Konflik Keraton Solo, Masing-masing Kubu Gelar Tradisi Malam Selikuran

Tradisi menyambut lailatul qadar peninggalan Paku Buwono X

Solo, IDN Times - Konflik Keraton Kasunanan Surakarta atau Keraton Solo belum benar-benar rampung. Buktinya, masing-masing kubu menggelar tradisi malam selikuran atau malam ke-21 bulan Ramadan, Sabtu (25/5) malam.

Tradisi menyambut malam lailatul qadar yang sudah berlangsung turun temurun di Kerajaan Mataram Islam itu pun digelar dua kali berturut-turut dalam semalam di Masjid Agung, Solo, Jawa Tengah.

Baca Juga: Kirab 1001 Tumpeng, Warga Solo Syukuran Jokowi-Ma’ruf Menang Pilpres

1. Kirab malam selikuran digelar secara bergantian oleh dua kubu

Konflik Keraton Solo, Masing-masing Kubu Gelar Tradisi Malam SelikuranANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Ritual malam selikuran dilakukan secara bergantian di  lokasi yang sama, yaitu Masjid Agung Solo. Pertama digelar oleh kubu Paku Buwono (PB) XIII Hangabehi sekitar pukul 20.00 seusai Salat Isya dan tarawih. Setelahnya, giliran kubu Lembaga Dewan Adat (LDA) menggelar kirab mulai sekitar pukul 22.00.

Kubu Paku Buwono XIII menggelar kirab mulai dari Kori Kamandungan atau pendapa keraton menuju Masjid Agung, sedangkan LDA mengawali dari Siti Hinggil, selanjutnya mengelilingi tembok keraton dan berakhir di Masjid Agung. Kirab berupa iring-iringan prajurit Keraton dan abdi dalem yang membawa lampion serta ratusan obor.

2. Semakin banyak yang merayakan malam selikuran akan semakin baik

Konflik Keraton Solo, Masing-masing Kubu Gelar Tradisi Malam SelikuranANTARA FOTO/Mohammad Ayudha

Menurut Ketua Eksekutif Lembaga Hukum LDA Keraton Solo, Kanjeng Pangeran (KP) Eddy Wirabhumi, pihaknya tidak mempermasalahkan adanya kubu lain yang menggelar malam selikuran. Edy menyebut semakin banyak yang merayakan malam selikuran akan semakin baik.

“Bagi kami ya tidak masalah. Siapa pun boleh melakukan upacara adat malam selikuran ini. Saya kira semakin banyak yang merayakannya akan semakin bagus. Mudah-mudahan tahun depan bisa menggelar bersama-sama, tidak sendiri-sendiri seperti sekarang penanganan oleh pemerintah belum tuntas” ujar Edy kepada IDN Times.

Edy menambahkan meski digelar pada hari yang sama, namun waktu penyelenggaraan berbeda agar tidak terjadi gesekan di lapangan. Tradisi malam selikuran diyakini sebagai malam mulai turunnya lailatul qadar pada 10 hari terakhir di bulan Ramadan.

3. Tradisi menyambut lailatul qadar peninggalan Paku Buwono X

Konflik Keraton Solo, Masing-masing Kubu Gelar Tradisi Malam SelikuranIDN Times/Nugroho Adi Purwoko

Kirab malam selikuran merupakan tradisi keraton dengan membawa 1000 nasi tumpeng yang diarak bersama ratusan lampu ting atau lampu teplok, lampion dan obor. Ratusan abdi dalem termasuk prajurit keraton mengiringi jalannya kirab. Seribu tumpeng dan lampu ting tersebut merupakan simbol terangnya bulan Ramadan bagi semua orang karena turunnya lailatul qadar.

Pangageng Parentah Keraton Kasunanan Surakarta KGPH Dipokusumo, mengatakan malam selikuran merupakan tradisi peninggalan Paku Buwono X. Menurut dia, dulu kirab dimulai dari keraton menuju Taman Sriwedari yang merupakan Bon Raja atau Taman Raja.

“Tapi sekarang Sriwedari masih direnovasi sehingga kita pindah ke Masjid Agung. Saya kira tidak masalah digelar di mana saja. Kedua tempat itu dulu juga pernah dijadikan lokasi ritual ini,” jelas Dipo.

Kirab malam selikuran mendapat pengawalan dari aparat keamanan. Sesampai di Masjid Agung, seribu tumpeng kemudian didoakan sebelum akhirnya dibagikan kepada ratusan warga yang menunggu di luar masjid.

 

Baca Juga: Tinggal di Solo Memang Nyaman, Ini Lho Buktinya

Topik:

Berita Terkini Lainnya