Clubhouse Jadi Aplikasi Protes di Thailand 

Pemerintah marah dan memberi peringatan 

Bangkok, IDN Times – Aplikasi media sosial baru yang berbasis obrolan suara, Clubhouse, kini sangat populer di banyak negara. Setelah aplikasi tersebut digunakan oleh Elon Musk dan dia mengajak Putin untuk bergabung, platform media sosial itu semakin populer.

Di Thailand, Clubhouse juga mulai meriah. Namun di negara tersebut, platform itu banyak dipakai oleh para aktivis pro-demokrasi yang membangkang kepada pemerintah. Pemerintah Thailand pada hari Rabu (17/2) memperingatkan kepada para pengguna untuk hati-hati tidak menyalahgunakannya.

Sebelumnya, platform Clubhouse juga sudah mampu menembus tembok internet Tiongkok. Platform media sosial seperti Twitter dan Facebook sangat sulit hadir di negara komunis itu, tapi Clubhouse mampu menarik minat dan membuat penduduk Tiongkok menggunakannya untuk mengobrol masalah sensitif seperti Xinjiang, demokrasi Taiwan, atau hukum keamanan nasional di Hong Kong. Beijing berang dan kini memblokir Clubhouse.

1. Aktivis pro-demokrasi dianggap menyebarkan berita palsu

Clubhouse Jadi Aplikasi Protes di Thailand Ilustrasi Hoax (IDN Times/Sukma Shakti)

Pada tahun 2020, Thailand diguncang oleh demonstrasi yang menuntut agar Perdana Menteri (PM) Prayuth Chan-ocha mundur dari jabatannya. Demonstrasi juga menuntut reformasi monarki di Thailand, yang mana demonstrasi itu digalang oleh anak-anak muda Thailand.

Hingga kini, aktivis pro-demokrasi masih acap kali melakukan protes tapi sepertinya gerakan tersebut mulai surut. Populernya platform media sosial baru Clubhouse, telah membuat beberapa aktivis politik menggunakannya sebagai bagian dari kampanye perlawanan kepada pemerintah.

Melansir dari laman Associated Press, aktivitas politik baru dari para tokoh oposisi di media sosial Clubhouse saat ini sedang dipantau oleh pemerintah Thailand. Puttipong Punnakanta, Menteri Ekonomi Digital Thailand, mengatakan beberapa aktivis politik menggunakan platform tersebut untuk menyebarkan apa yang ia tuduhkan sebagai berita palsu dan informasi yang terdistorsi.

Dalam sebuah pernyataan, Punnakanta mengatakan “Polisi dan pejabat terkait akan melanjutkan tindakan hukum terhadap mereka, sama seperti platform media sosial lainnya,” katanya mengancam. Di Thailand, mereka yang dianggap menghina raja atau monarki dapat dituntut dengan hukum ‘lesse majeste’ dan dapat dihukum penjara hingga 15 tahun.

2. Aktivis anggap pemerintah Thailand ketakutan

Clubhouse Jadi Aplikasi Protes di Thailand Demonstrasi pro-demokrasi Thailand. (Instagram.com/mthainewsphoto)

Seorang aktivis politik Thailand yang berbasis di Jepang, Pavin Chachavalpongpun, adalah salah seorang kritikus monarki yang populer. Pada hari Rabu (17/2) ia membuka obrolan melalui aplikasi Clubhouse dan telah menarik ribuan pendengar.

Ia bergabung pada hari Jumat minggu lalu dan mulai membahas tentang isu monarki yang sedang hangat dalam satu tahun terakhir ini. “Apa yang perlu diucapkan akan diucapkan. Semakin banyak kita membicarakannya, semakin banyak diskusi semacam itu menjadi norma,” pada Pavin kepada Reuters. 

Hanya dalam waktu lima hari ketika Pavin bergabung dengan Clubhouse, ia sudah menarik ribuan orang pendengar. Dalam pantauan Reuters, Pavin sudah memperoleh lebih dari 7.000 pendengar yang mengikutinya di platform media sosial baru itu.

Aktivis politik oposisi Thailand mengatakan bahwa pemerintah mulai ketakutan dengan media sosial yang baru. Para aktivis menggunakan platform tersebut sebagai sarana latihan keberanian untuk mengabarkan kritik mereka terhadap pemerintah dan monarki yang dianggap menindas.

Sejak protes monarki tahun lalu dilancarkan, sudah ada puluhan aktivis yang ditangkap. Diperkirakan, total ada 59 orang aktivis. Minggu lalu, sekitar 1.000 orang melakukan demonstrasi di Monumen Demokrasi Bangkok untuk menuntut pembebasan empat pemimpin mereka. Demonstrasi itu berakhir dengan ricuh.

Baca Juga: Langgar Aturan COVID-19, 89 Turis Asing Ditangkap di Thailand

3. Suara pembangkang semakin tumbuh

Clubhouse Jadi Aplikasi Protes di Thailand Ilustrasi Orasi/Kebebasan Berpendapat (IDN Times/Mardya Shakti)

Secara rutin, pemerintah Thailand telah menyisir suara para pembangkang dan kritikus monarki di media sosial lama seperti Facebook, Twitter atau YouTube. Mereka menindak para aktivis pengkritik karena dianggap menghina monarki dan menjeratnya dengan hukum ‘lesse majeste’.

Kini setelah platform Clubhouse sangat populer dan dihuni oleh orang-orang terkenal di dunia, media sosial berbasis suara itu telah menarik orang-orang di Asia berkumpul, khususnya mereka para pembangkang itu.

Melansir dari laman Australian Broadcasting Corporation, di Thailand, saluran ruang yang dibuka untuk membicarakan Raja Vajiralongkorn dan kritik monarki telah menarik banyak pendengar dan begitu populer. Para pengkritik di Hong Kong juga telah menarik banyak pendengar karena diskusinya tentang pemerintahan Beijing.

Ruang-ruang saluran obrolan tersebut bahkan penuh sesak dan tidak mampu menampung lagi para pendengarnya. Clubhouse sejauh ini hanya bisa digunakan di perangkat berbasis iOS. Untuk bisa bergabung ke media sosial tersebut juga butuh undangan jadi platform tersebut sangat eksklusif.

Baca Juga: Anak-anak Sekolah Ikut Protes Besar Tuntut Reformasi Thailand

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya