Drama Penggusuran Warga Tambakrejo Berakhir Damai, Begini Kronologinya

Warga sudah puluhan tahun menempati bantaran sungai

Semarang, IDN Times -Kasus penggusuran warga Tambakrejo, Semarang, Jawa tengah, berakhir damai, Minggu (12/5). Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang memenuhi tuntutan warga yang memilih tinggal di Kalimati, bantaran sungai yang lokasinya tak jauh dari lokasi proyek normalisasi Banjir Kanal Timur.

Pemkot Semarang dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juwana akan menyelesaikan pengurukan Kalimati dan selanjutnya mendirikan pemukiman sementara. Nantinya, Pemkot juga akan mebangun rusunawa di Tambakrejo.

Kalimati dipilih warga karena rusunawa Kudu yang sudah dibangun pemerintah untuk relokasi berada jauh dari laut. Hal itu akan menyulitkan warga yang sebagian besar bekerja sebagai nelayan.

Bagaimana sebenarnya awal mula penggusuran terhadap warga Tambakrejo itu? Berikut ini kronologinya.

Baca Juga: Bukan Penggusuran, Surabaya Atasi Macet dan Banjir dengan Cara Ini

1. Warga Tambakrejo digusur Pemkot Semarang karena menempati bantaran sungai

Drama Penggusuran Warga Tambakrejo Berakhir Damai, Begini KronologinyaIDN Times/Nugroho Adi Purwoko

Pada Kamis (9/5), ratusan warga RT 05 dan RW 16 Dusun Tambakrejo, Kelurahan Tanjungmas, Semarang Utara, digusur Pemkot Semarang dari bantaran sungai tempatnya selama ini tinggal. Pasalnya, pemukiman mereka menjadi bagian dari proyek normalisasi Banjir Kanal Timur untuk mengendalikan banir.

Akibat penggusuran itu, warga memilih tinggal di tenda-tenda di sekitar bantaran sungai. Mereka menolak direlokasi ke Rusunawa Kudu yang lokasinya jauh dari laut, tempat mereka cari nafkah sebagai nelayan.

“Bukan kami menolak relokasi, tapi rusunawa itu lokasinya jauh dari laut. Padahal satu-satunya pekerjaan kami ya hanya nelayan,” ujar Riyanto, seorang warga.

2. Warga sudah puluhan tahun menempati bantaran sungai

Drama Penggusuran Warga Tambakrejo Berakhir Damai, Begini KronologinyaIDN Times/Nugroho Adi Purwoko

Warga Tambakrejo menempati bantaran sungai sejak tahun 1989. Mereka memanfaatkan lahan kosong untuk tambak ikan, bandeng, dan udang sampai akhirnya mendirikan pemukiman. Kini, jumlah mereka mencapai 97 KK atau sekitar 400 jiwa. Mereka tercatat sebagai warga resmi karena mempunyai KTP, akte kelahiran dan dokumen kependudukan lain.

Namun, ketentraman mereka mulai terganggu saat awal 2018 lalu muncul sosialisasi rencana proyek pengendalian banjir dan normalisasi sungai Banjir Kanal Timur. Saat sosialisasi, warga bahkan langsung mendapat surat peringatan pertama akan adanya penggusuran pada tanggal 22 Januari.

“Intinya, ada larangan mendirikan bangunan di sepanjang bantaran sungai. Warga juga diminta untuk segera membongkar bangunan. Sebulan kemudian ada surat peringatan kedua, warga diberi waktu 4x24 jam. Itu tanggal 8 Februari,” kata Ketua R 05 RW 16, Rohmadi, Senin (13/5) kepada IDN Times.

3. Pemkot Semarang tidak menyediakan ganti rugi bangunan

Drama Penggusuran Warga Tambakrejo Berakhir Damai, Begini KronologinyaIDN Times/Nugroho Adi Purwoko

Terkait rencana penggusuran itu, Pemkot Semarang tidak memberikan ganti rugi. Namun, Pemkot menyiapkan Rusunawa Kudu di Kecamatan Genuk, sekitar 20 kilometer dari lokasi.Warga yang sebagian besar nelayan menolak karena akan kehilangan mata pencarian.

“Kalau ada penggusuran, kami meminta ganti rugi atas bangunan. Karena tuntutan tidak dipenuhi, kami menolak relokasi dan memilih bertahan di sini,” tambah Rohmadi.

Warga dan Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, sempat melakukan mediasi. Hasilnya, warga meminta pendundaan relokasi. Petugas Satpol PP beberapa kali mencoba melakukan penggusuran, namun selalu diadang warga. Bersama LBH Semarang, warga akhirnya melaporkan dugaan pelanggaran HAM ke Komnas HAM dan KPAI.

4. Komnas HAM ikut membantu mediasi antara warga dan Pemkot Semarang

Drama Penggusuran Warga Tambakrejo Berakhir Damai, Begini KronologinyaIDN Times/Nugroho Adi Purwoko

Dibantu Komnas HAM, warga kembali melakukan mediasi dengan Pemkot Semarang. Keduanya Hasilnya, Pemkot mengizinkan warga menempati Kalimati, yaitu bantaran sungai yang tidak terkena proyek normalisasi sungai. Di sisi lain, Pemkot akan menguruk Kalimati agar warga bisa mendirikan bangunan sementara di sana

“Tapi pengurukan yang baru mencapai 30 persen mendadak dihentikan. Sampai akhirnya petugas Satpol PP menggusur dan membongkar pemukiman warga pada Kamis itu. Warga kemudian mendirikan tenda karena rumah mereka dibongkar Satpol PP ,” ujar Rohmadi.

 

5. Tercapainya kesepakatan antara warga Tambakrejo dan Pemkot Semarang

Drama Penggusuran Warga Tambakrejo Berakhir Damai, Begini KronologinyaDok. IDN TImes

Setelah tiga hari warga tinggal di tenda-tenda, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menggelar pertemuan dengan perwakilan warga di Gedung Moch Ichsan, Kompleks Balaikota Semarang, Minggu (12/5).

Pertemuan diikuti juga oleh Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi, Wakil Wali Kota Semarang, Hevearita G Rahayu, dan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juwana, Rubhan Ruzziyatno.

Pertemuan itu menyepakati warga Tambakrejo akan tetap tinggal bantaran Kalimati, sementara  Pemkot Semarang dan BBWS menyelesaikan urukan lebih dulu. Sambil menunggu urukan dan pengerasan lahan selesai, warga tinggal di tenda-tenda.

Kepada wartawan, Ganjar mengatakan apa yang sudah disepakati itu merupakan keinginan warga. Menurut dia, pemerintah sebenarnya tidak rela jika warga harus tinggal di hunian sementara atau dibedeng-bedeng pinggir sungai.

“Sah! Warga sudah memilih keinginannya sendiri. Pemkot sebenarnya menyiapkan di Rusunawa Kudu, tempatnya bagus banget. Tapi karena warga memilih tinggal di tenda ya sudah. Nanti akan kami bangunkan rusunawa di sana,” ujar Ganjar.

Baca Juga: Kisah Pilu dari Penggusuran Pasar Ikan: "Kutinggalkan Anakku di Jakarta Demi Pendidikan"

Topik:

Berita Terkini Lainnya