Persoalan Pendidikan, Ini Pandangan dari Dua Kubu di Pilpres 2019

Pendidikan jadi salah satu tema di debat ketiga nanti malam

Jakarta, IDN Times – Kualitas pendidikan di Indonesia masih menjadi sorotan publik. Tingginya angka anak putus sekolah hingga biaya pendidikan yang tinggi, menjadi hambatan upaya pemerintah dalam mengembangkan sumber daya manusia di Indonesia. Pendidikan menjadi salah satu program terpenting dalam pemerintahan.

Dalam pentas debat Pilpres 2019 yang ketiga ini, pendidikan akan menjadi salah tema pembahasan. Seberapa jauh masing-masing kubu, baik pasangan nomor urut 01 Joko 'Jokowi' Widodo- Ma'ruf Amin maupun nomor urut 02 Prabowo Subianto- Sandiaga Uno memprioritaskan masalah pendidikan dalam program yang mereka tawarkan? Begini bocoran dari tim di kubu masing-masing soal pandangan mereka mengenai permasalahan pendidikan di Indonesia.

1. Kubu 02 menilai perlu kesiapan khusus untuk menghadirkan pendidikan nonakademis

Persoalan Pendidikan, Ini Pandangan dari Dua Kubu di Pilpres 2019Dok. IDN Times

Pada acara Millennials Memilih yang diadakan IDN Times, Ketua DPP Bidang Kewanitaan PKS, yang juga Juru Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Ledia Hanifa mengatakan sampai saat ini pemerintah fokus mengenai bidang akademik.

Meskipun ada tambahan dalam kurikulum tentang perilaku, tidak banyak sekolah formal yang memiliki arah pengembangan bakat secara spesifik dengan mempertimbangkan bahwa setiap siswa mempunyai perbedaan.

"Memang perlu diadakan semacam adjustment (penyesuaian). Yang harus mendapatkan perhatian ekstra adalah yang akademiknya bagus, tetapi kalau nanti ada yang berkaitan dengan olahraga, seni budaya, bahkan ada yang lebih spesifik lagi itu memang belum terlalu diperhatikan," ujar Ledia.

Oleh karena itu, menurutnya, perlu ada kesiapan dari semua pihak terkait kurikulum untuk anak yang berbakat. "Yang menjadi masalah adalah kita belum menggali secara mendalam. Kalau yang lebih selama ini kan lebih dilihat dari akademik sehingga ada akselerasi dan segala macam.

Sistem semacam itu, menurutnya, bisa dikembangkan di sekolah-sekolah tertentu, tidak di semua sekolah. "Jadi, harus ada sekolah-sekolah yang secara spesifik. Ada beberapa daerah yang menetapkan sekolah umum tapi fokus kepada seni ada di sekolah ini, yang olah raga adanya di sini. Jadi, mereka membagi sendiri," kata Ledia.

2. TKN dukung sekolah tidak hanya fokus pada kecerdasan IQ tetapi juga SQ, EQ, dan AQ

Persoalan Pendidikan, Ini Pandangan dari Dua Kubu di Pilpres 2019Instagram/@dini_purwono

Di sisi lain, anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko ‘Jokowi’ Widodo-Ma’ruf Amin, Dini Shanti Purwono, mengatakan mereka mendukung konsep dan sistem belajar international baccalaureate (IB) yang tidak hanya memfokuskan kurikulum ke kecerdasan inteligensi atau intelligence quotient (IQ).

"Dalam arti, tidak hal-hal yang akademis aja tapi juga kan harus ada pengembangan bakat anak, sifat-sifat, karakter anak, karena pada akhirnya manusia kan tidak perlu IQ saja," ujar Dini.

Untuk bisa bertahan dalam kehidupan, menurutnya, seseorang tidak bisa hanya mengandalkan IQ, harus ada kecerdasan emosi atau emotional quotient (EQ) , kemudian ada kecerdasan spiritual atau spritual quotient (SQ).

"Itu bukan berarti agama ya, terkait langsung dengan agama tapi SQ ini kan lebih kepada orang itu bisa melihat apa yang dilakukan dalam dunia ini sebagai ibadah. Jadi memang nanti akan berkaitan dengan integritas, masalah itu dia berani membela kebenaran atau tidak, ini pentingnya SQ," paparnya.

Tak hanya itu, ia menyebut satu jenis kecerdasan lain yang tidak kalah penting yaitu adversity quotient(AQ). "Dalam arti seberapa sih dia itu punya kemampuan untuk bertahan, untuk dia itu bisa menghadapi kesulitan-kesulitan yang datang dalam hidupnya."

Dia menekankan bahwa memiliki seluruh kecerdasan secara seimbang itu merupakan hal yang penting dalam bertahan hidup. "Orang kadang-kadang kalau cuma punya IQ aja tapi ga punya SQ, EQ, AQ itu malah sebenarnya, gak gampang survive gitu," tambahnya.

3. TKN berpegang pada spirit of excellent

Persoalan Pendidikan, Ini Pandangan dari Dua Kubu di Pilpres 2019unsplash.com

Dini menjelaskan setiap orang memiliki keahlian masing-masing sehingga tidak perlu memaksa anak untuk berprestasi di segala bidang. Apa pun bidang yang digeluti, kata Dini, yang terpenting adalah melakukan yang terbaik dan berpegang pada spirit of excellent.

"Contohnya, tidak harus semua jago fisika kan? karena tidak harus jadi profesor, astronot, jadi peneliti di laboratorium, bisa juga jadi Youtuber, bisa juga jadi blogger, bisa juga jadi fashion-stylist, atau apa yang lainnya. Jadi, tergantung kemampuannya di mana. Tidak perlu terlalu dibuat stres," kata dia.

Dia pun mendukung wacana menghilangkan ujian nasional yang mengharuskan siswa mendapatkan nilai bagus di segala bidang. "Apalagi untuk anak-anak yang masih SD, jadi yang ada di-press. Misalnya Dia dapat angka 5 nih matematika terus dia berasa, aduh kok saya bodoh gitu kan," ujarnya.

"Padahal bisa saja dia excellent di bidang musik, jago main piano atau bisa compose lagu. Itu tidak apa-apa juga kan, tidak semua orang harus jadi mathematician gitu," katanya.

Selain itu, Dini mengatakan analytical skills dipercaya menjadi modal dari industri. Jika tidak, pada akhirnya akan terkena imbas dari revolusi industri 4.0. "Kalau kita tidak belajar untuk bernalar akan sulit nantinya. Kalau cuma ilmu hafalan kita mau melawan mesin tidak akan bisa."

4. Dua hal yang harus dipersiapkan untuk memasuki dunia kerja, versi BPN

Persoalan Pendidikan, Ini Pandangan dari Dua Kubu di Pilpres 2019pexels.com/@kaboompics

Ledia menegaskan ada 2 hal yang penting diperhatikan dalam rangka mempersiapkan seorang siswa untuk memasuki dunia kerja. Pasalnya SMK yang selama ini dinilai siap memasuki dunia kerja justru menyumbang banyak pada jumlah pengangguran. Dia pun sempat menyebut tingkat pengangguran, menurut data BPS, yang terbesarnya adalah lulusan SMK.

Pertama, membangun link dengan dunia usaha dan dunia industri. Kedua, dilatih secara sungguh-sungguh dengan keterampilan berwirausaha. "Keterampilan wirausaha itu bukan cuma sekadar teori tetapi perlu adanya pendamping sehingga mereka bisa berkembang dan dapat dilepas secara perlahan-lahan," imbuhnya.

Dua hal tersebut, kata Ledia, diterapkan bukan hanya di SMK tapi juga di kampus. "Mudah-mudahan dengan dua hal ini bisa menjadi bagian yang kita dorong terus, untuk menjadi lebih baik dan nyambung."

Baca Juga: Debat Pilpres: Sandiaga Usung Sistem Pendidikan Berbasis Minat 

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya