UE Tuduh China-Rusia Sebar Disinformasi Vaksin COVID-19

Kremlin dan Beijing menyangkal tuduhan UE 

Brussel, IDN Times - Uni Eropa pada hari Rabu (28/4) menuduh menuduh bahwa Tiongkok dan Rusia menyebarkan disinformasi vaksin COVID-19 yang dibuat oleh Barat. Dengan itu, Tiongkok dan Rusia dianggap mencoba memecah-belah Barat.

Tuduhan itu didasarkan dari pemberitaan di outlet media yang disokong oleh dua pemerintah tersebut, dan secara sistematis berusaha memberikan ketidakpercayaan kepada pembaca atas vaksin yang dibuat oleh Barat.

Baik Beijing dan Kremlin menyanggah tuduhan yang dilancarkan oleh Uni Eropa. Mereka berdua berusaha untuk menjalin kerjasama dengan perusahaan teknologi informasi besar guna menahan tersebarnya kabar palsu.

1. Disinformasi yang dituduhkan UE dari Desember hingga April

UE Tuduh China-Rusia Sebar Disinformasi Vaksin COVID-19Ilustrasi. (pexels.com/Joshua Miranda)

Uni Eropa (UE) membuat laporan yang menuduh bahwa Beijing dan Kremlin telah menggunakan kekuatan media yang didukung pemerintah untuk menyebarkan disinformasi vaksin buatan Eropa. Menurut UE, hal itu dilakukan dalam berbagai bahasa untuk menimbulkan kekhawatiran mengenai vaksin.

Melansir dari kantor berita Reuters, upaya penyebaran disinformasi dilakukan sejak bulan Desember tahun lalu sampai April tahun 2021 ini. "Baik Rusia dan Tiongkok menggunakan media yang dikontrol negara, jaringan outlet media proxy dan media sosial, termasuk akun media sosial diplomatik resmi, untuk mencapai tujuan ini," kata UE menuduh.

Keterangan lebih lanjut dalam tuduhan UE itu adalah media-media yang disokong oleh Beijing dan Kremlin memperkuat konten tentang dugaan efek samping dari vaksin Barat, salah merepresentasikan serta membuat sensasi laporan media internasional. Mereka juga dituduh menghubungkan kematian dengan vaksin Pfizer/BioNTech di Norwegia, Spanyol dan di tempat lain.

2. Rusia posisikan Barat sebagai antagonis dan Tiongkok posisikan produknya lebih cocok di negara berkembang

Baca Juga: Joe Biden Tegaskan AS Tak Cari Gara-gara dengan Tiongkok

Sejak awal gagasan pembuatan vaksin virus corona dibahas oleh PBB dan WHO, negara-negara di dunia telah diperingatkan tentang bagaimana menghadapi virus corona secara serentak dengan pembagian vaksin yang adil, khususnya untuk negara berkembang dan miskin.

Namun pembuatan vaksin tersebut kemudian dianggap menjadi kompetisi global, khususnya Eropa, Amerika Serikat dan Tiongkok serta Rusia.

Keberadaan vaksin telah menjadi senjata baru sebagai alat diplomasi, untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari negara-negara lain yang belum bisa memproduksi vaksin mereka sendiri. Persaingan seperti inilah yang menjadi salah satu kekhawatiran dari WHO.

Karena vaksin menjadi satu-satunya harapan untuk melawan COVID-19, ia menjadi barang yang sangat berharga saat ini. Sedangkan negara-negara Barat, Tiongkok, Rusia telah bersaing sebelumnya dalam banyak hal, bahkan ketika vaksin belum diproduksi.

Dari persaingan tersebut, kemudian ada dugaan bahwa Tiongkok dan Rusia menyebarkan disinformasi vaksin buatan Barat.

Melansir dari laporan resmi UE, Pejabat Rusia tidak hanya mempromosikan vaksin Sputnik V dalam pemberitaaan media yang didukung pemerintah, tetapi juga terlibat dalam pesan antagonis, menggunakan disinformasi untuk menuduh Barat dan Uni Eropa menyabotase vaksin Rusia.

Sedangkan Tiongkok dituduh oleh UE terus mempromosikan vaksinnya sebagai "barang publik global." Selain itu, Tiongkok juga menekankan aksesibilitas dan pasokan yang stabil dan menampilkannya sebagai produk yang lebih cocok untuk negara berkembang dan juga negara Balkan di Eropa.

3. Kremlin dan Beijing menyangkal tuduhan UE

Laporan mengenai bagaimana Tiongkok dan Rusia menyebarkan informasi keliru juga pernah dibuat oleh The Center for European Policy Analysis (CEPA), sebuah think-tank independen yang memiliki basis di Washington DC.

Laporan itu secara panjang lebar menganalisis bagaimana kedua negara beroperasi dalam menyebarkan disinformasi.

Misalnya, seperti Tiongkok yang menindas jurnalis independen yang mengabarkan tentang gawatnya virus ketika pertama kali muncul juga berusaha menampilkan diri mampu membendung sebaran infeksi virus dari negaranya. Dalam laporan CEPA itu, Russia juga menggunakan Twitter untuk menyebarkan disinformasi mengenai COVID-19 dan untuk merusak serta memecah pendekatan umum Eropa dalam mengamankan pasokan vaksin.

Melansir dari Startribune, Sputnik V secara resmi menolak dan menyanggah tuduhan tersebut. Sputnik V bahkan menginginkan "kami akan menghargai surat resmi yang menguraikan pernyataan spesifik apa yang tampaknya tidak benar secara faktual karena kami percaya bahwa semua pernyataan oleh Sputnik V benar secara faktual."

Beijing menyangkal semua tuduhan disinformasi oleh UE. Menurutnya, mereka telah berupaya untuk bekerja sama dengan Google, Facebook, Twitter dan Microsoft untuk membatasi penyebaran berita palsu.

Baca Juga: Pulihkan Ekonomi, RI Mau Contoh Tiongkok-AS

Pri Saja Photo Verified Writer Pri Saja

Petani Kata

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya