PFI Dorong Kolaborasi Percepatan SDGs di Indonesia

PFI membentuk 7 klaster filantropi sejak 2016

Jakarta, IDN Times – Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) menggelar Members Gathering dalam upaya mendorong ko-kreasi dan kolaborasi multipihak untuk menciptakan ekosistem yang kondusif. Gathering ini diikuti oleh hampir 100 peserta yang berasal dari berbagai lembaga dan organisasi.

Direktur Eksekutif PFI Gusman Yahya menuturkan, tujuan dari kegiatan gathering ini adalah untuk mendiskusikan peluang kerja sama yang bersifat multistakeholder sebagai upaya mendukung percepatan Sustainable Development Goals (SDGs) di Indonesia.

Ia menambahkan, PFI merupakan wadah bagi sumber daya yang besar dari anggotanya yang terdiri dari berbagai perusahaan, yayasan, lembaga, CSO, dan Individu. Sehingga sangat berpotensi untuk merealisasikan terjadinya aksi kolektif kolaborasi untuk mewujudkan keadilan sosial dan pembangunan berkelanjutan.

Baca Juga: Luhut Wanti-wanti SDGs Jangan Ganggu Pertumbuhan Ekonomi

1. PFI membentuk 7 klaster filantropi sejak 2016

PFI Dorong Kolaborasi Percepatan SDGs di IndonesiaIlustrasi kota dan pemukiman yang berkelanjutan. (unsplash.com/CHUTTERSNAP)

Gusman mengatakan, sejak 2016 PFI telah membentuk setidaknya 7 klaster filantropi, yaitu klaster pendidikan, pemukiman dan perkotaan, lingkungan hidup dan konservasi, kesehatan, ketahanan pangan dan gizi, kesenian dan budaya, serta zakat pada SDGs.

"Klaster Filantropi punya peranan penting dalam mendorong kolaborasi dan ko-kreasi untuk mencapai tujuan bersama dalam percepatan pembangunan berkelanjutan. Setiap anggota bebas memilih klaster sesuai dengan prioritas organisasi masing-masing,” kata Gusman Yahya pada pertemuan Members Gathering Perhimpunan Filantropi Indonesia di Jakarta, Selasa (13/12/2022).

Menurutnya, sektor filantropi menjadi salah satu kunci pencapaian SDGs, karena kegiatan dan inisiatif dari pegiat filantropi memiliki andil dalam memecahkan masalah sosial. Ditambah dengan semangat gotong royong akan ko-kreasi dan kolaborasi menjadi salah satu agenda prioritas.

“Kolaborasi aksi kolektif untuk pencapaian SDGs itu akan dijalankan melalui Filantropi Hub yang terdiri dari Philantropi Learning Center, Research Advocation and Publication Center, SDGs  Center, dan Campaign and Communication Center,” katanya.

2. Aksi kolektif diharapkan menjadi penggerak pemangku kepentingan

PFI Dorong Kolaborasi Percepatan SDGs di IndonesiaIDN Times/Arief Rahmat

Sementara itu, Ketua Dewan Penasihat PFI Franciscus Welirang menyampaikan bahwa Indonesia kini telah memasuki Decades of Action, dimana aksi yang kolektif diharapkan dapat menjadi penggerak motor antara pemangku kepentingan untuk melengkapi sumber daya masing-masing.

“Saya harap Klaster Filantropi yang telah ada bisa terus dikembangkan dan dimanfaatkan oleh anggota PFI untuk berbagi pengetahuan, praktik baik, dan pengalaman sekaligus menjadi ruang berkolaborasi,” ujar Franciscus.

Dia menegaskan, sosialisasi mengenai Kode Etik Filantropi Indonesia (KEFI) perlu kembali digencarkan agar pihak-pihak terkait memahami dan dapat melaksanakannya.

“Kita perlu bersama-sama dan bekerja sama untuk menyosialisasikan dan menerapkan  kode etik untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat serta membangun tata kelola lembaga filantropi yang akuntabilitas dan transparansi ,” sambungnya.

3. Banyak pihak yang ambil bagian dalam penanganan masalah sosial

PFI Dorong Kolaborasi Percepatan SDGs di IndonesiaIlustrasi petani. (Dok. Pixabay)

Adapun Manager Pilar Pembangunan Ekonomi Sekretariat Nasional SDGs, Setyo Budiantoro mengatakan, banyak pihak yang mempunyai kehendak baik untuk turut ambil bagian dalam penanganan masalah sosial di Indonesia.

Mereka perlu inspirasi berupa kisah sukses yang pernah dilakukan dalam penuntasan problem yang dihadapi masyarakat. Ia mengambil contoh pemberdayaan petani di sebuah desa di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Desa tersebut merupakan salah satu dari 10 daerah terkering di Indonesia. Dimana tingkat angka kemiskinan dan stunting pada anak di desa tersebut terbilang tinggi.

“Salah satu problem terbesar di desa itu adalah masalah ekonomi,” katanya.

Menurut Budiantoro, permasalahan yang terjadi pada warga di desa itu dapat dipecahkan dengan diberlakukannya pertanian terpadu yang melibatkan multipihak, seperti kelompok tani, pemerintah daerah, pihak swasta, perbankan, lembaga sosial atau yayasan dan perguruan tinggi.

Budiantoro optimistis SDGs akan tercapai pada tahun 2030  dengan syarat semua pihak terlibat dan berkolaborasi. “Target itu akan tercapai kalau kita kerja bareng-bareng. Intinya gotong royong,” ujarnya.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya