pada 17 April mendatang sehingga menekan angka golput.

7. Hukuman untuk orang yang mengajak orang lain melakukan golput

Pemilu akan Tiba Sebentar Lagi, Apakah Kalian Masih Ingin Golput?ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

Upaya pemerintah untuk mencegah angka golput adalah melalui adanya peraturan atau undang-undang. Larangan mengajak golput tertuang dalam undang-undang, tepatnya dalam UU Nomor 8 Tahun 2012, di mana ada beberapa pasal yang berhubungan dengan partisipasi pemilih dan ada sekitar dua pasal yang menjelaskan ancaman bagi mereka yang mengajak orang lain untuk melakukan golput.

Pasal tersebut adalah:

Pasal 292: “Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda paling banyak Rp 24 juta.”

Pasal 301 ayat 3: “Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta Pemilu tertentu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak RP 36 juta.”

Baca Juga: Ali Ngabalin: Kalau Golput, Anda Tak Berhak Bicara tentang Indonesia

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya