Cerita Menlu Retno soal Perjuangan Indonesia Dapat Vaksin COVID-19

Awalnya penuh ketidakpastian, RI akhirnya dapat dukungan 

Jakarta, IDN Times – Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno Marsudi membagikan kisahnya ketika mengupayakan akses vaksin COVID-19 untuk Indonesia. Cerita itu dibagikan Retno kepada para jurnalis dan pemimpin media perempuan Indonesia, Jumat (9/7/2021).

Dalam kesempatan itu, Retno mengatakan, upaya Indonesia mendapatkan akses ke vaksin di awal-awal pandemik sangat penuh ketidakpastian (uncertainties). Namun, ia bersama Menteri BUMN Erick Thohir dan juga Menteri Kesehatan RI sebelumnya, Terawan Agus Putranto, terus mengupayakan agar Indonesia mendapat akses yang adil ke vaksin COVID-19.

“Saya harus mulai dengan bersyukur karena saya ingat waktu itu di awal-awal pandemi bersama dengan mas Erick, dengan Pak Menkes pada saat itu, kita berusaha untuk mencari akses terhadap vaksin di awal-awal, dan di awal-awal itu bisa dibayangkan banyak sekali uncertainties-nya,” ungkap Retno.

Ia juga menceritakan bagaimana mereka dituntut keadaan untuk mengambil keputusan dengan cepat agar bisa membantu Indonesia di tengah krisis kesehatan ini.

“Tetapi di dalam situasi emergency memang diperlukan keputusan yang selalu ada risiko tetapi harus diputuskan, karena kalau tidak, maka kita tidak akan dapat memperoleh akses vaksin yang diperlukan oleh masyarakat kita,” kata Retno.

Baca Juga: Masalah COVID-19, Menlu Retno: Kita Masih Jauh dari Selesai

1. Sejak awal pemerintah tetapkan 2 tujuan vaksin yakni untuk jangka pendek dan jangka panjang

Cerita Menlu Retno soal Perjuangan Indonesia Dapat Vaksin COVID-19Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Retno lebih lanjut mengatakan bahwa sejak awal, pemerintah Indonesia menetapkan dua tujuan dalam hal vaksin COVID-19, yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Di mana tujuan jangka pendek itu berarti akses terhadap vaksin atau pengadaan vaksin untuk kebutuhan dalam negeri.

“Selain itu terdapat juga rencana untuk jangka menengah atau panjang, yang berupa pembuatan vaksin mandiri kita atau bekerja sama dengan pihak luar untuk joint production dan sebagainya,” kata Retno.

“Tetapi saya ingin fokus kepada short term saat ini adalah akses terhadap vaksin yang memang mau tidak mau kita masih harus bekerja sama dengan negara lain,” lanjutnya.

2. Hasil negosiasi soal vaksin

Cerita Menlu Retno soal Perjuangan Indonesia Dapat Vaksin COVID-19Dirjen WHO ketika bertemu dengan Menlu Retno Marsudi dan Menteri BUMN Erick Thohir (Dokumentasi PTRI)

Retno mengatakan bahwa sari hasil kerja dari sejak awal pandemik sampai di titik ini untuk mencari akses atau membuka akses terhadap vaksin, maka per hari ini Indonesia sudah dapat mengamankan vaksin yang jumlahnya mencapai 119.735.200 dosis. Dari total itu, vaksin dari Sinovac sebanyak 108,5 juta dosis.

“Sebagian besar adalah bulk (bahan baku). Bulk ini nantinya pada saat di fill and finish biasanya kalau katakanlah 100 juta, itu jadinya tidak 100 juta karena ada wastage-nya kan. Jadi Sinovac 108,5 juta itu sebagian besar adalah bulk,” jelas Retno.

“Kemudian ada Sinopharm yang berupa vaksin jadi, yang kita beli, besarnya adalah 1,5 juta sementara itu terdapat juga bantuan dari UAE (Uni Emirat Arab). Ini sudah dari awal janji yang disampaikan oleh UAE pada saat kita ke sana di awal-awal pandemi, mereka memang mengatakan akan memberikan vaksin kepada Indonesia. Vaksin jadi yaitu Sinopharm. Kenapa Sinopharm? Karena ada kerja sama dengan salah satu perusahaan di UAE yang cukup besar,” tambah Retno.

Selain itu, Retno mengatakan, ada juga vaksin Astrazeneca dari COVAX Facility, lembaga yang bertugas memastikan akses yang adil ke vaksin. Di mana jumlahnya per hari ini adalah 8.236.800 dosis.

“Karena ini adalah dari COVAX Facility maka vaksin ini adalah bukan vaksin berbayar alias gratis,” tuturnya.

Kemudian, kata Retno, ada vaksin Astrazeneca buatan Jepang, dengan total yang sudah diberikan adalah 998.400 dosis. Retno menjelaskan bahwa vaksin ini diberikan oleh Jepang dengan menggunakan mekanisme doses sharing (berbagi vaksin) melalui jalur bilateral.

“Jadi ada sebuah mekanisme yang dinamakan doses sharing. Ini (penyalurannya) bisa dilewatkan COVAX Facility tetapi bisa juga dilewatkan secara bilateral. Jadi jumlah itulah yang kita peroleh per hari ini,” kata Retno.

Baca Juga: Menlu Retno Marsudi: Perempuan dapat Menjadi Agen Perdamaian Dunia!

3. Tingkat pemberian dosis vaksin Indonesia terbesar keempat di Asia

Cerita Menlu Retno soal Perjuangan Indonesia Dapat Vaksin COVID-19Ilustrasi kemasan vaksin hasil program global COVAX yang segera disalurkan. (WHO.int)

Retno kembali menegaskan bahwa setelah vaksin diproses oleh Bio Farma, jumlah dosisnya mungkin akan berkurang karena adanya bulk vaksin dari Sinovac. Namun, menurutnya, ini tidak akan mengganggu proses vaksinasi di Indonesia.

Menurut penjelasan Retno, dari hasil diskusinya dengan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin, saat ini Indonesia sudah memberikan 49.618.000 dosis vaksin kepada warga.

“Kalau kita lihat angka 49 juta sekian dosis tersebut dibanding dengan dosis-dosis yang sudah di-inject di negara-negara Asia, maka Indonesia sebenarnya adalah negara keempat terbesar yang sudah meng-inject, dalam artian dosis,” katanya.

“Yang pertama adalah China, kemudian India, Jepang, kemudian Indonesia. Sekali lagi dari sisi dosis yang sudah diberikan kepada masyarakatnya,” lanjut Retno.

Meski demikian, Retno mengatakan, vaksinasi Indonesia masih harus ditingkatkan secara lebih cepat untuk mencapai target herd immunity, sesuai arahan Presiden Joko “Jokowi” Widodo.

“Bapak Presiden kan menyatakan bahwa paling tidak di bulan juli ini rencananya atau target yang ingin dikejar adalah vaksinasi 1 juta per hari, sehingga bicara vaksin adalah bicara mengenai hal paling pokok dan akses untuk mendapatkan vaksin itu yang paling menentukan, apakah kita bisa secara sustainable melakukan vaksinasi sesuai dengan target yang sudah disampaikan Bapak Presiden,” kata Retno.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya